KANG EMIL INTOLERAN … ? ( Pemprov Jabar Nir narasi deradikalisasi )

1180

Banyak kalangan yang menilai insiden penyerangan dan penusukan terhadap Menkopolhukam RI Wiranto adalah tindakan radikal dan biadab. Tidak dipungkiri, tindakan tersebut berawal dari pemikiran atau ekstrem, maka diperlukan strategi dan proses pemulihan dengan deradikalisasi.

Khusus untuk wilayah Jabar, Aktivis muda, Opik Taupikul Haq mengatakan, sebagai masyarakat yang sopan, agamis dan bersahaja, tidak berbanding lurus dengan tingginya angka intoleransi di Jawa Barat.

“ini kontradiktif dengan kultur budaya dan adat istiadat masyarakat pasundan, yang religius dan sopan,” ungkap Opik saat berbincang di kediaman Ketua Ansor Kota Tasikmalaya, Sabtu pagi (12/10).

Bahkan sangat disayangkan, berdasarkan survey, bahwa tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan ada yang melibatkan penyelenggara negara. lanjut Opik

Opik mempertanyakan, “Jabar ini selalu menjadi sorotan, bahkan sampai ke tingkat internasional. Dari berbagai penelitian, Jabar, provinsi dengan indek intoleran cukup tinggi, kenapa pemerintah daerah diam saja?,”

Menurutnya, anggaran Rp 45,268 triliun untuk APBD 2020 yang masuk pembahasan, perlu dipertanyakan, apakah tercantum program untuk deradikalisasi?

“APBD mengalami kenaikan tinggi, untuk deradikalisasi apakah jadi prioritas?” kembali Opik pertanyakan.

Ditanya terkait implementasi program Jabar juara, lebih keras lagi, Opik menganggap Gubernur terlalu disibukan dirinya sendiri.

“RK terlalu banyak pencitraan, sibuk dengan bermedsos dari pada memikirkan hal yang mengancam kerukunan, ya itu, radikalisme,” tegasnya.

Program keummatan pun, yang digagasnya jalan di tempat, sampai mana Kredit Mesra, One Pesantren One Product, One Desa One Hafidz?, tambah Opik.

Kembali terkait radikalisme, Jabar butuh pemimpin yang berdiri di atas segalanya yang mau mengayomi, bahkan memiliki ketegasan, berani bertindak tidak populis,” imbuhnya.

Opik menjelaskan, solusi saat ini, Jabar perlu program ideologisasi islam yang wasathiah, toleran, menghargai perbedaan yang menjadi basic berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya perhatikan, atas insiden Pak Wiranto ini, tidak ada rasa belasungkawa, atau menindaklanjuti seruan Presiden, pedahal ia pejabat negara. tandasnya

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyerukan masyarakat untuk bersama-sama memerangi radikalisme dan terorisme menyusul insiden penusukan yang menimpa Menkopolhukam Wiranto yang akan berkunjung ke Universitas Mathla’ul Anwar, Banten, Kamis (10/10) oleh oleh Abu Rara (51) alias SA, jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi.