Intoleransi dalam Dunia Sekolah

299

Perjumpaan akan akhir tahun 2016 menuju tahun baru 2017 seakan membekas luka kepada anak bangsa dalam dunia pendidikan hadirnya tindakan intoleransi dalam lingkup dunia sekolah seperti yang dialami oleh pelajar riau yang beragama kristen dipaksakan oleh pihak sekolah untuk memakai jilbab dan belajar agama Islam.

Sektor pendidikan target yang rentan akan tumbuhnya akar intoleransi.

Mengutip perkataan Akenson (2004) berpandangan bahwa sistem pendidikan merupakan salah satu struktur institusi utama yang melanggengkan intoleransi sektarian.

Sementara sektor pendidikan merupakan medium pembelajaran sosial masyarakat di masa generasi kini maupun yang akan datang.berbagai problema yang sering dihadapi dalam lingkup lahirnya akar intoleransi dalam lingkup sekolah, pertama sistem pendidikan yang tidak menopang dalam menumbuhkan toleransi dan Kedua, persoalan pembentukan karakter bangsa yang menjadi kebutuhan bagi penguatan masyarakat yang plural juga nyaris tidak tepat sasaran karena desain kurikulum yang tidak kondusif.

Penelitian yang dilakukan aktivis sosial keagamaan Farcha Ciciek di tujuh kota (Jember, Padang, Jakarta, Pandeglang, Cianjur, Cilacap dan Yogyakarta)  menyorongkan tren serupa. Para guru agama Islam dan murid-muridnya ternyata kurang toleran dengan perbedaan dan cenderung mendukung ideologi kekerasan. Disebutkan, 13 persen siswa ditujuh kota itu mendukung gerakan radikal dan 14 persen setuju dengan aksi terorisme Imam Samudra. Beberapa pelaku terorisme yang berhasil ditangkap aparat merupakan pelajar di bangku sekolah umum.

Melihat salah satu Hasil Survei penelitian setara institute (2015) banyak diskriminasi yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap para pelajar di bandung dari 170 Sekolah di Bandung Raya 65 Sekolah yang masih melakukan tindakan intoleran dan diskriminatif salah satunya di kab.Bandung 17 Sekolah, Kota Bandung 27 Sekolah, Bandung Barat 15 Sekolah dan Cimahi 6 sekolah.

Mengutip perkataan wawan gunawan selaku kordinator Jakatarub bahwa munculnya intoleransi sering terjadi dilakukan oleh guru-gurua agama dalam dunia pendidikan sekolah.

Melihat berbagai fenomena diatas seakan persoalan ini menjadi virus bagi anak bangsa melihat kondisi intoleransi dalam dunia pelajar seakan membuat tanya  dalam melihat persoalan ini.

Pada hal Bila melihat UU No 20 Tahun 2003 pada pasal 2 Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Namun terkadang sebagian  menerjemahkan arti dari “nilai-nilai agama” disana agama mayoritas,  padahal nilai-nilai agama itu adalah nilai universal dari berbagai agama.

Alternatifnya?

Melihat penomena intoleransi seakan ini menjadi hal yang harus bersama menjadi tanggung jawab agar tidak mewariskan akar kebencian kepada anak-anak kita di masa kini dan yang akan datang.

Ada beberapa upaya yang bisa ditempuh dalam mengikis intoleransi dalam dunia pendidikan sekolah yaitu salah satunya:

1).Mentransmisikan nilai-nilai kebhinekaan dalam dunia pendidikan sekolah. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan transmisi nilai toleransi terhadap kepala sekolah,Guru maupun pelajar di Sekolah.

2).Partisipasi orang tua dalam membingbing anaknya dimulai dengan membangun kesadaran anak akan pentingnya nilai kebhinekaan dan tidak mengambil jalan  intoleransi.

3).Pemerintah dalam dunia pendidikan sekolah harus menyoroti serta memberikan upaya dalam pemupukan nilai toleransi dengan hadirnya dialog serta memberikan kebijakan yang mampu memupuk semangat toleransi.

4)menjalin kerjasama dengan organisasi moderat Islam dengan memupuk serta membangun semangat toleransi.

Apakah ini akan berlanjut di tahun 2017 ?itu yang menjadi catatan serta tugas bersama untuk berupaya membingbing anak-anak kita agar tidak mewariskan nilai intoleransi dan kebencian, namun  memberikan nilai kebhinekaan dan semangat toleransi kepada anak cucu kita agar mampu melaksanakan cita-cita pancasila dan konstitusi.

Penulis :Rangga Julian Hadi.S.Hum Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam, Anggota PC PMII Kab.Bandungdan Kordinator komunitas Salim