PMII Kabupaten Bandung Gelar Diskusi KPAI Mendengar

99

BANDUNG (Anaorjabar online) –  Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Bandung acara ‘Komisi Perlindungan Anak Indonesoa (KPAI) Mendengar’, di Graha Pergerakan, Selasa (12/09/2017). Acara yang bertema ‘Berantas Kejahatan Seksual Anak Sejak dalam Pikiran’ menghadirkan Ai Maryati Solihah dan Susiana Effendy di mana keduanya merupakan Komisioner KPAI. Serta aktifis sosial, Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip), Yanti Sri Yualiani.

Diskusi hadir juga para peserta komisariat dibawah naungan PMII Cabang Kabupaten Bandung. Diantaranya, komisariat Al-Jawami, Komisariat UIN Bandung, Komisariat Darul Falah, Komisariat Unibba dan Komisariat Baitul Arqom.

Menurut Ai Maryati terjadinya pemerkosaan anak dibawah umur, tidak ada tersangka dalam kasus tersebut. Namun, keduanya masuk ke dalam korban.

”Keduanya diakibatkan dari kelalaian yang dilakukan oleh orang tua, seperti kurangnya pengawasan orang tua dan sistem yang  terjadi di lingkungan masyarakat,” kata Ai Maryati saat diskusi, Selasa (12/9/2017).

Hal lainnya, penggunaan media elektronik oleh anak yang tanpa pengawasan dari orangtua. Selanjutnya,  pola asuh orang tua menjadi sangat penting guna terbentuknya karakter anak yang baik dan terarah secara sistematis sesuai usianya.

“Pengasuhan yang baik, sepatutnya harus ada contoh yang real dari orang tuanya,” ujar Ai yang sempat menjadi Ketua Korps PMII Puteri (KOPRI).

Dia mengungkap, anak-anak juga harus mulai dikenalkan dengan alat-alat vital yang mereka miliki. Dengan tujuan agar mereka mampu menjaga dan melindungi alat vitalnya tersebut. Selain itu, mereka akan paham bahwa ada batasan-batasan yang mesti mereka batasi.

Dia menegaskan, para orangtua harus memahami karakter anak yang bersifat imitasi (meniru). Anak-anak cenderung akan meniru dari apa yang telah mereka lihat dan dengar.

”Dalam penggunaan gadget, jangan sampai melarang anak-anak untuk menggunakan gadget. Sebab, hal itu akan membuat anak-anak akan mencuri untuk menggunakannya,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Susianah Affandi menjelaskan pemberantasan kekerasan seksual perlu dilakukan sejak dalam pikiran.

”Karena pikiran merupakan awal mula transformasi informasi, yang kemudian akan dilanjutkan ke seluruh anggota tubuh lainnya,” jelasnya.

Selain masalah pola asuh dan sosial media, unsur budaya pun ikut berperan dalam kejahatan seksual.  Misalnya terjadinya perkawinan anak dibawah umur, yang mengakibatkan perceraian. Hal ini akan sangat merugikan bagi kaum perempuan, karena perempuan dibawah umur belum memiliki pengetahuan yang luas mengenai dunia luar. Pada akhirnnya tidak jarang janda-janda muda tersebut lari menjadi seorang Pekerja Seks Komersial (PSK).

”Untuk itu, hak hidup dan hak asuh anak pun harus tetap menjadi prioritas,” tegasnya.

Hal lainnya, harus ada kesepakatan antara anak dan orangtua. Orangtua tidak perlu mendikte lagi anak dalam pola asuhnya. Anak-anak memerlukan sejumlah kesepakatan dari orangtuanya. Hal itu dapat menumbuhkan kepribadian yang baik pada anak.

Terakhir menurut aktifis sosial Yanti Sri Yuliani, dalam pengasuhan anak terdapat beberapa hal yang diperhatikan. Pertama, kepentingan yang menyangkut anak dan hak hidup serta tumbuh kembang anak.

”Hal terpenting lainnya adalah prinsip pengasuhan anak. Siapa saja yang berada di samping anak,” pungkasnya. (Nita Nurdiani)