kenapa kita harus bicara Cinta

114

KENAPA KITA HARUS BICARA CINTA

Oleh : Tb Seda Ahmad Z

Dunia ini memang unik, ada beragam suku, bangsa, karakter orang dan juga sekelumit perasaan orang yang berbeda-beda. Salah satunya adalah soal cinta, cinta itu soal perasaan, memang betul. Cinta juga bisa lebih dari sekedar perasaan, buktinya banyak orang yang mau berkorban demi cinta. Tidak sedikit orang yang kehilangan harta benda karena cinta, dan juga tidak sedikit orang yang jatuh sakit karena cinta, orang bisa kehilangan nyawa hanya gara-gara cinta itu ada.

Jadi cinta itu apa sebenarnya, perasaan? Yes, tapi bisa lebih dari itu, cinta bisa menghilangkan nyawa seseorang. Tidak sedikit orang yang katanya putus cinta jadi prustasi, tidak mau makan dan minum, stres hingga pada akhirnya bunuh diri.

Mengerikan, memang, tapi cinta juga bisa mengubah seseorang menjadi lebih baik lagi, lebih sukses dan juga berprestasi, dengan kekuatan cinta ia bisa lebih bersemangat untuk melakukan yang terbaik terhadap orang yang dicintainya.

Lebih jauh bicara soal cinta, semakin tak memahami apa definisi sebenarnya tentang cinta itu.

Cinta itu buta? tidak memandang harta benda dan rupa, bisa jadi. Tapi cinta juga bisa bersyarat, aku cinta kamu, tapi kamu harus jadi ini dan itu, aku cinta kamu, tapi kamu harus punya ini dan itu, ada juga yang seperti itu.

Cinta, cinta dan cinta….. Apa sebenarnya cinta itu? Yang jelas bagi saya, cinta itu harus memiliki dua sisi, satu tentang rasa dan kedua adalah realita. Cinta itu tidak buta kawan, tapi ia dapat melihat untuk mengabadikan rasa cinta itu sendiri. Cinta juga tidak pilih-pilih kawan, harus disertai perasaan yang sebenarnya tentang menyayangi seseorang.

Jadi kalau ingin biaca soal cinta, jangan hanya melihat satu sisi saja, karena itu akan sia-sia bagimu, tidak akan langgeung walaupun kamu menjalaninya, walaupun langgeung tapi kenikmatan menjalaninya kamu tidak dapat.

Sebagai gambaran, kamu hanya mengandalkan rasa cinta kepada kekasihmu untuk menjalani kehidupan berdua, itu akan sulit, karena kehidupan itu tidak cukup dirasakan tapi harus dijalani, dalam menjalaninya itu, kita butuh makan, minum, tempat tinggal dan masih banyak lagi. Kalau hanya mengandalkan perasaan, sebesar apapun perasaanmu terhadap kekasihmu, lama-lama juga akan luntur, karena hidup bukan hanya bicara tentang perasaan.

Begitupun sebaliknya, kamu banyak harta, kekuasaanmu besar, ingin ini ingin itu terkait hal duniawi kamu bisa dapatkan dengan mudah. Tapi kamu sulit untuk bicara soal perasaan tentang dirimu sendiri, kekasihmu mencintaimu hanya karena kamu memiliki harta banyak, itu juga percuma. Karena kebahagiaan itu datangnya dari hati, kebahagiaan itu adalah soal perasaan, walaupun kamu banyak harta tapi Tuhan tidak memberikan kenikmatan berupa kebahagiaan dalam hatimu, kamu hanya dipandang orang, dianggap orang adalah orang yang sukses belaka, sedangkan hatimu merana.

Cinta, tidak hanya sebatas rasa, tapi juga realita. Seyogianya ketika kamu mencintai seseorang kamu juga bisa membicarakan hal yang lainnya diluar cinta itu, karena yang namanya cinta juga butuh penyangga, kalau penyangganya tidak ada, maka cinta kamu akan rubuh.

Lantas apa penyangga cinta itu sendiri? Dialah harta, kedudukan, ilmu dan juga lainnya di luar perasaan. Ketika kita ingin mengungkapkan cinta lewat suatu ikatan yang legal secara Undang-undang, yakni sebuah pernikahan. Janganlah tabu bicara soal harta, keturunan, pekerjaan dan juga keilmuan yang harus dimiliki orang yang akan kita cintai melalui sebuah ikatan yang legal.

Jangan pula kita, hanya bicara soal harta, pekerjaan, keilmuan semata ketika kita ingin ke KUA. Pernah dalam suatu kalimat yang membuat saya terhentak, ‘nikahilah orang yang kamu cintai’. Jadi kita harus benar-benar ingin menikah dengan orang yang kita cintai, tapi apabila pernikahan sudah terjadi dan perasaan cinta itu tidak ada, misal karena alasan di jodohkan oleh orang tua, maka setelah menikah cintailah orang itu.

Tapi ada baiknya kalau tidak ada rintangan, masalah diluar kehendak kita, kita bisa meraih cintanya orang

yang akan kita nikahi.

Lalu bagaimana dengan istilah ‘sekufu’, kalau dalam bahasa yang kita fahami adalah setara/sama, yang kaya dengan yang kaya, yang miskin dengan yang miskin, anak pejabat dengan anak pejabat dan anak raja dengan anak raja. Apakah harus demikian?

Istilah sekufu sering kita dengar, bahkan sudah bukan barang tabu lagi dikalangan masyarakat kita ketika para orang tua ingin menikahkan anaknya. Pertanyaan seputar, kamu kerja dimana, pernah kuliah dimana dan bagaimana orangtuamu menjadi pertanyaan sang calon mertua. Bagi saya itu adalah wajar, dan janganlah tabu membicarakan hal itu.

Karena bagaimanapun kita sudah menikah, tidak cukup suatu keluarga makan hanya dengan ‘kata-kata cinta’. This is a real, cinta tak hanya sebatas kata, tapi juga tindakan. Kalau memang cinta, bekerjalah, nafkahi keluargamu, jika memang cinta sayangilah istrimu yang menyayangimu, lemah lembutlah terhadap mereka dan muliakan mereka.

Laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, pun, laki-laki yang jahat untuk wanita yang jahat. Begitu kesimpulannya, itu bukan hanya kalimat semata, tapi kata-kata tersebut didalam kitab suci umat Islam yang datangnya dari sang maha pencipta ada ayat yang demikian.

Memang secara logika seperti itu, masa gembel nikah dengan anak raja. Itulah yang dimaksud dengan istilah sekufu, jadi kita harus saling mencintai dengan orang yang setara dengan kita.

Walaupun saya pribadi sudahmenikah, tapi saya juga banyak berlajar dari orang yang sudah berpengalaman, dan juga banyak belajar dari buku-buku yang banyak membahas soal itu, jadi sebelum semuanya terjadi pada diri saya, minimal saya dapat memahaminya secara keilmuan, agar ketika menjalaninya tidak kaget dan dapat memahami apa yang sedang terjadi.

Tapi semuanya juga dikembalikan kepada sang pemberi jodoh itu sendiri, Alloh. Orangtua juga secara teknisnya bisa menentukan itu semua. Ketika anaknya saling mencintai, tapi tidak sekufu, bagaimana tanggapan orang tua masing-masing? Apakah setuju? kalau setuju kenapa tidak. Jadi, kalau ada apa-apa terkait hubungan sebelum pernikahan sebaiknya benar-benar dibicarakan kepada pihak keluarga secara musyawarah, jangan hanya mengandalkan persepsi dan anggapan semata. Karena apa yang kita anggap baik belum tentu baik menurut orang tua, begitupun sebaliknya.

Berpusat pada sang pemberi jodoh, secara teknis keputusan final ada di orang tua. Mau bagaimanapun, sekufu atau tidak, miskin atau kaya, berpendidikan ataupun tidak. Ketika kedua orang tua sudah bersepakat, maka jalan untuk mendapatkan jodoh akan mendapatkan pintu yang terbuka lebar untuk kita dapat memasukinya.

Pada intinya, musyawarah keluarga adalah syuro tertinggi untuk menentukan kepada siapa kita akan menikah hingga pada akhirnya sang pemberi jodoh, Alloh, memberikan orang yang terbaik untuk kita.

Begitulah mungkin tulisan cinta hari ini semoga ada manfaatnya, ini semata hanya untuk mengisi waktu luang, dimana menulis hal yang berbau politik dan sejenisnya membutuhkan pemikiran yang ekstra, tapi menulis cinta, cukup meluapkan isi hati, untuk itulah ada tulisan ini, disamping menulis soal konstelasi politik yang ada bikin muak. Terima kasih