Haji dan Umroh Murokkab?

142

Oleh Imam M Fathurohman
Ketua PAC GP Ansor Cicalengka Kab Bandung

Bagi kebanyakan orang di Indonesia, berangkat haji sekali seumur hidup merupakan berkah teramat luar biasa, karena bagi kaum muslimin dapat melaksanakan rukun islam yang kelima ini merupakan sebuah kesempurnaan, setelah syahadat, sholat, puasa dan zakat.

Namun, untuk orang-orang yang berkemampuan lebih, berangkat ke Baitullah sudah seperti ibadah rutin, kalau tak ada antrian dalam melaksanakan ibadah ini, mungkin setiap tahun mereka bisa berangkat, mereka seperti sudah menemukan arti rindu yang sesungguhnya, sehingga ketika kembali ke Tanah Air, mereka selalu mengatakan nikmatnya ibadah di Tanah Suci, tanah kelahiran Nabi, tanah Islam berawal, dan ingin kembali untuk melaksanakan ibadah di sana.

Bayangkan, menurut data kementerian agama, di tahun 2022 satu juta jama’ah lebih dari Indonesia berangkat melaksanakan ibadah haji dan umroh, dan saya kok agak yaqin, ada seperempat entah lebih dari angka tersebut yang berangkat kesana berkali-kali.

Ketika banyak anak yatim terlantar, puluhan ribu orang menjadi tunawisma akibat bencana alam, balita busung lapar, rumah Allah roboh, orang terkena pemutusan hubungan kerja, orang makan nasi aking dan banyak rumah yatim dan bangunan pesantren terbengkalai, lalu kita pergi haji atau umroh kedua atau ketiga kalinya, maka kita patut bertanya pada diri sendiri, apakah umroh dan haji kita itu memang benar karena melaksanakan perintah Allah?

Lalu?
Apa dengan berangkat ke Tanah Suci berkali-kali membuatnya merasa semakin Suci?
Apakah dengan berangkat ke Tanah Suci setiap tahun Surga terjamin untuknya?
Atau dengan berangkat ke tanah suci puluhan kali semakin sempurnalah agamanya?
Ataukah haji dan umrohnya hanya untuk menaikan pamor di tengah-tengah masyarakat?
Hanya ingin memperjelas status sosialnya?
Ataukah? akh untuk orang yang tak pernah pergi ke sana, mana bisa merasakan perasaan yang berulang kali menginjakan kaki ditanah penuh sejarah itu.

Andai saja, setiap dari mereka yang berulang-ulang pergi ke Tanah Suci mendermakan ongkos umroh dan hajinya bagi orang-orang yang tak mampu demi memperbaiki nasibnya, mungkin setengah kemiskinan di Indonesia dapat sedikit teratasi.

Mengutip salah satu puisi Gusmus berjudul “Selamat Tahun Baru”

“Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material, membuang uang kecil dan dosa besar. Lalu pulang membawa label suci asli made in saudi ‘HAJI’.”

Untuk mereka yang berangkat, semoga selalu diberi kesehatan ketika diperjalanan pergi maupun ketika pulang, khusu’ di saat melaksanakan ritual keagamaannya, diterima amal ibadahnya, menjadi haji mabrur, dan semoga ketika pulang kembali ke Tanah Air menjadi orang yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Editor : Ilham Abdul Jabar