Dialog Kang Yamin dengan HTI: Demokrasi VS Khilafah

389

tasikmalaya, (ansorjabar online)
Dalam perjalanannya dari Ceramah, Kang Yamin (Direktur Aswaja Center Tasikmalaya) membuka akun Facebook miliknya dan didapatinya beberapa notifikasi, biasanya notifikasi yang berisikan pertanyaan selalu dibukanya terlebih dahulu dan dijawabnya dengan kata-kata yang santun di tengah-tengah kesibukannya, berikut dialog Kang Yamin dan anggota HTI asal IPB yang tidak bisa disebutkan namanya.

HTI: “Jelaskan dong ustadz satu saja dalil yang menerangkan bahwa demokrasi tidak menyimpang dari Islam. Dan mohon dijelaskan satu saja dalil yang menjelaskan bahwa kita hanya wajib memakai demokrasi dalam bernegara dan wajib menolak sistem Islam di indonesia”

Kang Yamin: “Dalam catatan sejarah Islam, tidak ada bentuk & sistem yang baku dalam bernegara, karena memang masalah Siyasah adalah masalah Ijtihadiyah, Maqashid asy-Syari’ah-nya hanyalah kemaslahatan bagi umat.
Fakta & realita merupakan dalil yang tak terbantahkan. Saya mendukung demokrasi karena itu merupakan konsensus segenap elemen bangsa & Islam tidak mengajarkan untuk berkhianat

HTI: “jadi Dalilnya fakta dan realita. Ooooh. Ya ya ya.

Kang Yamin: “Beberapa bulan lalu saya dialog dengan pengurus DPP HTI di Mesjid Agung kota Tasik, beliau tidak mampu jawab dalil-dalil Syar’i saya.
“Tidak ada dalil yang Qat’i tentang satu sistem dalam berpolitik. bagi umat Islam, menjadi ranah Ijtihad (hal itu dibuktikan dalam sejarah panjang umat Islam) Demokrasi bukan satu-satunya sistem, namun hari ini memang sangat cocok dengan kemaslahatan umat (sebagi tujuan syari’at). Teks suci agama bukanlah hidangan siap santap, untuk memahaminya perlu metodologi yang shahih.
Begini aja, kalau kita mau nyari kata “demokrasi” dalam al-Qur’an & Sunnah maka tidak akan menemukannya, namun secara esensial tidak bertentangan dengannya.
Ada saudara kita yang memahami ayat 44,45 & 47 dari surat al-Maidah secara kaku, bahwa al-Qur’an telah memberikan seperangkat aturan teknis (lengkap dengan juklak juklisnya) sehingga menolak proses dialogis (Ijtihad) berkenaan dengan sistem hukum/pemerintahan.

HTI: “Bisa ustadz jelaskan bahwa demokrasi tidak bertentangan dengan Islam dan sangat layak untuk kemaslahatan umat dibandingkan sistem Islam?

Kang Yamin: “Islam yang mana yang dimaksud?, Kalau bertentangan mohon tunjukan pada saya, karena saya juga sedang belajar”

HTI: “ Sistem Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah

Kang Yamin: “Rasulullah mencontohkan berbuat adil, amanah, bermusyawarah & mendahulukan kepentingan umum, itu yang saya pahami dari sosok baginda Nabi dalam berpolitik.

HTI: “Pan saur ustadz demokrasi tidak menyimpang dari Islam, berarti sesuai dengan Islam. nah sesuainya itu dimananya?

Kang Yamin: “Nilai-nilai universal yang dicontohkan Nabi tersebut, memang sistem yang dicontohkan Nabi bagaimana?

HTI: “Menerapkan aturan Islam dalam segenap kehidupanm, Baik secara individu, masyarakat, maupun bernegara, Ah ustadz mah sok kitu ah,  api api ngetes. Punten dikantun heula. Si teteh bade ngapalkeun

Kang Yamin: “Mudah-mudahan sanes waktos disambung deui, kaleresan nuju di perjalanan. Saya suka berdialog dengan siapapun. Salam baktos ka sadayana,, Setuju…Tak ada muslim yang mengingkari baginda Nabi sebagai suri tauladan terbaik.
Namun ingat, banyak Hadis-Sahih yang melegitimasi kreasi umat (Ijtihad), sepanjang tidak bertentangan dengan spirit & nilai-nilai universal Islam. Misalnya Abu Bakar RA yang menunjuk Umar RA sebagai pimpinan tertinggi kaum muslimin, atau Umar yang membuat Tim Formatur untuk memilih pemimpin kaum muslimin sepeninggalnya, Dua-duanya tidak dicontohkan Nabi SAW, dan banyak lagi kebijakan-kebijakan politik dari Khulafaurrasyidin yang tidak dicontohkan Nabi, tapi secara esensial tidak bertentangan dengan tujuan utama syari’at.

HTI: “Apakah demokrasi itu hasil Ijtihad para Ulama? Atau buah pemikiran orang kafir? HTI Kalau bicara Sahabat Nabi dan para Kulafaurasyidin sudah sangat jelas tidak pernah bertentangan dengan syari’at. Mereka mengikuti apa apa yang telah Rasul contohkan. Kalau demokrasi kan lahir dari pemikiran orang kafir, bukan hasil Ijtihad para ulama. Itu yang saya pahami.

Kang Yamin: “Pasti baca bukunya Abdul Qadim Zalum, Demokrasi; Sistem Kufur? Kalau bicara pembuatnya orang kafir harus ditolak, banyak ko buatan kafir yang diterima termasuk oleh Zalum cs, sistem-sistem dalam pendidikan & transportasi modern misalnya.
Dalam perang Khandaq/Ahzab Nabi memakai sistem orang kafir (Persia) dalam pertahanan Madinah, kasus Abu Bakar & Umar dalam pengangkatan pemimpin benarkah pernah dicontohkan Nabi? Terkadang saya berpikir apa ulama-ulama Sunni (dengan Al-Azhar sebagai simbolnya) tidak tahu aturan Islam sehingga tidak seperti pemikiran Zalum cs atau Zalum cs yang salah memahaminya sehingga berbeda dengan mayoritas ulama?

(Dani/a. Arif)