Peran Perempuan dalam Pendidikan

580

Oleh : Dhila nuraeni azzuhri

Dunia pendidikan dewasa ini menjadi momok yang penuh dengan problema yang mengitari. Sistem pendidikan yang konyol, nilai UAN yang terus dipertanyakan, mahalnya biaya pendidikan, fasilitas kurang, dan setumpuk problema lain dengan jumlah yang tidak sedikit. Dan, sebagai tonggak barometer sebuah bangsa, dewasa ini wanita kurang mendapat porsi dalam dunia pendidikan.
Pendidikan adalah milik semua lapisan masyarakat, tak ada pengecualian disini. Seorang perempuan pun, yang secara syar’i memiliki keterbatasan-keterbatasan juga wajib untuk menikmati dan memperoleh pendidikan. Sebagaimana dawuh Nabi SAW “ Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi semua Muslim dam Muslimat”. Hadist di atas secara eksplisit menggunakan qoyd wajib, Islam sangat menekankan kepada umatnya untuk tidak tersesat dalam jurang kejahilan. Siapapun itu dan dalam kondisi bagaimanapun.
Kemudian ditegaskan dalam akhir hadist tersebut, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu juga tidak hanya bagi kaum Adam saja. Hal senada juga dituangkan dalam Pasal 31 UUD ’45, (1) Tiap-tiap Warganegara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang.
Namun, faktanya berbeda, perempuan seolah termarjinalkan dalam dunia pendidikan. Terlebih paradigma yang menyebutkan bahwa perempuan hanya akan kembali ke dapur, sumur dan Kasur saja.
Masalah perempuan selalu menjadi sebuah masalah yang pelik dan kompleks, mulai dari mengenai sejarahnya, keberadaannya, kedudukannya, hingga pada ketidakadilan yang selalu dialaminya. Semua ini bagai lilitan seutas benang merah yang tak pernah berhenti melilitnya sepanjang zaman.
Fenomena semacam itu mungkin saja masih bisa didapati setelah munculnya Islam, meskipun tidak separah sebelum kemunculannya. Islam membawa nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, menempatkan perempuan sesuai dengan kodratnya. Sejarah berkata, pada masa Yunani, yang mana notabennya pada masa itu merupakan masa keemasan peradaban Barat, di mata mereka perempuan adalah makhluk yang sangat hina, hanya sebagai pemuas nafsu birahi belaka sebagai bentuk penjelmaan syaitan. Namun, setelah cahaya Islam datang, semua paradigma semacam itu perlahan lenyap. Islam tidak mengenal adanya pembagian kasta atau diskriminasi yang bersifat gender.Tradisi jahiliyah perlahan luntur dan perempuan kembali menemukan prestise. Islam membawa cahaya untuk menerangi seluruh alam.
Hingga dalam berbagai kasus juga perempuan mendapatkan porsi yang istimewa dibanding laki-laki, sebagaimana contoh perempuan yang sedang hamil diperbolehkan meninggalkan puasa ramadlan. Hal ini karena memandang terhadap aspek kepribadian yang ada dalam diri perempuan.
Siti Robiah Adawiyah, Siti Aisyah, dan RA Kartini merupakan sosok kuat yang mampu melampaui kodratnya. Mereka membuka mata dunia, bahwa perempuan juga tidak menjadi halangan untuk tetap menikmati dunia pendidikan dan menjadi orang yang terdidik. Meski rasa haus akan dunia pendidikan belum terpenuhi, mereka sudah bisa menjadi tolak ukur untuk perempuan modern zaman sekarang.Keberhasilan mereka tidak akan tercapai kalau mereka mengesampingkan pendidikan.
Bergeser ke perempuan Indonesia, ternyata perempuan menjadi sorotan dari berbagai pihak pengamat pendidikan. Karena dari hasil survey yang dilakukan, perempuan Indonesia yang buta huruf memiliki jumlah yang cukup besar. Berdasarkan data BPS, pada 2001 persentase perempuan buta huruf sebesar 14,54%, sedangkan laki-laki hanya 6,87%. Pada 2002 angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional mencapai 12,69% dan laki-laki hanya 5,85%. Setahun berikutnya, angka buta huruf perempuan turun menjadi 12,28% sementara laki-laki 5,84%.
Dewasa ini, lembaga pendidikan yang notabenenya khusus untuk perempuan mulai dilirik, sebut saja Akademi Kebidanan, dan keperawatan, lembaga ini memberikan keluasan bagi kaum hawa utuk menikmati pendidikan. Dari tahun ke tahun peminatnya kian bertambah.
Peran perempuan Dalam kehidupan ini, perempuan sebenarnya memegang peran yang cukup besar. Namun, peran tersebut bersifat abstrak. Sebagaimana sang pelatih yang mengatur para pemainnya, perempuan pun memiliki peran yang signifikan untuk mencetak generasi yang cerdas dan berakhlak. Kehidupan dalam keluarga merupakan titik awal untuk menuju kehidupan bernegara.
Anak yang terlahir dalam keluarga yang terdidik tentu akan berbeda nilainya dibandingkan anak tanpa perhatian orangtuanya, khususnya ibu. Hal ini karena secara psikologis perempuan memiliki sifat kasih sayang yang tinggi. Seorang perempuan, mampu mencetak putra bangsa sekaliber Bung Karno, Gusdur, BJ Habibi. Ini berarti perempuan menjadi central dalam menentukan keberhasilan suatu bangsa. Perannya sangat berarti, kiprahnya tak bisa dipandang sebelah mata. Benar sekali sabda nabi SAW, perempuan menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, berawal dari pendidikan di keluarga, menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya dan dari sanalah perempuan mulai mengepakkan sayapnya