Cerdas Menangkal Hoax

82

Garut, (ansorjabar online)
Media sosial rentan menyebarkan hoax, bukab hanya media sosial, tak dapat dipungkiri bahwa media konvensional yang telah resmi diakui oleh dewan pers juga rentan menyebarkan hoax.

Hal tersebut disampaikan oleh Pemimpin Umum LPM Suaka UIN SGD Bandung, Isthiqonita dalam kegiatan Halaqoh Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Respect and Dialogue (Ready) Garut, di Pesantren Pulosari, Limbangan, Kabupaten Garut, Minggu (21/5/2017).

Isthi mengungkapkan terkait tujuan hoax diciptakan diantaranya; untuk lucu-lucuan, fungsi ekonomi, pengalihan isu, serta startegi untuk melemahkan golongan tertentu dan strategi untuk menguatkan golongan tertentu.

“Jika ada informasi misalnya ular berkepala manusia, orang-orang tertarik dengan hal itu, padahal bohong. Itu fungsi hoax untuk lucu-lucuan,” ujar Isthi.

Sedangkan hoax yang berkaitan dengan fungsi ekonomi, Isthi mencontohkan tentang postingan di media sosial yang meminta pengguna Facebook untuk like dan share postingannya.

Jika akun tersebut laku, maka si pemilik akun menjual akun tersebut. Sedangkan tujuan hoax yang berbahaya digunakan untuk melemahkan golongan tertentu dengan isu-isu palsu terutama berbau SARA.

“Biasanya hoax ini muncul ketika Pilkada,” tambah pengurus Pimpinan Wilayah IPPNU Jawa Barat kelahiran Garut tersebut.

Di tengah pemaparannya terkait hoax, Ia menyesali tindakan beberapa media yang meliput kejadian di Tolikara tahun 2015 lalu ketika Idul Fitri, dimana terjadi insiden terbakarnya kios lalu merembet ke Masjid.  Kala itu terdapat dua media mainstream yang meliput kasus tersebut tanpa konfirmasi lebih mendalam. Hal tersebut memicu praduga sehingga berujung dendam dengan pembakaran Gereja Injili di Solo dan pembakaran pintu Gereja Kristen di Puworejo.

“Hal tersebut menandakan bahwa media juga berperan menyulut perpecahan,” ujar Isthi.

Untuk mengatasi hoax, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama menjadi masyarakat yang cerdas internet.

“Bisa dilakukan dengan mengecek nama domain, cek informasi kontak dari domain jika menemukan informasi, dan tidak latah untuk membagikan setiap informasi yang didapat,” paparnya.

Yang paling penting ialah mengenal latar belakang portal berita tersebut berpihak kepada siapa.

Selanjutnya Isthi menyarankan menjadi masyarakat yang cerdas media atau yang kerap diistilahkan dengan literasi media. Sehingga masyarakat memahami perihal framing atau sudut pandang berita yang dilatarbelakangi oleh kepemilikan media tersebut.

Budaya literasi yang tinggi menjadi cara selanjutnya untuk menangkal hoax, dengan literasi, masyarakat akan menemukan berbagai perspektif sehingga akan lebih bijak dalam menanggapi sesuatu.

Kemajuan teknologi juga harus dimanfaatkan untuk membentengi diri dengan hoax, kini terdapat web aplikasi bernama hoaxanalyzer.com.

Melalui hoaxanalyzer  pengguna bisa memasukan informasi dari internet berupa teks atau gambar, untuk kemudian diidentifikasi apakah konten tersebut hoax atau tidak.

Perempuan berkacamata tersebut berharap apa yang ia sampaikan, akan disampaikan pula oleh peserta Halaqoh.

“Sebagai langkah kecil dalam menanggulangi hoax yang kian hari sulit dibendung,” pungkasnya.

Sementara itu, salahsatu peserta Halaqoh Kebangsaan, Acu Alan mengatakan bahwa dirinya bersyukur bisa ikut acara tersebut.

“Ternyata selama ini saya juga sering nge share berita berita hoax,” akunya.

Kedepannya, dia akan berhati-hati dalam menyebarkan berita-berita yang banyak beredar di media sosial. (idham)