Surat Cinta Untuk Mas Menteri

125

Surat Cinta Untuk Mas Menteri

Mas menteri yang saya hormati, kementerian yang dipimpin oleh anak muda seperti mas pastinya sangat dinantikan oleh Masyarakat Indonesia. Terlebih oleh kami para regenerasi muda, karena dengan kata “muda” diharapkan mas menteri punya terobososan baru yang inovatif, cetar dan membahana.

Namun faktanya, kementerian yang dipimpin oleh mas menteri malah sedang disoroti pasca melakukan kegiatan seleksi terkait Program Organisasi Penggerak Kemendikbud, yang dimana setiap Organisasi yang lolos akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Kementerian mas menteri ini.

Kenapa disoroti? Karena Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdhatul Ulama memutuskan keluar dari Program Organisasi Penggerak.

Apa pasal? Keluarnya dua Ormas Islam terbesar di Indonesia dari Program ini membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan panen akan kecaman dan kritikan. Terlebih diduga ada yang salah dalam proses seleksi Program Organisasi Penggerak ini.

Mas menteri, harusnya selaku generasi muda kita harus belajar sejarah masa lalu. Karena Sejarah adalah bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lalu, dan untuk mengungkapkannya dapat melalui aktualisasi dan penetasan pengalaman di masa lalu.

Mas menteri, bukan bermaksud untuk menggurui namun sejatinya berdirinya Muhammadiyah didasari oleh faktor pendidikan.

Sutarmo dalam bukunya Muhammadiyah, Gerakan Sosial, Keagamaan Modernis mengatakan bahwa Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini didasari oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan ajaran Islam itu sendiri secara menyeluruh dan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar Islam. Maka pendidikan Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal yang mendasari Muhammadiyah didirikan.

Mas menteri, kita ketahui bahwa pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar sistem pendidikan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok adalah pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai dengan menggunakan metode sorogan (murid secara individual menghadap kyai satu persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh dan sang kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya. Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal yang tabu. Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar.

Dan yang kedua mas menteri adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan pelajaran agama tidak diberikan. Organisasi Muhanmadiyah lahir pada tahun 18 November 1912 tepat pada 8 Dzulhijjah 1330 H, jauh sebelum Indonesia Merdeka mas menteri.

Mas menteri, saya baca berita di beberapa portal media. Katanya program ini sudah dilaksanakan oleh mas menteri dengan prinsip transparansi, akuntabilitas dan independensi, yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat. Dan Kemendikbud tidak melalukan intervensi apapun kepada hasil tim evaluator yang menunjuk SMERU Research Institute sebagai Lembaga Independennya.

Sampai saat ini saya masih meyakini langkah keputusan yang di ambil mas menteri bagus, namun masih kurang mengayomi beberapa Organisasi Masyarakat yang jauh sebelum Indonesia merdeka sudah berkiprah dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Mas menteri, saya jadi teringat beberapa tahun lalu saya ikut program pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren saya. Yang dimana program ini juga dilakukan oleh banyak Pesantren NU di Nusantara, kebetulan saya ditugaskan di Wilayah Wonogiri tepatnya di Dusun Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo. Disana, kami 24 jam harus selalu siap mengajarkan apa yang kami dapat di Pesantren kepada Masyarakat. Tidak mengenal batas usia, dari anak-anak hingga kakek-nenek selama hampir satu bulan. Mas menteri, bukan bermaksud untuk menyombongkan diri ataupun menganggap mas menteri tidak memahami hal ini. Saya hanya jadi teringat saja, tugas bersama teman-teman alumni Pesantren di wilayah yang jauh dari Kota dan bisa ikut berbagi ilmu kepada Masyarakat sekitar. Dan ini sudah menjadi program NU dari turun-temurun mungkin dari zaman Kakek Mas Menteri dahulu.

Mas menteri yang saya hotmati, saya hanya ingin mengingatkan kiranya mas menteri lupa. Bahwa dua organisasi terbesar ini punya andil yang cukup besar dalam dunia pendidikan. Tanpa bantuan dari Pemerintah sebenarnya, Muhammadiyah dan NU sudah dapat berjalan dengan sendirinya. Namun, mas menteri selaku generasi muda kita harus punya sejarah yang baik ke depannya jangan sampai pasca mas menteri tidak menjabat kembali malah punya bad connection dengan dua ormas ini.

Mas menteri, saya ingin menutup surat cinta ini dengan dawuh Mbah Hasyim Asy’ari. “Membaca Buku Sejarah itu penting, namun membuat sejarah baru itu jauh lebih penting”. Saya berdoa semoga mas menteri bisa membuat sejarah baru yang akan dikenang baik oleh saya dan regenerasi setelah saya.

Salam Hormat dan Sayang Mas,

Azizian