KBNU Purwakarta: 20 Tahun Lalu Bangkit, 20 Tahun ke Depan Mau Bagaimana?

440

KBNU Purwakarta: 20 Tahun Lalu Bangkit, 20 Tahun ke Depan Mau Bagaimana?

Oleh: Hilmi Sirojul Fuadi
Secara organisatoris, KBNU Purwakarta telah berhasil menancapkan eksistensinya kuat-kuat. Khususnya di Jawa Barat, orang-orang Purwakarta tak perlu malu berbincang tentang NU. Sebabnya, posisi keluarga besar NU Purwakarta di wilayah Jawa Barat dapat dianggap lumayan mapan. Bagaimana tidak? Ia telah melahirkan begitu banyak tokoh yang kiprahnya menembus lingkup provinsi, bahkan sampai nasional.

Sebut saja Almaghfurlah Syaikhuna Abah Cipulus. Tokoh pendekar NU yang baru saja wafat itu, telah menjelajah seluruh pelosok Jawa Barat dengan senantiasa berbicara mengenai NU dan Aswaja. Selain itu, Rois Syuriyah PC. NU Purwakarta hari ini, Dr. KH. Abun Bunyamin, MA., juga merupakan jajaran Wakil Rois Syuriyah di PWNU Jawa Barat. Ditambah lagi, ada juga mantan Sekretaris Tanfidziyah PC. NU Purwakarta, H. Dindin Ibrahim, yang kini menjabat sebagai Ketua PW. LTM NU Jawa Barat.

Seakan masih kurang, jajaran PW. GP. Ansor Jawa Barat hari ini pun sesak dipenuhi oleh nama-nama dari Purwakarta. Ketuanya sendiri, Deni Ahmad Haidar, lalu bendahara, H. Agus Muhammad Arif Affandi, serta ketua Rijalul Ansor, KH. Ahmad Anwar Nasihin, ketiganya merupakan warga Purwakarta. Sementara itu, kaum perempuan pun tak ketinggalan. Setidaknya ada nama Ketua PC. Fatayat NU Purwakarta, Hj. Nyimas Dedeh Badriah, yang baru saja dilantik sebagai salah satu Wakil Ketua di PW. Fatayat NU Jawa Barat.

Beberapa nama di atas, tentunya masih belum termasuk nama-nama lain yang tersebar di berbagai banom NU–baik di tingkat wilayah maupun pusat. Akan tetapi, dengan secuplik data di atas saja, telah cukup membuktikan kuat dan kukuhnya eksistensi tokoh-tokoh KBNU Purwakarta di tingkat Jawa Barat. Lebih dari itu, eksistensi dan pengakuan terhadap tokoh-tokoh kita tersebut tidak hanya tertulis pada papan struktur organisasi semata. Tidak pula terbatas pada tingkat wilayah saja. Pengakuan terhadap KBNU Purwakarta telah menjangkau nasional. Ia tergambar sangat nyata pada, misalnya, kegiatan Rapat Pleno PBNU yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 2, pada tahun 2019 lalu.

Melihat fakta-fakta di atas, dapat kita katakan bahwa KBNU Purwakarta telah bergerak melangkahkan kakinya dengan mantap. Tentunya, pencapaian tersebut tidak dihasilkan sekejap mata. Ada perjalanan teramat panjang yang telah dilalui. Terdapat ribuan liter kucuran keringat dan darah yang mengantarkan KBNU Purwakarta hingga sampai pada posisinya hari ini. Jika ditarik sejarah pendeknya saja, boleh dibilang bahwa gairah geraknya Nahdlatul Ulama di Purwakarta mulai massif pada fase 2000-an. Pasalnya, sebagaimana sering diceritakan oleh senior-senior KBNU, Purwakarta pada masa pra-2000 tidak saja kekurangan kader-kader NU, bahkan menemukan plang organisasinya saja sudah susah setengah mati.

Barangkali pada masa-masa itulah pembenahan organisasi dilakukan. Begitu pula konsolidasi dan kaderisasi, sejak saat itu mulai massif digencarkan. Tersebutlah dua pemuda NU yang hingga kini melegenda. H. Sona Maulida dan Deni Ahmad Haidar, merupakan dua orang yang dianggap sebagai dinamisator organisasi yang menggerak-hidupkan kembali banom-banom di tubuh NU. Bersama tokoh-tokoh lain seangkatannya, mereka semua membentuk peta gerakan muda KBNU dengan mengaktifkan kembali proses kaderisasi IPNU, PMII dan GP. Ansor.

Roda organisasi pun tumbuh berkembang dan berlanjut hingga saat ini. Proses kaderisasi yang mulai dijalankan oleh tokoh-tokoh KBNU angkatan 2000 tersebut, kini telah melahirkan begitu banyak kader dan anggota pada setiap banom NU. Sehingga, hal yang sulit dijumpai di Purwakarta pada hari ini bukanlah kader/plang NU, melainkan sebaliknya, justru ruang yang kosong dari orang-orang NU-lah yang hampir tak dapat ditemukan. Hampir di setiap letak geografis dan aspek kehidupan berorganisasi, kader-kader NU Purwakarta hari ini telah mengambil porsi dan posisinya. Hal itu menunjukkan bahwa proses konsolidasi dan kaderisasi ke-NU-an di Purwakarta, pada beberapa sisi tertentu, boleh dibilang sukses dan berhasil.

Pada akhirnya, tidak berlebihan jika kemudian tahun 2020 ini diperingati sebagai tahun ke-20 bangkitnya KBNU di Purwakarta, terkhusus bagi generasi mudanya. Hal itu juga ditegaskan dengan digelarnya acara ramah-tamah bertajuk “Mengenang 20 Tahun Kebangkitan Generasi Muda NU di Purwakarta”, yang dilaksanakan di Sekretariat PC. ISNU Purwakarta, 28 Agustus 2020 yang lalu. Acara tersebut menghadirkan banyak tokoh/aktor yang terlibat dalam keberlangsungan proses kaderisasi KBNU sejak tahun 2000 hingga kini. Didudukkan secara paralel, satu persatu tokoh tersebut pun berbagi cerita tentang pengalaman dan pandangannya mengenai perjalanan generasi muda KBNU di Purwakarta.

Tentu saja terdapat banyak kisah yang bermunculan di forum itu. Baik soal keteladanan, kenakalan, kemiskinan hingga cerita-cerita unik dan konyol pun banyak dimuntahkan oleh para narasumber. Hadirin pun terbawa suasana nostalgia, terhanyut oleh ingatan masa lalu. Sementara itu, sebagian audiens yang masih muda dan tak ikut mengalami kisah perjuangan tahun 2000an, hanya mampu tertegun merangkai imajinasi, menyesuaikan bayangannya dengan dongeng-dongeng yang diceritakan. Sebagaimana tajuk acara yang diusung, yaitu “mengenang”, maka begitu pulalah acara tersebut berjalan. Tokoh-tokoh pejuang NU tahun 2000an itu, semacam mendapat ruang untuk bertemu kembali, menumpahkan rindu yang bersemi.

Namun demikian, ada topik penting yang absen dari perbincangan hangat di hari itu. Terdapat pertanyaan-pertanyaan besar yang tersisa dari forum tersebut. Jika saja kurun 20 tahun silam dianggap sebagai titik awal perjalanan bangkitnya KBNU di Purwakarta, lalu di manakah tepatnya posisi KBNU Purwakarta hari ini? Apakah sudah sesuai dengan apa yang para tokoh tersebut cita-citakan dahulu, atau bagaimana? Apakah gencarnya kegiatan kaderisasi dan parade massa di Purwakarta telah melahirkan barisan pasukan, atau hanya segerombol kerumunan?

Kader-kader yang menjadi pejabat, politisi dan pengusaha, apakah telah benar menjadi agen/milisi bagi NU, ataukah justru malah nikmat menjadi copet dan makelar proyek, hanya mencoreng nama baik dan menjadi beban bagi organisasi? Lalu kaderisasi intelektualitas, apa KBNU Purwakarta sudah menyiapkan calon-calon intelektuil yang rajin menulis artikel, atau stok anak muda kita sudah habis dididik menulis proposal dan LPJ?

Sederet pertanyaan lain akan menyusul ketika keran awalnya telah dibuka seperti di atas. Namun sayangnya, forum yang digelar kemarin tidak cukup waktu dan keberanian untuk berbicara hingga ke arah sana. Saran penulis pribadi, anak-anak muda KBNU Purwakarta angkatan 2020 harus segera berkumpul dan berembuk, berpikir dan perlahan-lahan menjawab berbagai pertanyaan di atas. Lebih pentingnya lagi, anak muda jugalah yang akan menjawab judul tulisan ini: Jika 20 tahun yang lalu KBNU di Purwakarta bangkit, maka bagaimanakah nasib KBNU Purwakarta di 20 tahun yang akan datang?

Penulis merupakan simpatisan muda NU.