KH Imron Rosyadi: Ketua Umum Ketiga GP Ansor, Duta Besar, dan Politikus

256

KH Imron Rosyadi adalah satu-satunya pemuda dari Jawa Barat yang pernah menjadi orang pertama organisi pemuda NU atau Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, yaitu pada periode 1954-1963.

Berdasarkan profilnya yang dicatat di LAPUNU, Imron Rosyadi lahir di Indramayu pada 12 Januari 1916. Pada masa mudanya, saat Ansor tengah dirintis dan ditumbuhkembangkan di daerah-daerah Jawa Barat, ia tidak berada di kampung halamannya. Waktunya habis menimba ilmu di berbagai tempat di dalam dan luar negeri.

Saat di Tanah Air, pendidikan formalnya di HIS diselesaikan di Indramayu lulus 1929. Lalu menyelesaikan MULO di Bandung dan Cirebon lulus 1934. Kemudian pendidikan keagamaannya ditempuh di Pondok Pesantren Jamsaren Solo pada 1935, Madrasah Rabithah Alawiyah Solo, dan di Madrasah Unwanul Falah Kwitang, Jakarta pada 1936.

Masih berdasarkan LAPUNU, ia kemudian menimba ilmu di 3 negara. Pertama, di Pondok Langgar, Alor Star Kedah, Malaysia pada 1937. Kedua, di Madrasah Saulatiyah Makkah, Arab Saudi pada 1939. Ketiga, di Public Secondary School Baghdad, Iraq 1942. Di kota dan negara ini pula, ia menempuh pendidikan di Law College pada 1948.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, dia menjadi diplomat Republik Indonesia di Irak (1947-1950) dan Arab Saudi (1950-1952).

Sekembalinya bertugas di luar negeri, Imron Rosyadi melakukan persamaan ijazah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1953 dan mendapatkan gelar Mr atau setara dengan SH. Pada masa-masa inilah, ia memulai aktif di Nahdlatul Ulama. Setahun kemudian ia menjadi Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.

Selagi masih ketua umum organisasi pemuda NU tersebut, ia termasuk dalam jajaran pengurus PBNU. Pada 1956-1959 sebagai Ketua II PBNU dan menjadi anggota DPR RI dari Partai NU tahun 1959. Ia kemudian menjadi Ketua IV PBNU hasil muktamar NU di Bandung tahun 1967.

Karena aktivitasnya yang mengkritik pemerintahan Demokrasi Terpimpin era Orde Lama ala Soekarno, pada 1962-1966, Imron Rosyadi mendekam dalam penjara. Masa ini memang ia berbeda dengan tokoh-tokoh NU lain yang masa itu mendukung Demokrasi Terpimpin. Ia bersama KH Muhammad Dahlan, Masyumi, dan PSI mendirikan Liga Demokrasi yang menentang Soekarno. Bahkan, ia menjadi sekretaris jenderalnya.

Ia dibebaskan dari penjara pada masa awal Orde Baru. Lalu, ia kembali masuk ke dunia politik melalui Partai NU. Sampai 1987, ketika NU fusi di dalam PPP, ia tetap menjadi politikus dan lolos menjadi anggota parlemen yang selalu berada di Komisi I membidangi luar negeri, pertahanan, keamanan, dan penerangan.

Selama rentang waktu itu, ia tetap mengabdi dan tercatat di kepengurusan PBNU. Pada hasil muktamar NU di Surabaya tahun 1971 dan Semarang 1979, ia menjadi Ketua III PBNU. Pada muktamar NU di Situbondo, ia masuk ke jajaran syuriyah PBNU. Kemudian selepas muktamar NU di Krapyak pada 1989, ia menjadi salah seorang mustasyar. Dia meninggal di Bandung pada 13 Maret 1993.

Penulis: Abdullah Alawi