Menonton One Punch Man

234

Saitama, seorang tokoh utama dalam anime itu menjadi merasa bosan dengan kekuatan super yang ia miliki. Saitama tidak mengerti kenapa kekuatannya bisa begitu dahsyat sehingga ia dengan mudah mengalahkan seluruh musuhnya yang merupakan mutan atau monster dengan hanya satu pukulan.

Awalnya Saitama adalah makhluk biasa, manusia biasa yang penuh dengan kelemahan dan tidak menyadari kelebihannya. Namun karena cita-citanya yang luhur, dengan berlatih setiap musim dan bersungguh-sungguh, Saitama berhasil mewujudkan cita-citanya untuk menyelamatkan dunia ini dari segala kejahatan.

Saya berhasil menonton anime itu selama kurang lebih tiga jam. Episode film yang singkat tetapi berhasil membuat siapapun yang menyaksikannya merasa bertanya-tanya, kejahatan apa yang sekiranya tidak bisa diselesaikan oleh seorang lelaki berkepala plontos dengan nama Saitama itu?

Lalu kenapa saya berani sekali mengirim tulisan tidak penting ini kepada pwansorjabar? Ingin kujelaskan akhi, sebenarnya menonton One Punch Man atau serial kartun apapun kini menjadi lebih penting daripada membicarakan keadilan dan pentingnya saling menghargai dalam keberagaman, baik itu tentang keagamaan, pemikiran, atau lain sebagainya. Bukannya apa-apa, akhi, pasalnya, keadilan dan nilai penting saling menghargai dalam perbedaan harus sudah selesai dibicarakan.

Orang-orang hanya perlu mengaplikasikannya saja pada kehidupan sehari-hari. Dan akhi tidak mesti memercayai mereka yang berisik membicarakan hal itu adalah mereka yang sudah mengaplikasikannya dalam berkehidupan.

Di zaman yang penuh kebencian ini, akhi, sebenarnya akhi hanya bisa menjelaskan kebaikan melalui perilaku yang sebagaimana telah Rasul lakukan. Atau kalau mungkin dengan mencontoh perilaku Rasul dirasa sulit dan hal yang mungkin bisa dikatakan tidak mungkin, akhi bisa mencontoh perilaku Gus Dur dalam hal menghargai perbedaan. Saya tidak perlu menjelaskan kenapa akhi harus meneladani Gus Dur atau Abdurrahman Ad-Dakhil itu.

Abdul Aziz, seorang mahasiswa program studi Tafsir Hadits IAIN Surakarta, dalam tulisannya berjudul “Mengenal Identitas dan Meneladani Pemikiran Gus Dur” mengatakan, dari Ali Masykur Musa (2010), ia menjelaskan bahwa agama bagi Gus Dur bukan hanya doktrin yang kaku dan mati. Agama, sebagai hak fitrah yang melekat pada setiap manusia, merupakan hidayah dari Allah SWT yang berperan penting dalam pembentukan pola pikir, sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi akhi harus mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa ini selain daripada ketenangan. Ketenangan, akhi, sesungguhnya akan mejadi tempat berlindung dari segala kebencian, ketakutan, dan kebodohan yang sedang hangat dan ramai dibicarakan.

Menonton film lucu yang bernas dan memiliki nilai guna dalam berkehidupan seperti menonton film anime One Punch Man yang digawangi oleh tokoh lelaki berkepala plontos dengan nama Saitama, misalnya. Saitama mengajarkan akhi agar supaya berusaha dengan sungguh-sungguh jika akhi ingin mencapai apa yang dicita-citakan akhi.

Dan sebab dengan menonton film, akhi tidak akan menemukan agama, China, PKI, penistaan, perdebatan tokoh pahlawan dalam uang baru; Jilbab Cut Meutia, ketidaktahuan tentang perjuangan Frans Kaisiepo, dan lain-lain.

*Muhammad Syamsul, atau yang biasa dikenal dengan panggilan Kacung ini adalah mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Nama kacung membuatnya berpikir untuk menciptakan sebuah paham Kacungisme. Seperti arti dari nama ‘Kacung’, paham ini membawa manusia kepada jalan persaudaran dengan membantu satu sama lain. Penulis merupakan bagian daripada PMII Cabang Kab. Bandung.