Tentang Syariat dan Hakikat

426

Disebuah walimah, bertemu dengan guru mulia, putra dari guru mulia, murobbi ruhi. Beliau Agus Zainul Huda putra KH. Masbuhin Faqih, memberikan kami pemahaman yang luar biasa.

Terseok kami memahaminya, namun nanar mata kami menangkap makna. Inilah pemahaman yang begitu indah tentang ikhtilaf, tentang paradigma, penafsiran dan lebih dari itu, pembahasan ini juga soal kebenaran. Sesuatu rumit yang kerap diperdebatkan para filosof itu.

Mendedahkan suatu yang rumit itu, beliau memberikan kami gambaran cerita tentang nabiyullah Musa dan nabiyullah Khidir. Cerita yang kebanyakan orang faham, namun dalam pemahaman yang berbeda. Pemahaman yang benar-benar fresh.

Musa, beberapa riwayat mengetengahkan dihinggapi rasa sombong, tinggi hati atas kedudukannya. Segera saja Allah menegurnya, memintanya belajar kepada seorang hamba Allah, yang kerap diidentifikasi sebagai Khidir, sebagian menyebutnya Khadir. Dalam tafsir al Baghawi, disebutkan nama nabiyullah Khidir adalah Balya putra Malkan, dari Bani Israil.

Seperti cerita yang sering kita fahami dan dengar, begitulah banyak kejadian antara nabi Musa dan nabi Khidir. Bagaimana nabi Khidir melubangi perahu nelayan miskin dan membunuh anak kecil tak berdosa. Tentu saja, nabi Musa protes sejadi-jadinya. Karena dalam pandangan syariat, ini jelas salah, haram dan munkar.

Namun, sejurus kemudian nabi Khidir menjelaskan makna dan hakikat perbuatannya. Inilah ilmu baru yang hendak diajarkan nabi Khidir kepada Musa, tentu atas perintah Allah SWT, ilmu hakikat.

Pun itu, yang harus dipahami ketika melihat ikhtilaf para kyai dan ulama. Ketika Gus Dur dan kyai As’ad berbeda pendapat dan pada akhirnya Kyai As’ad mufaroqoh dengan kepemimpinan PBNU Gus Dur.

Atau diwaktu lain, Gus Dur dengan simbah yai Faqih. Yang juga berseberangan. Apalagi ketika Gus Dur mengikuti kebaktian di Gereja. Jelas secara syar’i ini ditentang habis oleh para kyai sepuh.

Lantas apa maknanya? Apa kyai As’ad dan simbah yai Faqih tidak mencerna hakikat perbuatan Gus Dur? Ataukah beliau-beliau tidak mengenal ilmu hakikat seperti Gus Dur?. Bukan juga. Beliau-beliau sama tahu, sama menyelami ilmu hakikat, sedalam-dalamnya.

Namun beliau-beliau harus memposisikan pada posisi yang benar, membela hukum syar’i. Agar orang awam tidak jatuh pada persepsi bahwa perbuatan itu sah, halal dan diperbolehkan dalam syariat. Hukum tetaplah harus berjalan sesuai hukumnya, tidak boleh kurang, tak boleh lebih.

Posisi ini nyata benar, Gus Dur pun nyata benar. Karena hasilnya jelas, terbinanya bhineka tunggal Ika, keberagaman dan persatuan bangsa. Disamping ternyata menarik orang mempelajari Islam dan pada akhirnya meyakini kebenaran Islam. Dua posisi ini sama benar. Karena Kyai As’ad dan simbah yai Faqih juga benar, dalam posisi membela syariat.

Seperti juga ketika Gus Miek, berdakwah dari diskotik ke diskotik. Ini harus dilihat dalam kacamata hakikat, bahwa mu’asyaroh itu dilakukan dalam kerangka dakwah. Dan Gus Miek serta Gus Dur, bukan sekedar khoriqul ‘adah, bukan sekedar sensasi, namun ikhlas dan guna agama serta kepentingan yang lebih besar.

Harusnya beginilah dakwah, ketika sebagian memegangi ilmu hakikat dalam dakwahnya, sebagian harus “menyelamatkan” pemahaman yang utuh tentang syariat bagi orang kebanyakan. Namun dalam dasar hati yang terdalam, sebenarnya mereka tidak bermusuhan.

Mereka hanya sedang mengambil bagian masing-masing, mempertahankan bagian masing-masing, dengan tetap mengutamakan husnud dzon dan saling mendoakan. Agar mereka yang saling berbeda kutub, sama-sama mendapati ridho, rahmat dan mencapai tujuan akhirnya.

Memahami bahwa sebagian orang terkasih Allah diberi kelebihan, karomah, adalah juga bentuk husnud dzon. Bahkan mungkin bagian dari percaya kepada yang ghaib. Dan itu diajarkan al Qur’an bahkan diawal surat al Baqoroh.

Mereka yang meyakini hal yang ghaib, adalah termasuk orang bertakwa dan setelahnya pasti mereka beruntung (muflihun).

Maka, inilah syariat dan inilah hakikat. Dua bagian agama yang harus ditempatkan sesuai porsi masing-masing.

Menyarikan pembahasan yang tinggi begini, dari beliau yang alim dan berilmu tinggi sebenarnya agak mengkhawatirkan.

Khawatir salah menangkap makna dan isyarat kebenarannya. Tapi ini adalah ikhtiyar, sebuah hadiah dan doa, yang semoga membersamai beliau ketika sedang menunaikan ibadah Umroh.

Semoga beliau, romo Kyai dan keluarga beserta keturunan beliau senantiasa diberikan kesehatan dan kemuliaan oleh Allah SWT. Doakan kami gus, para santrimu…

Muhammad Asrori
UNISLA Lamongan.

Kader Ansor Lamongan