Peradaban Cina Hingga ke Level Moda Transportasi,

999

#Catatan Perjalanan Ketum PBNU Ke Cina
Shanghai (ansorjabar online)
Turun dari pesawat di Bandara Internasional Shanghai, yang terasa adalah kemegahan bandara yang tertib, bersih dan profesional. Rombongan kami ada yang pakai kopyah hitam, sorban motif kafiyeh hingga yang trendi. Semua diperlakukan sama oleh petugas imigrasi.

Penjemput kami seorang penganut agama Budha. “Berapa kali dalam sehari anda sembahyang?” tanya Kiai Said Aqil dalam bagian obrolannya. Li Jibin si penjemput itu menjawab, “Tidak terikat jumlah dan waktu.”

Kami dijemput bus mini merk Toyota, bukan merk Zhong Tong yang digunakan Trans Jakarta. Mobil berbagai merk berseliweran di jalanan yang mulus, dari BMW, Mercy, Honda, Hyundai, Ford, Porsche, Lexus tentu mobil produksi sendiri.

Pagi-pagi, keluar hotel, jalanan cukup lengang dari mobil pribadi. “Sepeda pancal” cukup diminati. berderet di pinggir jalan. Rupanya terdapat ribuan “sepeda pancal” yang disewakan. Cara sewanya ada yang pakai kartu ber-barcode, ada yang pakai aplikasi via handphone. Di samping sepeda pancal juga ramai dengan sepeda motor listrik. Dua moda transportasi ini sangat diminati mengingat jalan jalan sudah dibagi tiga: untuk mobil, untuk sepeda dan untuk pejalan kaki.

“Sepeda pancal ini hanya boleh digunakan di jalan, tidak boleh dibawa pulang. Sewanya sekitar empat ribu rupiah, pakai sepuasnya,” ujar Azka, mahasiswa Indonesia asal Brebes yang saat ini sedang studi S1 di Quanzhou.

Pemerintah Cina juga serius memfasilitasi masyarakat dengan kereta cepat. Saat kami menuju kampung halaman Cheng Ho di Nanjing, perjalanan berjarak empat ratus ribu bisa ditempuh cuma satu jam tiga puluh menit. Cepat sekali dan nyaman. Stasiun Kereta Hangzhou East sangat megah bak bandar udara internasional.

Melihat fakta ini, Kiai Said Aqil mengatakan, “Peradaban dan ilmu pengetahuan itu dua sisi yang tampak di Cina. Umat Islam di Cina harus mampu mengikuti percepatan ilmu dan peradaban di China ini.” (ANW/KSF).