Tokoh NU Bandung, KH Abdullah Cicukang Santri Hadratussyekh

432

Ansorjabar Online – Meski terbatasnya catatan yang mengungkap tentang peran ajengan-ajengan di Jawa Barat terutama yang berperan dalam menanamkan Nahdlatul Ulama, pada kisaran tahun 1930-an. Namun berkat majalah Al-Mawaidz, kita dapat mengetahui beberapa informasi mengenai KH Abdullah Cicukang.

Ajengan  KH Abdullah Cicukang, salah seorang kiai yang berperan pada muktamar NU Bandung tahun 1932. Dalam majalah Al-Mawaidz yang dikeluarkan cabang NU Tasikmalaya terdapat berita mengenainya.

Menurut laporan majalah tersebut, Ajengan Abdullah hadir pada kegiatan Ranting NU Nyengseret. Kegiatannya diisi dengan tabligh di sekolah agama Chaeriyah Gang Afandi, Bandung.

Majalah berbahasa Sunda tersebut melaporkan pada edisi tahun 1935 yang diterjemahkan sebagai berikut;

“Hadirin yang terdiri dari kaum bapak dan ibu berdesakan di luar dan di dalam rumah. Pukul 9 malam acara dibuka oleh Marzuki. Sementara yang hadir dari pengurus NU Bandung adalah SWAR Hasan, RH Dahlan dan Kiai H. Abdullah. Lagi-lagi penceramah Ajengan Ambri dari Bayongbong Garut. Sebagaimana biasa, acara dimulai dengan membaca Al-Qur’an. Kali ini oleh KH Abdullah,” tulisan di majalah Al-Mawaidz.

Kemudian diketahui bahwa Ajengan Abdullah ini merupakan santri langsung dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Ajengan telah belajar dan menjadi santri di Tebuireng sejak 1918 hingga 1926.

Menurut salah seorang cucunya, Ketua PCNU Kabupaten Bandung, KH Asep Jamaluddin, Ajengan Abdullah saat menjadi santri Tebuireng turut serta dalam doa bersama untuk mendirikan NU. Tahun-tahun saat hendak mendirikan NU, Hadratussyekh mengajak para santrinya untuk memanjatkan doa untuk kesuksesan mendirikan organisasi NU tersebut.

Menanamkan NU di Bandung

Sepulang dari Tebuireng, sebagaimana rekan sejawatnya, KH Ahmad Dimyathi Sirnamiskin, Ajengan Abdullah Aktif di Nahdlatul Ulama.

Ketika pulang ke rumahnya, di kampung Ciheulang, Ciparay, Kabupaten Bandung, ia memperkenalkan NU kepada orang tuanya sendiri, Ajengan Husein. Meski awalnya ditolak,  Ajengan Abdullah terus berusaha menjelaskan NU hingga akhirnya diterima.

Sementara itu sebutan Ajengan Abdulah Cicukang muncul karena Ajengan Abdullah tinggal di kediaman istrinya, daerah Cicukang, Kota Bandung.

Pada tahun 1935, majalah Al-Mawaidz melaporkan ada kegiatan NU di Ciheulang Ciparay yang dihadiri pengurus-pengurus NU Cabang, di antaranya KH Ahmad Dimyathi Sirnamiskin. (RA)