Semangat Mang Ena Mengawal Hari Santri Nasional

435

Ingin Ikut Jaga Hari Santri, Mang Ena Tunjukkan Diri Bisa Berdiri

TASIKMALAYA,- Semangat Tajul Husna atau akrab dipanggil “Mang Ena” (87) untuk aktif kembali di Banser GP Ansor Kota Tasikmalaya begitu menggebu. Apalagi menjelang penyambutan Parade Hari Santri yang akan memasuki Kota Tasikmalaya, hari ini Rabu (19/10/2016).

Dengan tergopoh-gopoh sambil mengenakan seragam kebesaran Banser, lengkap dengan Baret, tapi lupa tak mengenakan seragam celana, Mang Ena menghampiri Tim GP Ansor Kota Tasikmalaya yang pada Selasa (18/10/2016), sedang mengukur luas rumah untuk bahan penghitungan kebutuhan biaya rehabilitasi.

Sambil berteriak yell-yell Ansor, Mang Ena dengan lantang bahwa Banser Ansor Sampai Mati. Ia akan tetap menjadi Banser sampai mati.

“Siapa kita, Ansor NU. NKRI harga mati. Pancasila Jaya. Aswaja Aqidah Kita. Nusantara Milik Kita,” kata Mang Ena sambil tertawa.

Tim yang sedang ngobrol di halaman rumah Mang Ena pun kaget. Karena sebelumnya, Mang Ena masih terbaring lemas sambil menceritakan segala keluhan sakit ditubuhnya.

“Ieu tetepokan nyeri. Suku laleuleus. Pangdenge geus pati teu jelas. (Ini pantat sakit. Kaki lemas. Pendengaran mulai tak jelas),” kata Mang Ena saat ditanya kondisi badan.

Entah tahu dari siapa, Mang Ena meminta agar dibawa ke Kantor PCNU Kota Tasikmalaya ingin melihat kirab Hari Santri. Ia ingin menjaga iringan Kirab seperti yang dilakukan tahun lalu.

“Tahun kamari mah pan milu. Ayeuna ge hayang milu. Bisi teu kaumuran. (Tahun kemarin kan ikut. Sekarang juga ingin ikut. Takut tak panjang umur),” ujarnya kepada Ketua GP Ansor, Ricky yang langsung ditimpali Dansatkorcab Banser, Ujang Haedar bahwa saat Perayaan Hari Santri Tahun 2015, Mang Ena bertemu iring-iringan kirab Hari Santri dijalan. Mang Ena langsung pulang ke rumah memakai seragam Banser dan memarahi Ujang Haedar kenapa tak memberi tahu.

“Kebetulan pas lewat Cibeureum (kira-kira satu Kilometer dari rumah Mang Ena). Ia sedang naik sepeda membawa tikar untuk dijual. Terus berhenti dan ketika melihat saya, dia marah. Tunggu katanya pulang dulu pake seragam Banser,” kata Ujang menirukan perkataan Mang Ena.

Ketika berbincang di halaman rumah, Mang Ena dengan penuh semangat menunjukkan diri bahwa dia masih tegap berdiri. Meski memakai penyangga, Mang Ena mengaku masih kuat untuk dilibatkan menjaga Hari Santri.

“Ieu bisa nangtung keneh. Leumpang ge hayu. (Ini masih bisa berdiri. Jalan kaki juga ayo),” ucapnya sambil mengangkat penyangga dan hampir jatuh.

Kendati demikian, semua menyarankan agar istirahat saja karena mulai Sabtu (22/10/2016), GP Ansor Kota Tasikmalaya akan memperbaiki Rumah Mang Ena.

“Tos we calik mang. Pan eungke saptu kadieu deui ngarehab bumi tea. (Sudah saja istirahat. Kan nanti Sabtu kesini lagi merehabilitasi rumah),” tutur Ricky menenangkan.

*Terjatuh Saat Ke Masjid
Keseharian Mang Ena selain sebagai penjual tikar keliling, juga tukang Adzan di Masjid Kampung Halaman Mang Ena, Kampung Leuwigenta RT 001 RW 006 Kelurahan Setianegara Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya Jawa Barat. Ia dikenal tukang Adzan setiap waktu, termasuk waktu tahrim menjelang Subuh.

Entah bagaimana, tepatnya sekira bulan Agustus atau dua bulan lalu ketika akan Salat Maghrib, Mang Ena terjatuh di teras Masjid. Ia tak bisa lagi berdiri sampai Salat pun akhirnya duduk. Ia mengeluh sakit di pantat bagian kiri. Kemudian pinggang terasa ngilu yang menjalar sampai kaki.

Sejak kejadian itulah, Mang Ena tidak bisa lagi ke Masjid. Salat hanya di gubuk seluas 4×3 meter sampai sekarang. Tanah gubuk pun numpang di menantu kakak Mang Ena yang sama-sama sudah tua renta. Pasalnya anak semata wayang Mang Ena, Imas (33) ikut suami yang pekerjaan sehari-hari sebagai tukang cilok keliling.

Rumah atau tepatnya gubuk yang dibangun tahun 1979 itu sangat tidak layak huni lagi. Kasur dan perabot rumah tangga menyatu, termasuk dengan pakaian yang bergelantungan. Atap gubuk pun sudah bocor, apalagi dinding bambu yang sudah ditutupi dengan plastik. Jika hujan, Mang Ena harus menyediakan ember menahan air yang menimpa lantai agar tidak basah kemana-mana.

Banyak warga yang selalu memberikan makanan dan menengok serta mendo’akan Mang Ena supaya sehat kembali. Ketika Mang Ena mendapatkan bantuan dari pemerintah warga hanya mengantarkan dan tidak mengurusnya karena ada keluarga yang senantiasa mengurus ketika mendapatkan bantuan. Termasuk ketika gubuk tersebut akan dibantu lewat program Rumah Tidak Layak Huni, tidak bisa dibangun karena tanahnya bukan milik Mang Ena.

Kini Mang Ena hanya bisa keluar rumah ketika akan buang air besar ke toilet tetangga yang persis belakang gubuk. Atau sekedar menghangatkan tubuh ketika pagi hari.

Perjalanan Hidup dalam membangun Rumah Tangga Mang Ena sangat berliku. Ia hanya dikarunia satu orang putri dari istri kedua yang kini sudah menikah. Putri semata wayangnya itu juga hidup serba kekurangan. Dengan tiga orang anak, suami yang sehari-sehari pedagang Cilok tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari Mang Ena.

Dan Mang Ena pun tidak pernah mengeluh karena ketika sehat, ia kerap menjual tikar dengan sepedanya keliling ke berbagai penjuru Kota. Puluhan kilo meter ditempuh demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk ketika menghadiri acara-acara NU, Mang Ena rela mengayuh sepeda yang kalau ke pusat kota saja sekira 7 kilometeran.

Dan di Hari Santri, 22 Oktober 2016 ini, semangat Mang Ena tidak pernah surut. Ia “keukeuh” ingin mengawal kirab Santri yang sudah memasuki Tasikmalaya. (Nurjani)