“BUAT SANG RAJA DIGJAYA“

198

ASMARANDANA

1. Ciciren satria leuwih,
pageuh nyekelan jangjina,
tara ngawangkong ngabohong,
sumawonna pala cidra,
estu bener ucapna,
kasanggupna ana metu,
dibelaan pegat nyawa.

(Ciri seorang satria sejati, teguh memegang janjinya, tidak berbicara bohong, tidak pernah ingkar janji, benar yang dikatakannya, kalau sudah menyatakan kesanggupannya, berani membela sampai mati)

2. Ciciren satria leuwih,
boga bakat tumarima,
katambah leber wawanen,
dina ngabelaanana,
ka sasama ka dunungan,
ka sakur nu enggeus nulung,
ku sagala kahadean.

(Ciri seorang satria sejati, berkesadaran ikhlas hati, dan penuh keberanian, rela membela sesama manusia dan kepada atasan, kepada siapa saja yang pernah memberinya pertolongan, dengan segala cara kebaikan).

3.Ciciren satria leuwih,
boga bakat karunyaan,
estu resep mere maweh,
nulungan ka nu sangsara,
melaan nu tanpa dosa,
hirupna pikeun tutulung,
resep kana kaadilan.

(Ciri seorang satria sejati, mempunyai rasa belas kasihan, senang memberi dengan tulus hati, menolong orang yang sengsara, membela orang yang tidak berdosa, hidupnya diperuntukkan untuk menolong, menyukai kepada keadilan).

4. Tara bedegong cirigih,
teu adigung adiguna,
estu pahing nyebut “dewek”
lemes budi basana,
matak sugemaeun semah,
babaturan pada lucu,
resep ku prakprakanana.

(Tidak keras kepala dan tidak berkelakuan menyebalkan, tidak sombong merasa paling hebat, tidak pernah mengatakan “dewek/gue”, halus budi bahasa, menimbulkan kebahagian para tamu karena kehangata/keramahannya, teman-teman menyenangi, menyukai perilakunya)

5. Tah kitu bakat sajati,
jauh tina pangarahan,
beunang disebut bolostrong,
teu aya pikir rangkepan,
ucap hate estu bruk-brak,
teu nyieun budi salingkuh,
teu hayang senang sorangan.

(Begitulah karakter sejati, jauh dari pamrih bagi diri sendiri, dapat dikatakan lugu apa adanya, tidak ada pikiran yang bukan-bukan, perkataan dan hati sungguh-sungguh terbuka, tidak menyembunyikan sesuatu/salingkuh, tidak menginginkan senang sendiri).

6. Tah kitu piwuruk aki,
patokan ka-Sumedangan,
babakuna handap asor,
mitutur kasatriaan,
make duduga peryoga,
nyingkahan ujub takabur,
teu agul ku kapinteran.

(Begitulah nasihat Aki, patokan/ajaran ka-Sumedangan, yang terutama adalah sopan santun, hormat, menuruti perilaku satria, menggunakan kearifan/kebijaksanaan, menjauhi keangkuhan dan takabur, dan tidak sombong karena merasa diri pandai).

7. Iyeu pepeling iseli,
dawuhan Taji Malela,
ngawuruk putra tur alon,
samulih putra peperang,
anu meh kasoran,
sanajanna Gajah Agung,
apes lantaran suaban.

(Ini adalah nasihat yang sebenarnya, ucapan/diucapkan Taji Malela, menasihati puteranya dengan suara yang lemah lembut, setelah puteranya pulang berperang, yang hampir saja perangnya kalah; meskipun Gajah Agung itu sial karena ketakaburannya/ sombong).

PEPELING PRABU TAJIMALELA

Praburesi Tajimalela (Panji Romahyang) adalah pendiri Kerajaan Sumedang Larang berkedudukan di Gunung Tembong Agung disebut pula Mandala Hibar Buana (kropak 410), segenarasi dengan Prabu Ragamulya , penguasa Kawali (1340- 1350 M); (Rintisan Penelusuran Sejarah Jawa Barat Jilid Keempat. Pemda Jabar 1983-1984)

Dalam ilmu KASUMEDANGAN , tokoh ini menjadi pusat kearifan. Apa dan bagaimana karakter yang harus dipunyai seorang SATRIA (dalam lingkup khusus: Pemimpin); saya salin selengkapnya dari karya tulis stensilan berasal dari Musium Prabu Geusan Ulun, bertitimangsa 31 Juni 1995, berasal dari R. Gandi Soeria Danoeningrat, yang berasal dari R.A.A Soeriadanoeningrat, tidak diketahui siapa penulisnya dalam bentuk puisi Pupuh Asmarandana.

Capung
Sumber : http://tangtungankujang.blogspot.com/2011/03/pepeling-prabu-tajimalela.html