Menafsirkan Konsepsi “Manusia Unggul dan Tunggul”

212

(Catatan atas tulisan Deni Ahmad Haidar)

Oleh Rahmatulloh Alwi

Berawal dari tulisan sahabat Pimpinan Kaum Cool, Denny ahmad Haidar tentang  manusia unggul dan tunggul. Atau apapun namanya. Karena saya agak sedikit ‘roaming’ akan arti redaksi tunggul, yang membahas dua konsepsi yang selama ini telinga kita tidak asing dalam setiap pembicaraan-pembicaraan dalam internal organisasi ke-NU-an.  Pertama, Konsepsi tentang khoirunnas anfa’uhum li al-nas  dan Kedua, almuhafadatu ‘ala qodimi al-salih wal akhdu bi al-jadidi al-aslah. Kedua konsepsi tersebut menjadi latar belakang dari paradigma “khidmatan” dalam NU.

Saya mungkin lebih tertarik untuk membahas konsepsi khoirunnas anfa’uhum li al-nas  selain konsep al muhafadhah… sendiri telah di jawab tuntas oleh kyai muda kita sahabat kyai Ahmad Khotib  dengan filsafat historisnya.

Sahabat cool kita mempersepsikan khidmatan ala NU itu adalah bermanfaat bagi sesama. Dalam pengertian organisatoris maupun tingkah laku keseharian yang kemudian melahirkan redaksi “manusia unggul”. Akhir-akhir ini pikiran saya banyak ber “khalwat” (begitu kira-kira sahabat cool kita sering menyebutnya) untuk mengurai sebenarnya sejauh mana sih ke-”manfaatan” manusia dewasa ini.

Objek dan subjeknya adalah manusia; Manusia sebagai individu yang tunggal, manusia dengan konsekuensi prilaku kebermanfatannya  ataupun manusia dalam ketidak tunggalnya.

Pertama; Sebagai individu yang tunggal manusia selalu di hadapkan pada persoalan-persoalan pribadinya, kebermanfaatannya akan selalu mendahulukan prinsip-prinsip individualistik. Entah itu terkait pribadinya, anak-anaknya, istrinya, keluarganya atau pun orang-orang dekat  disekitarnya. Prilaku “kebermanfaatannya” akan selalu di dominasi oleh kepentingan pribadi dahulu. Contoh; seseorang yang bekerja untuk bertahan hidup akan menggunakan upah hasil kerjanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya dahulu. Dia akan lebih memilih untuk makan dulu sebelum mengajak yang lainnya makan.

Problem kebermanfaatan secara pribadi akan mendominasi prilakunya sebagai manusia. Ini mungkin saja bertentangan dengan konsep khoirun naas anfa’uhum li annaas secara umum, sebagaimana sahabat cool kita itu menafsirkan prinsip-prinsip “kebermanfaatan” dalam konsepsi Manusia tangguh didalam tulisannya.

Yang Kedua; kebermanfaatan dalam tafsir kesalihan. Kecenderungan tulisan sahabat cool memaknai khoirunnas anfa’uhum lil annaas dalam perspektif kesalihan prilaku manusia ini yang saya pertanyakan walaupun mungkin di akhir tulisan saya ikut membela sahabat cool kita itu.

 Apakah kemudian mereka yang berbuat tidak baik ataupun berprilaku jahat tidak masuk didalam kategori tafsir  “kebermanfaatan manusia” ? Alqur’an dalam teks-teks sejarahnya seringkali memberikan perumpamaan-perumpamaan kepemimpinan yang dzalim atau prilaku-prilaku ummat manusia sebelum Rasulullah lahir sebagai bahan perumpamaan akan prilaku yang tidak baik untuk di ikuti. Artinya kebermanfaatan manusia untuk manusia lainnya tidak melulu dalam tafsir prilaku kesalihan, bahwa mereka yang melakukan perbuatan jahat bahkan tokoh seperti Adolf Hitler pun masih bisa di katakan bermanfaat untuk manusia setelahnya.

Ketiga; manusia dalam individu yang tidak tunggal. Mungkin perspektif ini yang di maksud oleh sahabat cool kita di dalam tulisannya.

Sebagai individu yang tidak tunggal pada akhirnya manusia harus berkompetisi dengan manusia yang lainnya. Berkelompok, berhimpun, berorganisasi, bernegara menjadi suatu keniscayaan. Khoirun naas anfa’uhum lil an naas menjadi prinsip-prinsip umum. Sebaiknya manusia berbuat dan melakukan apa?

Di awal tulisannya sahabat cool kita mencontohkan ahlak dan prilaku Rasulullah sebagai pribadi yang sempurna dan di segani oleh penentang-penentang beliau. “Tidaklah aku di utus dimuka bumi ini hanya untuk memberikan contoh bagaimana seharusnya manusia berprilaku (baca:menyempurnakan ahlaq)”. Rasulullah adalah suri tauladan manusia yang tak terbatas, kesempurnaannya melampaui jati diri manusia itu sendiri.

Dan itu yang menjadi semangat dasar para pendiri dan para orang tua Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) untuk melaksanakan apa yang di katakana sebagai kemanfaatan sebaik-baiknya manusia dengan mendirikan organisasi. Karena hampir dan tidak akan mungkin lahir kembali sosok sempurna secara individu seperti Rasulullah.

Manusia sebagai individu mandiri membutuhkan manusia lainnya sehingga mereka berkelompok berhimpun dan mengorganisir individu-individu lainnya. Membikin sebuah keteraturan, meletakkan falsafah dasar dari keteraturannya (falsafah dasar organisasi) yang kemudian menjadi sistem dari keteraturan bagi generasi-generasi setelahnya.

Pilihan madzhab tauhid, Pilihan empat madzhab fiqh, dan pilihan madzhab tasawwuf  dalam jam’iyyah NU adalah bagian dari sistem organisasi untuk tidak kehilangan ruh tujuan berorganisasi dalam semangat mencetak individu-individu manusia yang bermanfaat (baca:berakhlaq) menembus dimensi ruang dan waktu dalam segala hal dan problem-problem kemanusiaan pada perkembangannya.

Menjadi manusia bukan lagi pilihan tapi sebuah amanat bagaimana seharusnya manusia berbuat. Dengan berorganisasi manusia di tuntut dalam dimensi kesalihannya untuk melihat persoalan-persoalan dari banyaknya karakter individu-individu manusia dengan tanpa melupakan tujuan akhir dari kemanusiaan yaitu berbuat baik kepada sesama manusia dan semua makhluk yang di ciptakan tuhan.

Dalam perspektif ini saya menyadari bahwa khoirun al-naas anfa’uhum li al-naas adalah sebuah “kompetisi” menegasikan sifat tunggal manusia (individualism) dalam peleburannya menjadi manusia yang tidak tunggal (manusia gotong royong) untuk melaksanakan apa yang dikatakan sebagai “mandat” kerasulan Muhammad yakni …li utammima makaarim al-akhlak. Semoga kebermanfaatan saya dan sahabat-sahabat semua dalam ber Ansor ria bukanlah kebermanfaat  dalam kerangka individu yang tunggal atau kebermanfaatan sebagaimana contoh-contoh tidak baik untuk tidak di ikuti oleh generasi-generasi sesudah kita. Wallau a’lam bis shawab. Salam cool…

Penulis adalah kader Ansor yang diberikan mandate sebagai Korwil PW Ansor Jabar Wilayah Cirebon, Kuningan, Majalengka dan Indramayu