Selangkah Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama

223

Oleh : Vinanda Febriani
Tak terasa sudah, 95 tahun NU berkhidmad di bumi pertiwi. NU menjadi organisasi Islam terbesar dan tertua ke-2 setelah ormas Muhammadiyah yang berdiri 14 tahun lebih awal, yakni pada tahun 1912 di Yogyakarta.

Sedangkan NU lahir di Surabaya pada tahun 1926 yang diprakarsai oleh Ulama-Ulama Nusantara seperti Hadratussyaikh Kh. Hasyim Asy’ari, Syaikhona Cholil Bangkalan, Kh. Wahab Hasbullah dan Ulama lain yang seperjuangan dengan beliau. Tak terhitung sudah, apa saja Khidmad dan campur tangan NU dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Selama 95 tahun ini, Nahdlatul Ulama terbukti mampu menjadi pengayom bagi masyarakat Indonesia, terlebih bagi umat Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. Nahdlatul Ulama menjadi ormas yang santun, ramah, menuntun dan mengayomi serta mendidik seluruh kalangan di Indonesia ini.

Maka tak heran jika banyak yang mencintai NU karena ramah-tamah nya. Walaupun, ada juga beberapa kalangan yang membenci NU dan ingin menjatuhkan atau bahkan menghancurkan NU dengan berbagai cara mereka, namun nyatanya semua gagal total. Bahkan beberapa dari mereka yang mencaci-maki dan menfitnah NU, telah jatuh tertimpa tangga.

95 tahun berlalu, tentu saat ini banyak suasana baru yang mewarnai organisasi NU. NU mulai merambak, memperluas jangkauannya ke berbagai negara di dunia. NU semakin kuat, namun musuh semakin nekat.

NU semakin rekat, namun musuh semakin dekat. Mereka terus mencari celah kesalahan ormas ini melalui pimpinan strukturalnya. Kh. Said Aqil Siradj (Rais Syuriah PBNU) misalnya, jutaan fitnah menerpa beliau.

Mulai dari syiah, liberal, sesat dan lain sebagainya. Namun nyatanya, walau berjuta kali dihina dan difitnah, NU tetaplah NU yang tegar dan kuat dengan halang rintang apapun.

“Siapa yang merawat NU ku anggap santriku, siapa yang jadi santriku saya do’akan khusnul khotimah hingga anak cucunya”, sepenggal amanah dan perintah Hadratussyaikh Kh. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) kepada seluruh elemen generasi NU untuk berbondong-bondong bersemangat nguri-uri,
nguripi, Ngrawat serta ngruwat NU.

Artinya, NU bukanlah ormas Islam yang “main-main” di negeri ini. Coba bayangkan jika tidak ada NU di negeri ini, apa jadinya (zaman dahulu) penjajahan tak henti korbankan kemanusiaan, adat budaya yang hilang ditelan zaman karena dianggap syirik dan bukan budaya Islam, makam wali yang hancur di musnahkan karena dianggap bid’ah, sesat, syirik dan beberapa kejadian tragis di masa lampau yang terjadi di Indonesia.

Bagaimana jika NU tiada di negeri ini, mau jadi apa negeri ini ?. Itulah mengapa hingga saat ini NU sangat penting untuk keseimbangan bangsa Indonesia.

Namun naas, saat ini beberapa oknum mulai “nakal”. Mereka mencari dukungan politik dengan cara yang tak baik. Mereka mendekatkan diri kepada NU, Ulama NU dan masyarakat NU.

Sekilas mereka seperti menyanjung-nyanjung NU, namun dibelakang mereka ada maksud tertentu. Jika mereka menang dukungan dari warga NU, maka perlahan mereka akan menjauh dari NU, kembali memusuhi NU dan bahkan kembali berhasrat ingin menghancurkan NU. Terkadang politik itu kejam, namun memang begitulah kenyataannya.

Menuju satu abad berdirinya NU ini, jangan merasa bangga terlebih dahulu. Masih banyak tugas dan tanggungjawab kita kepada NU. Masih banyak tersebar di pelosok negeri ini “NU Kultural”.

Dimana mereka memiliki amaliyah yang sama persis dengan NU (Aswaja An-Nahdliyah) akan tetapi mereka tak tahu apa itu NU. Tugas utama kita adalah menyadarkan mereka, memberikan sepercik pengetahuan pada mereka mengenai “Apa, siapa dan untuk apa NU itu ?”.

Menuju satu abad NU ini, kita perlu dan sangat butuh peran generasi muda NU untuk ikut mendakwahkan dan menyebarkan Islam Rahmatan lil Alamin ala Ahlusunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah di Indonesia.

Supaya kedamaian, kesejahteraan dan keamanan selalu berpihak kepada kita semua, Nahdlatul Ulama, Bangsa Indonesia dan negara-negara pecinta damai di seluruh dunia.

Kita juga butuh peran mereka untuk mengkader seluruh generasi muda Indonesia supaya mencintai NU, mencintai NKRI dengan penuh kesadaran, penuh keikhlasan dan gelora kebhaktian.

Karena NU adalah kita dan kita adalah NU. Semangat menuju satu abad Nahdlatul Ulama. Merdeka !!

Yaa Jabbar Yaa Qohar
Sopo wani karo NU, mugo kuwalat kerono tingkah polahmu

Vinanda Febriani. Borobudur 10 April 2018.