MWC NU KERTOSONO RUTIN ADAKAN KAJIAN KITAB KUNING

274

Pengurus Majelis Wilayah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC. NU) Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk rutin menggelar pengajian kitab kuning bertempat di Masjid MWC. NU Kertosono, Masjid Ar Roudloh yang berada di komplek Kantor MWC. NU Kertosono, di Perumahan Kepuh Asri, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono. Pengajian kitab kuning tersebut di selenggarakan secara rutin, setiap Jum’at malam pukul 20.00 WIB, setelah Isyak. Pengajian tersebut di ikuti rutin oleh ratusan jam’iyah NU Kertosono serta dibuka untuk umum, tidak membatasi pada pengurus NU saja.

Pengajian biasanya dibuka dengan tadarus al-Quran secara bergantian oleh jamaah. Seperti pengajian Jum’at (30/07) kemarin, yang membahas Kitab Nasoihul Ibad oleh KH. Ma’ruf Idris, MA. Selain KH. Ma’ruf Idris, pengajian kitab kuning juga diasuh oleh KH. Ali Mustofa Said (Rois Syuriah PC. NU Nganjuk), yang mengasuh Kitab Mukhtarol Ahadits serta pengajian Kitab Riyadussholihin yang di asuh oleh Gus Nur (Pengasuh Pesantren Tahfidzil Qur’an/PPTQ) Perak, J0mbang.

Dalam Kitab Nasoihul Ibad, bagian ke dua, Maqolah 20 dikatakan, Sesungguhnya kesempurnaan akal adalah mengikuti apa yang di ridloi Allah SWT dan meninggalkan apa yang di murkai Allah.
Dalam Maqolah 21 pada Kitab karya Syekh Nawaawi Al-Banthany juga di jelaskan bahwa, tidak ada keterasingan bagi orang yang mulia akhlaknya, dan tidak ada tempat yang terhormat bagi orang-orang yang bodoh.
Selanjutnya pada Maqolah 24 juga di jelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Sumber segala perbuatan dosa adalah cinta dunia. Dan yang dimaksud dari dunia adalah sesuatu yang lebih dari sekedar kebutuhan. Dan sumber dari segala fitnah adalah mencegah/tidak mau mengeluarkan 1/10 dari zakat.

Ketiga kitab kuning tersebut dikaji setiap Minggu secara rutin pada Jum’at malam bertempat di Masjid Ar Roudloh, Kantor Sekretariat MWC. NU Kertosono. Maka bagi masyarakat yang menghendaki hadir, dipersilakan. Kajian kitab kuning memang dimaksudkan untuk penawar dahaga, tidak hanya bagi alumnus pesantren yang biasa mengkaji kitab-kitab fiqih “babon”, namun juga terbuka bagi masyarakat umum. Karena belakangan kajian keislaman yang bersumber pada hasanah keilmuan Islam dari kitab kuning” jarang ditemui di kota-kota maupun desa, terang KH. Ma’ruf Idris yang juga Suriah PC.NU Nganjuk.
“Pengajian ini dalam rangka membekali pengetahuan serta menguatkan prinsip-prinsip aqidah umat di tengah situasi zaman yang semakin kompleks ini, terangnya”.