NKRI dan Wudhu Sebelum Sholat

481

NKRI harga mati!. Saya merinding mendengar itu, itu semangat yang dahsyat. Namun, ada kawan saya yang tiba-tiba gelid dan jengah dengan kalimat penuh haibah itu. Katanya, kok kayak wajib dan apa saja, pakai kata-kata “harga mati”.

Namun diam-diam saya ingin menjawab pernyataan itu di warung kopi. Karena soal serius seperti itu, tidak bisa dijawab di seminar berbiaya mahal.
Begini kawan, kenapa Ansor tegas menyatakan bahwa, NKRI harga mati.

Utama sekali, karena NKRI adalah ramuan ijtihad para ulama mereka. Dari Hadrotus syaikh Hasyim Asy’ari, sampai KH. Wahab Hasbullah dan Bisri Sansuri, diteruskan oleh ulama kini, dari KH. Musthofa Bisri sampai Habib Luthfi. Dan, Ansor itu hanya santri. Santri itu, belajar berpuluh tahun pun, akan tetap memegang teguh perintah guru, kyai.

Bukan karena mereka bodoh. Tapi karena kyai mereka lebih alim, lebih wara’ dan, mereka diajari untuk beretika, beradab. Sopan santun kelimuan mereka berbentuk menghargai guru.

Kawan, NKRI itu bagi Ansor seperti wudhu dalam sholat. Wajib ditunaikan, ditegakkan karena berkaitan dengan wajib yang lain. Al amru bis syai’, amrun bi wasailih. Karena beragama yang kaffah, enjoy baru bisa ditunaikan dalam keadaan bebas dan damai, maka menjaga kebebasan dan kedamaian menjadi penting.

Di negara lain, jangankan untuk zakat, bahkan beras, oh bukan, gandum dan roti saja mereka “meminta-minta” dari negara lain. Jangankan sholat, wudhu saja mereka sulit, mungkin karena air susah, atau takut terserempet peluru nyasar. Kenapa?. Karena ada pihak yang memaksa menerapkan aturan agamanya dengan keras, main menang-menangan.

Kawan, di negara lain yang saling ngotot berebut “paling benar” cara beragamanya, mereka sulit bahkan tak wajib naik haji. Mereka sibuk mengungsi, berlindung dari mortir, sibuk lindungi anak istri. Karena situasi sulit, dan mereka tidak tergolong orang “istitho’ah”, sebagai syarat haji. Lha kita, jamaah haji kita antrinya, alamak. Bahkan umroh, bukan lagi ibadah di negeri ini, sudah menjadi hobi. Umroh bahkan menjadi cara menghindari sniper atau menghindari panggilan KPK ketika korupsi.

Makanya, ikhtiyar para ulama bernama NKRI itu akhirnya bagi NU dan Ansor, yah harga mati. Tidak dijual grosir, apalagi eceran. Yang merongrong kebahagiaan dan kedamaian dengan cara “ngotot” mendirikan khilafah itu, yah makar, bughat, makar, dan haram.

Yang bikin heran, kok makar tidak ditangkap?. Kenapa menunggu Banser dan Ansor?. Kami khan bukan angkatan kelima?. Kami hanya anak bangsa, yang tak rela bangsanya dihancurkan oleh pengasong dan pengecer khilafah.

Tangkap bapak kapolri, tangkap bapak panglima TNI!. Tangkap mereka. Mereka makar!. Mereka menyusu dari bumi pertiwi tapi durhaka. Mereka makan dari tanah air tapi khianat.

Dan kawan, kalau mereka sudah berkuasa, jangan harap mereka senyum-senyum. Kalian juga akan digantung, disisir dan dihabisi. Eits, jangan ketawa. Ini serius. Dari Irak, Yaman Suriah, semua jadi saksi sejarah. Jadi simpan senyum manismu itu. Ini lagi serius. Senyum saja untuk calon istrimu, itupun kalau kau punya mblo. Mari jomblo, sudah siang, saatnya ngopi.

Muhammad Asrori,
(Unisla Lamongan. Ansor Lamongan)
e