Diaspora Santri’s of Civilization

151

Diaspora Santri’s of Civilization

Oleh HENDRA HIDAYAT, M.Pd.I.

 

Dalam konsep Islam, Iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga nenghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah swt.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, seharusnya Pendidikan Agama Islam, Pesantren dalam hal ini mendasari pendidikan-pendidikan lainnya serta menjadi primadona masyarakat, orang tua dan peserta didik. Percepatan arus informasi, globalosasi dan krisis multidimensional telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Termasuk terkikisnya nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut terjadi ketika masyarakat didikte untuk memasuki “kehampaan spiritual” yang membuatnya terasing dari diri, lingkungan dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Oleh karena itu, jika bangsa Indonesia ingin berkiprah dalam percaturan global, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah penataan SDM yang menyangkut aspek spiritual, emosional, kreativitas dan moral disamping aspek intelektual. Dalam hal ini GP Ansor memiliki konsep dakwah yang mengakomodir hal terserbut. Hal ini penting karena berbagai indikator menunjukan bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan SDM sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan. Meskipun kondisi yang ada saat ini bukan sepenuhnya kesalahan pendidikan.

Semua itu tantangan bagi pendidikan khususnya Pendidikan Pesantren. Karena kebangkrutan moral berkaitan dengan kegagalan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Sehubungan dengan hal itu PAI seharusnya diletakan bukan dalam posisi menolak perubahan, kemajuan dan pembaruan, tetapi bagaimana memlihara hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar mamapu membawa umat pada kemajuan dan pembaruan yang bermaslahat.

 

Sarungan’s of SMART

Misi utama yang akan dipikul komunitas santri dan tantangan besar yang akan terus berhembus tiada henti menuntut semua pihak melakukan upaya-upaya serius mengoptimalkan pengembangan potensi komunitas sarungan. Misi yang akan dipikulnya harus bisa terlaksana dengan baik. Tantangan harus dapat dihadapinya. Masa depan dimulai sejak hari ini. Dimulai dengan pengembangan kesadaran akan pentingnya masa depan. Kesadaran secara individu, institusi pendidikan agama, dan seluruh komunitas muslim. Lalu beranjak pada upaya mempersiapkan kecakapan semua pihak tersebut.

Secara individu, perancangan masa depan dapat dilakukan dengan menciptakan individu yang SMART. Smart dalam hal ini tidak diartikan dengan cerdas, tetapi akronim dari specialist, marketable, acceptable, rasionable dan theoritical and technological.

  1. Individu yang Specialist

Kehidupan masyarakat yang kompleks dan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan membawa pada persaingan hidup yang sangat ketat. Untuk memenangkan persaingan tersebut, seseorang membutuhkan keahlian khusus. Ini pun belum cukup. Pada keahlian khususnya itu, dia benar-benar berada pada papan atas. Jika dalam piramida kerucut yang dibagi menjadi tiga kolom, dia berada pada kolom teratas yang tentu sedikit kuantitasnya tetapi tinggi kualitasnya. Itulah yang akan memenangkan persaingan.

  1. Individu yang Marketable

Untuk memenangkan persaingan, keahlian khusus pun belum cakap. Perlu adanya media yang membuatnya bisa diterima pasar percaturan global. artinya keahlian dan kecakapan hidup yang dipilih ketika masa belajar, di masa depan konsumennya harus jelas, tidak asal pilih. Inilah yang oleh penyusun kitab Ta’lim Muta’allim disarankan agar sebelum memutuskan memilih salah satu bidang ilmu dan guru, seseorang harus bermusawarah terlebih dahulu agar di akhir kemudian tidak menyesal.

  1. Individu yang Acceptable

Dalam kehidupan masyarakat yang plural, sikap terbuka dan fleksibel dapat mengantarkan seseorang dapat diterima oleh banyak pihak. Menjadi pribadi yang terbuka dan fleksibel memerlukan wawasan yang luas. Wawasan yang luas dapat diraih dengan penguasaan ilmu pengetahuan agama sebagai pondasi dan ilmu pengetahuan umum yang heterogen secara tuntas dan komprehensif. Sementara sikap picik dan tidak menghargai orang lain lahir dari wawasan yang sempit dan penguasaan ilmu pengetahuan sepotong-sepotong. Selaiin itu, memnbuka akses pergaulan yang lujas pun dapat mengantarkan seseiorang accepted dikalangan masyarakat luas.

  1. Individu yang Rasional

Rasionable artinya dapat dipahami oleh akal sehat manusia, tidak disandarkan pada hayalan dan Khurafat. Ajaran Islam sesungguhnya rasional. Bahkan dalam hadits dikatakan agama itu adalah rasio, dan tidak sempurna agama bagi orang yang tidak memliki kemampuan rasio. Artinya bahwa agama itu mengandung hal-hal rasional dan kesempurnaan agama. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sikap rasional dalam menyampaikan ajaran agama sangat diperlukan. Objek dakwah para dai sekarang hampir mayoritas orang yang terpelajar yang rasionya telah diasah di bangku sekolah. Oleh sebab itu agama akan dengan mudah disampaikan oleh individu yang mampu berpikir rasional.

  1. Individu yang Theoritical atau Technological

Theoritical berarti suatu kecakapan memahami segala sesuatu berdasarkan teori. Dengan kata lain bersifat ilmiah sebab teori dirumuskan oleh manusia melalui ilmu pengetahuan, sebagaimana dikatakan Nurcholis Madjid, tidak lain hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal dan material, sehingga alalm ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Orang yang bertindak sebagai menurut ilmu pengetahuan berarti ia beritndak menurut hukum alam yang berlaku (Islam Kemodernan, 172). Jadi individu yang theoritical berbari individu yang memahami ilmu pengetahuan sebagai landasan dalam melakukan berbagai aktivitasnya.

* Penulis adalah Sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Sumedang. Jug Tenaga Pengajar di STAI UNSAP Sumedang.