Mempertegas IPPNU sebagai Organisasi Pelajar

226

Oleh : Nurul Fatonah (Ketua PW IPPNU Jawa Barat)

Secara historis IPPNU pertama lahir dari Lembaga Pendidikan Maarif NU, ini terjadi karena memang IPPNU dibentuk untuk mewadahi pelajar-pelajar Nahdliyin. Secara kuantitas IPPNU memiliki potensi jumlah yang sangat besar. Sejenak mari kita berpikir, berapa jumlah sekolah/madrasah tingkat menengah yang ada dibawah naungan LP Maarif? Berapa jumlah sekolah (meskipun bukan Maarif) namun dimiliki oleh warga NU? atau berapa sekolah non Maarif tapi potensi masuk untuk melakukan kaderisasi disana ada? Berapa Jumlah Perguruan Tinggi yang NU? Tentu jawabnya sangat banyak dan disanalah tedapat sebuah peluang besar. Itu baru berbicara jumlah sekolah dan belum lagi kalau menghitung jumlah pesantren yang dimiliki Kyai-Kyai NU.

Melihat peluang emas tersebut maka dari sana yang mesti ditekankan pada saat ini adalah penekanan kaderisasi pada level paling bawah. IPPNU yang berada di Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting, Pimpinan Anak Ranting memiliki tanggung jawab penuh atas terbentuknya Pimpinan Komisariat di setiap sekolah dan pesantren.

Adapun untuk Pimpinan Cabang memiliki tanggung jawab penuh atas perawatan kader pada setiap Pimpinan yang ada dibawahnya. Seperti kegiatan pengkaderan, konsolidasi organisasi, dan kegiatan lainnya.
Selama ini yang pernah saya lakukan terhadap IPPNU yaitu pada pengkaderan dan perawatan kader. Karena ini yang menjadi tanggung jawab besar dan unuk memastikan regenerasi IPPNU terus berjalan.

Bermula dari menjadi Ketua Pimpinan Anak Cabang bentuk kegiatan yang pernah saya lakukan meliputi konsolidasi dan pembentukan oganisasi IPPNU ke setiap sekolah. Walaupun saat itu di kecamatan saya tidak ada satupun sekolah yang dibawah Lembaga Pendidikan Maarif namun penerimaannya dari pihak sekolah sangat positif. Hal itu karena Pimpinan Anak Cabang saya sebelumnya pernah berhasil mengadakan kegiatan besar dalam rangka Peringatan Hari Besar Islam yang melibatkan ratusan pelajar dari beberapa kecamatan berpartisipasi dalam kegiatan perlombaan. Hal itu yang membuat IPPNU menjadi “booming” baik pada tingkat pemerintahan ataupun tingkat sekolah. Maka dari sana IPPNU sudah tidak diragukan lagi dan menarik minat sebagian besar pelajar di kecamatan.

Saat saya di Pimpinan Cabang yang saya lakukan adalah menguatkan militansi rekanita, agar mereka yang sudah masuk ke IPPNU dari berbagai kecamatan merasa ada teman dalam melakukan perjuangannya. Saya bersama rekanita yang lain melakukan pembinaan ke setiap PAC, mendorong mereka agar lebih giat dalam melakukan kaderisasi. Kemudian membentuk PAC-PAC yang sebelumnya belum terbentuk dan mengaktifkan kembali Pimpinan yang sempat vakum.

Selanjutnya dalam proses kaderisasi IPPNU juga harus lebih kekinian tidak mesti monoton. Melakukan kaderisasi tidak mesti seperti memberikan petuah-petuah atau doktrin suci. Membawa kader kedalam suasana yang disukainya, mendesain pola yang lebih menarik dan menangtang. Contohnya yang pernah saya lakukan adalah mengadakan kegiatan pengkaderan di tepi pantai, mengajak kader menjelajah ke kawasan wisata alam karena selain membuat desain menarik pada pola kaderisasi namun lebih menguatkan kembali nilai-nilai kecintaan alam.

Banyak hal yang ingin dilakukan untuk IPPNU kedepan, seperti konsolidasi organisasi, penekanan kaderisasi di semua tingkatan dan mempertegas kembali kerjasama IPPNU-LP Maarif. Ini penting dilakukan karena mengkader dan merawat kader bagi pelajar yang ada di LP Maarif merupakan tanggung jawab mutlak IPPNU. IPPNU harus kembali mengingatkan kepada LP Maarif bahwa IPPNU dulu terlahir dari LP Maarif. Oleh karena itu sebuah konsekuensi bagi pelajar yang sekolah di Maarif apapun basic dan latar belakangnya mau tidak mau harus ber-IPPNU.

Menghijaukan pelajar Maarif seperti yang telah ada di Kabupaten Garut adalah penggunaan Logo IPPNU pada setiap seragam pelajar putri. Kedepannya sangat memungkinkan bukan hanya penggunaan logo, tapi atribut-atribut lain seperti contohnya yaitu batik .

Selanjutnya untuk mengIPPNUkan pelajar Maarif adalah mempertegas kerjasama LP Maarif dengan IPPNU. Ini harus singkron disetiap tingkatan kepengurusan. Karena jangan-jangan ada sekolah/madrasah Maarif yang mungkin tidak tersentuh IPPNU.

Maka langkah awal untuk mewujudkan 1000 komisariat adalah sekolah Maarif dulu harus menjadi contoh atau model bagi terbinanya kader-kader NU yang berkualitas. Jika ribuan sekolah maarif di seluruh Nusantara sudah berhasil maka sekolah umum (non maarif) akan mudah terkonsolidasi IPPNU.

Garut, 17 Agustus 2015*
*Essai ini dibuat pada tahun 2015 untuk memenuhi syarat kepesertaan Latpelnas IPPNU di Semarang