Toleransi Agama dalam Keberagaman

510

Disusun Oleh: Taufiq Rahman*
Kiprah menyemai cinta pada sesama manusia kini mulai menjadi sesuatu yang tabu, beberapa fakta menyeruak mengisi bingkai alam sadar, pemimpin non muslim dicerca, gereja di Samarinda dihanguskan dengan beberapa nyawa melayang, kedamaian hidup dan kebebasan beribadah agama lain di Bandung yang diatur konstitusi Negara ini diusir dan dibubarkan.

Toleransi (Attasamuh) agama dalam keberagaman mulai dikoyak, padahal dalam merajut kehidupan berbangsa dan bernegara, manusia secara alamiah ingin diperlakukan adil, baik dan penuh kasih sebagaimana kita ingin diperlakukan. Kini perbedaan layaknya media untuk saling memusuhi, bukan untuk saling mengenal membangun dialog sehingga kedua pandangan maupun keyakinan, menjadi khazanah yang elok dipandang karena menjadi kesadaran.

Perilaku mengganggu adalah bukan akhlak yang diwahyukan Tuhan dan diajarkan Rosulullah Muhammad SAW. Wa Ma Arsalnaka Illa Rahmatan Lil ‘Alamin (Aku “Allah SWT” tidak mengutusmu “Muhammad SAW” kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta), sudah seharusnya memaknai rahmat dengan kepekaan hati (Riqqah Al-Qalb) dan kelembutan hati serta suka atau mudah memaafkan tanpa dipengaruhi dendam apalagi kebencian.

Keberagaman perbedaan suku bangsa atau kondisi masyarakat yang heterogen telah ada sejak Allah SWT menciptakan manusia, untuk itulah tentu seharusnya tidak perlu kaget dalam menyikapi segala wacana dan informasi yang makin menyudutkan kelompok minoritas dan yang berbeda dengan pandangan atau sesuatu yang diyakini. Mengakui realitas itulah yang membuat hidup menjadi tenang dan tentram, karena sejatinya permusuhan akan hanya menyebabkan hidup menjadi lebih tersiksa.

Selain pandangan yang berada dalam dua kutub berbeda baik liberal maupun konservatif dalam Islam, terdapat keyakinan pribadi dan kelompok muslim yang berada ditengah-tengah (Attawassuth) akan tetapi tetap tidak terbebas dari pandangan busuk segelintir orang yang mengatas namakan agama, karena dianggap sebuah kelemahan bahkan lebih dari itu melakukan pembelaan kepada kelompok agama lain karena dituduh tidak memiliki ketegasan bersikap. Padahal, kebebasan memilih adalah hak bahkan perbedaan keyakinan adalah sebuah kebebasan. Bukankah kisah Nabi Muhammad SAW atas orang yang sangat dicintai dan disayanginya tetapi tidak berkehendak mengikuti ajaran dan keyakinannya dalam beragama, tidak membuat Rosulullah Muhammad SAW menjadi berbuat tidak adil,sehingga Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya QS. Al-Qashas ayat 56, Kamu Muhammad tidak bisa memberikan petunjuk (keimanan) orang yang kamu cintai tetapi Tuhanlah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakinya.

Perbedaan pada ummat manusia yang hidup dibumi adalah sebuah keniscayaan, seberapa kuatpun kita menawarnya, hal itu akan tetap menghiasi kodisi kehidupan kita di dunia. Akan tetapi, menjadi tidak sesuai fitrah dan ajaran-Nya jika kita menjadi dzalim dan tidak adil pada setiap orang yang berbeda faham, keyakinan dan pandangan. Karena jika tetap diterabas itu niscaya telah merenggut hak-hak dasar kita sebagai manusia. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah Ayat 8.
‘Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’.

 

Berbuat adil menjadi pahit jika didasari kepentingan pribadi yang menguasai, sebaiknya letakkan segala kehendak pribadi yang seolah benar sendiri kemudian mengabaikan kepentingan orang lain. Terdapat kaedah fiqh yang terkenal dalam kitab hadits syarh Misykat Almashabih dimana dituliskan, ‘Manusia menghukumi orang hanya berdasarkan fakta lahir, hanya Allah SWT semata mengetahui hal-hal yang tak kasat mata’. Untuk itu berhentilah mengajak dalam kebaikan dengan cara-cara kasar, memaki apalagi menghina, terutama bagi sesama muslim.

 

Allah SWT telah memberikan kesaksiannya terhadap kepribadian Nabi Muhammad SAW yang agung tersebut dalam QS Ali Imron ayat 159. Maka disebabkan rahmat bagi Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada  kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya.

 

Islam datang membawa perdamaian dan menentukan jalan hidup yang bijak, bukan kericuhan atau bahkan kerusakan yang merugikan orang lain atau Negara ini, bahkan sesungguhnya Islam sangat menjungjung tinggi hak hidup masyarakat yang beramagama, berbangsa dan bernegara untuk saling mencintai. Karena hal paling prinsip dalam kehidupan adalah saling memahami, menghormati bukan saling menghakimi dan merendahkan, bukankah nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak bukan menghakimi kafir yang belum sempurna akhlaknya, hal demikian semata-mata karena Islam adalah As-salaam yang berarti perdamaian.

Seperti yang diungkapkan oleh syeikh Wahbah Az-zahaili seorang pakar ahli hukum syiria bahwa ada lima dasar toleransi dalam Islam, pertama (Al-Ikha Al-Insani) dasar kemanusiaan, kedua (AlI’tiraf bi Al-Akhar wa Ihtiramuh) penghormatan terhadap yang lain, ketiga (A-Musawah baina An-Nasjaimi’an) Kesetaraan semua manusia, keempat (Al-‘adl fi At-Ta’mul) keadian sosial dan hukum, kelima (iqrar Al-Hurriyag Al-Munazzamah) kebebasan yang diatur oleh undang-undang, dan dengan semua itu Salaam dan Islam bertemu untuk keamanan, ketentraman dan kedamaian.

Pesan kerakhmatan dalam Islam tersebar dalam teks-teks Islam baik dalam Alqur’an  maupun Alhadis. Kata rahmah, rahman yang berarti welas asih disebut berulang-ulang dalam jumlah yang begitu besar, lebih dari 90 ayat. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya, sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi niscaya Tuhan (Allah SWT) akan menyayangimu. Begitu juga ayat yang menganjurkan toleransi dalam hidup beragama bermasyarakat berbangsa dan bernegara, seperti QS. Arrum ayat 22, QS. Alhujarat ayat 13, QS Yunus Ayat 99, QS. Almaidah ayat 48 dan QS. Yusuf ayat 67.

Selain itu juga hadis Nabi Muhammad SAW tentang hidup damai dalam masyarakat plural banyak disabdakan, seperti Bu’istu bilkhanifiyyati assamkhati ‘Aku (Muhammad SAW) diutus Tuhan (Allah SWT) untuk membawakan agama yang lurus dan toleran’ dan Ukhibbul ‘adyani ilallahil Khanifiyyati assamkhati ‘ Agama yang paling dicintai Allah SWT adalah agama yang lurus dan toleran.

Bukan hanya agama yang mengatur berbuat baik kepada sesamanya, akan tetapi sistem demokrasi yang dianut Bangsa Indonesia memberikan hak seluas-luasnya yang diatur dalam Undang-undang dasar (UUD 1945), dalam pasal 28 E ayat 1 tertulis ‘Setiap orang bebas memeluk agama manapun dan beribadah menurut agamannya,n Begitu juga dalam ayat keduanya dimana tertulis setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya. Dalam Pasal 29 ayat 2 UUD juga menyebutkan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masning dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Demikian salah satu tokoh ulama terkemuka KH Husein Muhammad menuliskan dalam sebuah bukunya toleransi Islam, ‘Agama hadir untuk mewujudkan etika-etika kemanusiaan, kedamaian, kebaikan dan cinta, bukan untuk merusak, membodohi dan menbenci. Untuk itu berhentilah menjadi tuhan yang menghakimi seenaknya orang lain yang tidak sepemahaman, sesungguhnya perbedaan dan warna warni itu indah tanpa harus dihapuskan dalam muka bumi. Wallahu A’lam Bissowab.