PMII Garut : Semua Pihak baik Aparat atau Masyarakat Berpotensi tidak Toleran ketika Bertindak dengan Mengedepankan Sentiment Kepercayaan

35

PMII Garut : Semua Pihak baik Aparat atau Masyarakat Berpotensi tidak Toleran ketika Bertindak dengan Mengedepankan Sentiment Kepercayaan

Terorisme dan radikalisme belakang ini menjadi salah satu isu yang muncul kepermukaan masyarakat, keadaan tersebut sudah seperti agenda isu tahunan yang tidak pernah berhenti. Selain daripada itu, radikalisme dan ujaran kebencian dan sentiment terhadap keyakinan keagamaan seakan tidak pernah surut ketegangannya.
Tercatat selama tahun 2021 sudah terjadi dua kasus terorisme yang cukup menggemparkan diawali dengan teror bom di Gereja Katedral Makasar maret silam disusul dengan penyerangan terhadap Mabes Polri pada bulan yang sama belum lagi ujaran kebencian, sentimen keagamaan dan prilaku rasis lainnya. Berbagai program pencegahan dan upaya kontra telah banyak dilakukan tidak sedikit. Akan tetapi hasilnya isu ini seakan menjadi isu tahunan yang tidak pernah berakhir.
Menyikapi hal demikian Ipan Nuralam Selaku Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Garut memberikan tanggapan terkait upaya-upaya kontra dan pencegahan selama ini dilakukan.
Ditemui di Sekretaria PC. PMII Kabupaten Garut Ipan menuturkan upaya yang dilakukan kurang menyentuh ke akar penyebab dari terorisme dan radikalisme. Baik akar pemahaman maupun akar rumput masyarakat.
“akar sesungguhnya adalah pemahaman adanya pragmentasi kepercayaan yang menkristal, sehingga dari sana akan menghasilkan satu pemahaman kebenaran absolut hanya dimiliki oleh kelompoknya. Faham ini yang kemudian melahirkan prilaku tidak toleran dimasyarakat. Selain itu, narasi-narasi kontra dan pencegahan hanya berputar di tataran elit paling banter juga sampai ke tataran midle jarang sekali menyentuh ke akar rumput” tutur Ipan
Selain dari pada itu, Ipan menambahkan terdapat sebagian kecil kecendrungan dalam mengambil keputusan publik baik dilakukan oleh masyarakat secara mandiri maupun oleh istitusi yang berwenang mengedepankan sentimen kepercayaan masyoritas masyarakat.
“Padahal demokrasi kita adalah Pancasila yang mana harus mendengarkan setiap suara dan kepentingan meskipun hanya satu orang, mayoritas tidak lantas menguasai meskipun penuasanya mayoritas. Tentu contohnya sudah banyak sekali di Kabupaten Garut ini dari mulai hak ibadah sampai hak rumah ibadah tampa adanya proses hukum yang jelas. Kondisi ini berpotensi melahirkan kelompok minoritas untuk menjadi sparatis. Tinjauan lainnya juga semakin menjauhkan kita dari cita-cita hidup yang adil bagi seluruh warga.” tambah Ipan
Ipan mewanti-wanti dengan bahaya pengambilan keputusan didasarkan kepada sentimen keagamaan terutama kepada istitusi-institusi pemegang kebijakan dan penegak hukum.
“negara kita negara huku, sudah selayaknya pengambilan keputusan didasarkan kepada norma-norma hukum yang berlaku, tidak pantas didasarkan kepada sentiment. Ketika ini tidak dapat dijalankan maka semua pihak berpotensi untuk tidak toleran dan dapat mendatangkan gerakan sparatis pada masyarakat” tutup Ipan