Ganggu Akses Publik, Shalat Jumat plus Demo di Jalanan Bisa Haram

341

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyebut demontrasi dengan aksi menggelar sajadah Jumat dengan sengaja di jalanan mengandung banyak mafsadat. Di samping bermasalah secara hukum syar’i, demontrasi dengan menyelenggarakan ibadah shalat Jumat secara sengaja di jalanan juga bermasalah secara sosial.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (21/11) malam. Ulasan ini diangkat menyusul rencana gelar sajadah oleh sekelompok umat Islam yang dengan sengaja mengagendakan shalat Jumat di jalan protokoler di Jakarta pada 25 November 2016 dan 2 Desember 2016 mendatang.

“Kalau sampai aktivitas shalat Jumat dilakukan di tengah jalanan, mungkin hukumnya akan naik, bukan sekadar makruh, tetapi juga haram karena fathudz dzari‘ah kemungkinan membuka pintu mafsadah,” kata Kiai Moqsith.

Para ulama dahulu menyatakan makruh melakukan shalat di tengah jalanan karena masih banyak jalanan alternatif. Artinya, ketika suatu jalan ditutup, maka publik dapat menggunakan jalan-jalan lain.

“Tetapi untuk dalam konteks kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Medan di mana aktivitas ibadah membuat kemacetan ketika satu jalan ditutup maka kemacetan akan bergerak ke mana-mana, maka shalat itu hukumnya bisa naik menjadi haram.”

Ia menegaskan keperluan publik akan jalanan dengan misalnya sejumlah orang yang harus datang ke rumah sakit karena akan melahirkan atau berobat dan orang yang keluar rumah untuk mencari nafkah anak dan keluarganya. Setiap warga punya hak yang sama terhadap jalan.

“Kebutuhan mereka terganggu, aktivitas mereka tertunda. Ini menyebabkan kemafsadatan.”

Menurutnya, masjid-masjid yang tersedia cukup lebar. Seperti Jakarta, daya tampung Masjid Istiqlal itu luar biasa.

Kalau daya tampung Masjid Istiqlal sudah cukup besar, untuk apa melakukan shalat Jumat di jalanan? Ada Masjid Sunda Kelapa dan ada masjid lainnya di Jakarta, kata salah seorang dosen pengampu mata kuliah tafsir di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ia mengatakan bahwa demontsrasi itu hak warga yang dijamin konstitusi. Tetapi pelaksanaannya harus tetap menjunjung tinggi kemaslahatan umum. (Alhafiz K)

Sumber : NU Online