Saeful Millah, Aktivis GP Ansor Berpenghasilan Puluhan Juta dengan Bertani Bawang(1)

341

Pada 2019, Saeful Millah mencoba menanam bawang di kebun belakang rumahnya di Desa Pasawahan, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis. Waktu itu, ia hanya menanam dengan bibit 2 kg yang berasal dari pasar. Namun, karena awam, ia memelihara seadanya sebagaimana tanaman lain. Ternyata bawang itu tumbuh dan berkembang.

“Oh ya, nanam pertama kali ternyata hidup, berumbi, berikutnya tinggal maksimal perawatan,” ungkapnya saat dihubungi dari Bandung, Rabu (7/9/2022).

Pria yang akrab disapa Asep ini termotivasi menanam bawang setelah sebelumnya membaca-baca di media daring serta informasi pasaran tentang tanaman itu. Kesimpulan sementaranya adalah, pertama, harga bawang relatif stabil dibanding tanaman lain. Bisa turun harga memang, tapi tidak terjun bebas. Kedua, bawang merupakan salah satu kebutuhan dapur setiap hari sehingga pasarnya sangat menjanjikan. Ketiga, masa tanam yang relatif singkat, yaitu 60 hari tanpa membutuhkan banyak peralatan pendukung.

Ternyata betul, 60 hari kemudian Asep memanen bawang itu. Saat ditimbang, dengan bibit 2 kg menjadi 5 kg. Ada lebih 3 kg meski tanpa pemeliharaan yang intensif dan maksimal. Hasil uji coba pertamanya itu memompa semangat dan optimismenya untuk menanam bawang secara serius.

Asep sadar, bertani tak cukup hanya dengan modal semangat dan optimis. Perlu pengetahuan dasar tentang bibit, cara menanam, pemeliharaan, hingga pengendalian hama dan pemasaran. Pengetahuan akan bertambah dari pengalaman. Pengalaman lahir dari percobaan. Bila pun gagal itu adalah pelajaran.

Sebetulnya Asep tidak sama sekali blank soal pertanian. Pasalnya dia merupakan lulusan Program Studi Biologi di Universitas Galuh Ciamis (2004). Istrinya juga sarjana pertanian di kampus yang sama. Jadi, keduanya bisa bertukar pengetahuan, saling berdikiskusi, sekaligus mempraktikkan teori-teori di buku menjadi di kebun.

Namun, menurut Asep, pengetahuan ia dan istrinya tidak cukup untuk dipraktikkan dalam menanam bawang. Oleh karena itu, ia harus bertanya pada ahlinya. Karena di kampung tempat tinggalnya tak ada satu pun petani bawang, ia searching grup-grup pertanian khusus bawang di media sosial Facebook serta membaca artikel-artikel yang berkaitan. Ternyata memang ada grup-grup yang dimaksud.

Sebagai pendatang baru, ia menyimak para suhu berdiskusi dan sesekali bertanya. Dari situ, ia semakin bersemangat dan optimis, lalu memutuskan akan bertanam bawang dengan area yang lebih luas.

Di grup Facebook itu, ia bertemu dengan seorang anggota atas nama Ibu Rosmalawati. Dari profil dan konten yang dibagikannya, ia memiliki dan membina kelompk tani bawang di Brebes, Jawa Tengagh. Sebuah daerah yang memang terkenal bawangnya. Selain itu, ia juga menjual bibitnya.

Asep kemudian membeli 50 kg bibit bawang kepadanya untuk ditanam di area seluas 50 bata atau sekitar 700 m di kebun belakang rumahnya. Untuk biaya pupuk dan perawatan, kebetulan ia masih ada tabungan untuk mencukupinya.

“Nanam ke-2 dengan bibit 50 kg. Harga bibit waktu itu 40 ribu. Biaya perawatan menghabiskan 1,7 juta. Panen dapet 5 kwintal saat harga jual bawang pada saat itu 28 ribu per kg. Modal dari pribadi dengan biaya 1,7 juta itu di luar bibit,” jelasnya saat dihubungi dari Bandung Jumat (9/9/2022).

Menurut Asep, panen 5 kwintal saat itu ternyata tak harus membutuhkan tengkulak karena sebanyak 3 kwintal habis di rumah, dibeli tetangga-tetangganya. Sisanya dijual ke pasar.

“Bawang 5 kwintal habis 15 hari. Warga terang (tahu) lantaran jemur bawangna payun bumi (di halaman rumah), kaleresan (kebetulan rumah saya) sisi jalan raya,” katanya.

Jika dihitung, 5 kwintal=500 kg x 28.000=14.000.000. Kemudian dikurangi biaya perawatan 1.700.000 dan harga bibit 2.000.000, perkiraan untung adalah Rp 10.700.000. Tak heran kemudian, ia menanam kembali, menanam kembali, sampai saat ini berpenghasilan puluhan juta. (Bersambung)

Abdullah Alawi