” Full day school ” Penduniawian Pendidikan

42

Oleh : Ricki Asegaf (Ketua PC GP Ansor Kota Tasikmalaya)
Pendidikan sebagai upaya membentuk karakter manusia, hal ini menjadi jawaban akan pernyataan ” manusia sebagai mahluk terbaik di muka bumi ini “. Pendidikan hari ini di hadapkan pada kondisi dan situasi yang cukup sulit, pendidikan di haruskan mencetak kader bangsa yang lebih baik, kader bangsa yang hebat dengan mental dan karakter yang hebat pula untuk membentuk bangsa yang ” baldatun toyyibatu warubbun ghofur ” . Tentunya hal ini tidak bisa di raih hanya dengan mengunggulkan satu jalur pendidikan saja.

Pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam menciptakan generasi bangsa yang unggul. Mengukur suksesnya pendidikan membutuhkan waktu yang sangat lama, karena pendidikan bukan semata belajar ilmu saja tetapi bagaimana membuat manusia mampu memberikan manfaat untuk masyarakat, karena itulah makna dari sebuah ” Tarbiyah ”

Berbagai konsep pendidikan yang di tawarkan oleh para pakar pendidikan termasuk ” Full Day School ” yang hari ini akan dinluncurkan oleh kemendikbud, Semua ini tiada lain untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana di amanatkan dalam undang – undang, tetapi pada akhirnya semua akan bermuara pada bagaimana perubahan karakter manusia, perubahan akhlaq manusia.

Rencana pemerintah akan menerapkan ” Full day School ” pada tingkat pendidikan dasar kiranya ini bertolak belakang dengan budaya dan tradisi pendidikan Indonesia, bahkan tidak relefan dengan ” almuhafadhotu ‘ala qodimi sholih, wal’ahdu bil jadidi ashlah “. Jangan lalu kemudian menerapkan hal yang baru, sedangkan hal yang lama yang baik tidak di rawat. Seharusnya Mendikbud merumuskan formulasi pendidikan yang menguatkan pendidikan umum dan pendidikan diniyah, bukan malah mengkebiri pendidikan diniyah dengan Full day school.

” Full day school ” akan menjadikan sebuah proses ” Penduniawian Pendidikan ” . Yang akan mempersempit arti pendidikan ( ” Tarbiyah ” ) dengan memudarkan nilai keyakinan, keluhuran budi pekerti, padahal nilai keyakinan, susila, budi pekerti, adalah penopang berlangsungnya ketaatan pada hukum agama, ketundukan pada kebenaran akidah dan kesediaan memelihara akhlak mulia yang selalu di gembor – grmborkan kemendikbud dengan istilah ” berkarakter ” .

Dengan penduniawian pendidikan ini, bukan hanya akan mempersempit , mengkebiri ruang gerak pendidikan agama , malah akan memporak porandakan dengan terbaginya menjadi dua wilayah pendidikan agama : yaitu wilayah pendidikan agama yang ” biasa – biasa saja ” pendidikan informal ( sekolah diniyah ) yang tidak memiliki arti strategis, dan wilayah ” Vital ” pendidikan formal ( Sekolah Dasar ) yang menjadi tumpuan harapan.

Penduniawian Pendidikan Ini mau tidak mau kemudian dianggap sebagai ” Wilayah Gawat ” ketika pendidikan di gunakan hanya untuk mencapai tujuan duniawi saja, mencari kepandaian pribadi saja, tidak untuk kemanfaatan, mengabdi kepada orang banyak.

Kita tahu bahwa pendidikan tertua dan sistem pendidikan di Indonesia yang telah terukur adalah pendidikan berbasis pesantren. Kita tahu Ketika dahulu setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan nya, kondisi Pendidikan masyarakat Ibdonesia sangat memprihatinkan hampir 70% warga masyarakatnya buta huruf, tetapi hari ini kita ketahui bersama, perkembangan pendidikan sangat pesat , Indonesia mampu bersaing dengan negara lain dalam berbagai hal, Indonesia tetap aman , nyaman , dan tentram semua ini tiada lain atas jasa para pejuang pendidikan terdahulu yang selalu mengedepankan pengabdian untuk masyarakat banyak dan tidak mendikotomi pendidikan karena pendidikan memiliki nilai nilai yang sama.

Saya teringat dengan gusdur ketika itu beliau mengutif statemen Imam Syafei, beliau menyebutkan ” man arafa tarikh zada aqluh ” barang siapa tahu sejarah maka akalnya akan bertambah bijak ” . Maka dengan begitu kita hanya bisa menyaksikan sejarah jualah yang akan menentukan apakah kerja yang di lakukan memiliki nilai atau tidak. Semoga Pendidikan di Indonesia selalu ada dalam lindungan Allah SWT. amiin