Ansor Sesalkan Intoleransi oleh PAS

181

Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nahdlatul Ulama Kota Bandung menyesalkan peristiwa penghentian kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal di Gedung Sabuga Kota Bandung oleh sekelompok massa yang menamakan dirinya sebagai Pembela Ahlus Sunnah (PAS) pada Selasa, 6 Desember 2016 lalu. Hal tersebut dinilai sebagai tindakan intoleransi dan menodai kebinekaan.

Ketua GP Ansor Kota Bandung, Aa Abdul Rozak menegaskan jika dalam Negara Kesatuan Kepublik Indonesia, harusnya kita sudah terbiasa dengan perbedaan dan bersikap saling menghargai.

“Yang membidangi lahirnya bangsa ini adalah putra-putri terbaik bangsa yang terdiri dari multi etnis, suku, dan agama. Harusnya kita sudah terlatih untuk saling menghargai. Saling toleransi,” kata Aa Abdul Rozak.

Menurut Rozak, setiap umat beragama di Indonesia berhak menjalankan ibadahnya tanpa ada halangan sesuai yang diatur dalam undang-undang. Berkaitan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, menurut Rozak, soal izin itu ditujukan bagi pendirian tempat ibadah, bukan kegiatan beribadah.

“SKB tiga menteri itu untuk izin mendirikan tempat ibadah. Kalau untuk kegiatan beribadah tidak perlu izin, tapi cukup pemberitahuan. Begitu juga kan yang kita biasa lakukan saat menyelenggarakan tablig akbar, atau sholat iedul fitri di jalan,” tambahnya.

Rozak juga menyoroti sikap petugas kepolisian dalam peristiwa itu. Menurutnya aksi penghentian KKR Natal 2016 tidak akan terjadi jika polisi bertindak tegas dengan mencegah massa PAS untuk masuk ke dalam gedung, yang tengah dipenuhi umat kristiani itu.

Minggu (11/12) lalu, Presiden Joko Widodo bersilaturahim dengan pengurus dan anggota GP Ansor di Jakarta, sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Presiden berpesaan agar GP Ansor tetap memegang teguh semboyan “Hubbul Wathon Minal Iman” (mencintai negara adalah sebagian dari iman), sebagai komitment untuk menjaga pancasila dan mempertahankan NKRI.

Seumber : PrFm