Mengapa PW GP Ansor Harus Punya Website

185

Mengapa PW GP Ansor Harus Punya Website?

Khoiril Anwar Rohili.
Wakil Sekretaris PC-GP Ansor Kabupaten Bandung. Mahasiswa Pasca-Sarjana Prodik Kebijakan Publik Universitas Pasundan.

Website Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (PW Ansor) Jawa Barat sudah mulai berjalan. Ini sesuatu yang baru dalam sepanjang sejarah kepengurusan PW-GP Ansor Jawa Barat.  Seperti biasanya, sesuatu yang baru itu akan menimbulkan dua hal, disambut dengan suka-cita sekaligus juga disambut dengan tertawaan atau bahkan tentangan.

Masak sih GP Ansor yang biasanya belopotan urusan lapangan malah ngurus website segala?

Nyata jelas dua kubu  itu sesungguhnya bukan pertentangan. Yang menyambut secara baik lebih disebabkan karena kualitas literasinya lebih bagus. Adapun yang menertawakan urusan literasi dengan website itu disebabkan karena belum tahunya fungsi literasi, fungsi ayat, fungsi bacaan sehingga semuanya harus dimaklumi dengan lapang dada.

Melalui tulisan ringkas ini saya mencoba mengapresiasi dengan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, GP-Ansor adalah organisasi berbasis kaum tradisional, tetapi tidak akan menolak perkembangan modernisasi. Sebagaimana spirit NU adalah menjaga tradisi yang baik dan mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik maka usaha untuk urusan media massa seperti website ini terang menjadi kebutuhan. Interaksi antar kader maupun komunikasi dengan warga membutuhkan media yang dikelola secara internal. Sebab jika tidak punya media internal bagaimana mungkin bisa secara cepat mengkomunikasikan yang kita inginkan? Mengandalkan media massa umum tentu akan sulit karena butuh event-event yang menarik masyarakat. Sementara kita tahu isu-isu kaderisasi keorganisasian jelas bukan berita yang menarik bagi media massa umum.

Kedua, GP Ansor adalah organisasi yang muatannya sangat berkonsentrasi membangun kader. Sebagai organisasi kaderisasi tentu urusan literasi (membaca dan menulis) ini menjadi sangat penting, bahkan disebut paling mendasar.

Mengapa? Kita sekarang hidup di era literasi. Ponsel bukan sarana telpon dan sms lagi, melainkan sudah menjadi media sehingga masyarakat bisa membaca tanpa harus membeli koran atau majalah. Dunia kita setiap hari berurusan dengan teks/tulisan, maka jika tidak kita punya kesediaan mengurus hal tersebut itu sama juga mengingkari spirit kaderisasi karena hanya membiarkan kader-kader Ansor hanya jadi konsumen berita.

Semangat Islam-Nusantara adalah semangat partisipasi, maka dari itu dalam urusan literasi/media massa kita pun harus turut membangun partisipasi kader agar ikut berproses dengan kemampuan menulis. Sekalipun kita tahu urusan menulis itu bukan urusan mudah, namun saya yakin prinsip innama’al usri yusra ( di balik kesulitan ada kemudahan). Selagi usaha kita serius jalan untuk berhasil itu bisa dicapai. Dari sanalah nanti kita akan lihat bahwa yang saat ini sangat sulit dalam urusan menulis kelak akan menghasilkan kader-kader Ansor yang bernilai intelektual karena kemampuannya memberitakan pemikiran-pemikirannya di ruang-publik cyber. Inilah barangkali yang nanti akan membedakan kader GP-Ansor model gerombolan yang asyik bicara besar dengan mulut tetapi tidak menghasilkan karya, sementara yang diam-diam di kamar menulis justru menjadi obor pencerahan bagi masyarakat.

Harus dipertajam pula bahwa sesungguhnya ketidakmampuan menulis dan ketakutan bicara urusan publik di ruang publik itu adalah ketertinggalan. Dengan kesanggupan kita bicara di ruang publik itulah sebenarnya kita sedang hijrah dari dunia yang tertutup ke dunia peradaban sebagaimana spirit hijrah nabi dari Makkah yang tidak beradab ke Madinah yang lebih maju dan di sana Nabi membangun peradaban.

Website GP-Ansor ini paling tidak sedang meneladani hal yang positif tersebut. Dari yang biasanya bicara oral sekarang bertambah kemampuan bicara secara literal. Sebab jika kemampuan kita bercakap hanya sebatas memakai mulut maka apa bedanya kita dengan monyet.

Ketiga, dengan kemampuan menulis itu komunikasi gerakan GP-Ansor akan lebih dipandang lebih simple, akurat dan cepat oleh masyarakat. Sejauh masyarakat kita tidak bersentuhan langsung dengan GP Ansor dipastikan tidak tahu sejatinya kinerja dan peran GP Ansor di masyarakat, apalagi di Jawa Barat yang kita tahu Organisasi NU-nya tidak sekuat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Dari media website inilah kita bisa berharap kelak akan terdapat kemajuan relathionsip, komunikasi bahkan rekrutmen kader-kader pemuda Nahdliyin yang berserakan tetapi tidak pernah bisa terlibat aktif dalam organisasi. Dengan media massa seperti website inilah barangkali jembatan itu sedang kita rintis dan kelak akan mengalami kemajuan. Fakta sejarah telah membuktikan, kemajuan dari karya tulis sebagai pemicu lahirnya kekuatan-kekuatan organisasi, perhimpunan, perkumpulan dan lain sebagainya.

Ketiga alasan ini saja rasanya sudah cukup untuk kita lebih serius mengurus website. Pengembangan dan inovasi harus rutin dilakukan. Setahap demi setahap perbaikan dilakukan, dan yang tak boleh dilupakan oleh para pengelola literasi adalah kesediaan untuk terus belajar dari pengelola media lain.[]