PMII UIN SGD Diskusikan Politik Identitas Dan Masa Depan Demokrasi

244

Cibiru, (ansorjabar online)

Proses konsolidasi demokrasi yang dibangun sejak awal reformasi dengan sistem dan perangkat demokrasi yang ada masih mengalami jalan terjal seiring dengan masih kentalnya politik identitas yang dibangun ditengah ruang publik sehingga menihilkan dimensi ekonomi politik struktural menyangkut kemiskinan, ketidakadilan dan diskriminasi sosial yang dialami oleh warga masyarakat. Kondisi ini semakin menggejala seiring pesatnya teknologi informasi terutama melalui media sosial (medsos).

Wacana ini mengemuka dalam diskusi rutin yang diselenggarakan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat UIN Sunan Gunung Djati, Rabu (05/04/207) di Sekber PMII Kabupaten Bandung, Jalan Manisi, Cibiru, Bandung. Hadir sebagai narasumber Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Dudang Ghazali, MA dan Pengurus Ansor Jawa Barat Edi Rusyandi.

“Hari-hari kita menjadi bising oleh perseteruan yang dibungkus dengan sentimen isu Sara terutama di era medsos saat ini. Berbagai kekuatan politik dengan sedemikian rupa berlomba dan menggorengnya, yang sesungguhnya semata-mata demi memuaskan syahwat dan kepentingan politiknya”, kata Dudang.

Jualan isu Sara terutama agama, kata pria yang juga pengurus NU Jawa Barat ini, menjadi alat yang cukup epektif bagi pelaku politik untuk memancing emosi ummat beragama.

“Kita semakin terenyuh ketika khotbah dan panggung keagamaan menjadi media propaganda untuk menyingkirkan sesama saudara dan anak bangsa”, ucapnya.

Sementara itu Edi Rusyandi mengemukakan bahwa aspirasi yang didasarkan pada politik identitas merupakan hak demokrasi, namun jika diungkap terdapat proses ideologisasi yang bisa jadi menjadi ancaman bagi demokrasi itu sendiri yang mengandaikan hak dan kedudukan yang sama pada setiap warga Negara.

“Ini sesungguhnya menjadi tantangan demokrasi itu sendiri. Pada satu sisi itu adalah hak. Namun dibalik itu, terdapat muatan ideologisasi yang dapat mempertentangkan antar elemen sosial masyarakat, yang tidak hanya antar haluan identitas yang berbeda bahkan telah mengarah pada penganut identitas (agama) yang sama. Seperti dalam kasus pelarangan menyolatkan jenazah karena bedanya pilihan”, terang Edi.

Kontestasi politik, menurutnya tidak lagi menjadi ruang yang sehat untuk menawarkan gagasan dan program politik dalam soal pelayanan publik namun direduksi menjadi isu sektarianisme.

Selain diskusi, acara ini semakin menarik dengan diisi pentas seni musik dan puisi dari Komunias seni kader PMII Kabupaten Bandung yang disuguhkan oleh Agi Gimafara dari The Kocaks dan Kalis Romi Tanji dari Kerajaan Sanggar Obor. (Rangga)