NU Cianjur Tolak Full Day School

208

CIANJUR, (ansorjabar online) – Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Cianjur KH. Cheorul anam menolak dengan tegas rencana Full Day School yang di gulirkan oleh kementerian Pendidikan RI pasalnyankebijakanntersebut akan merugikan sejumlah pihak termasuk pesantren dan diniah.

“Saya sangat menolak rencana kebijakan Full day school karena akan berimbas pada madrasah Diniah dan pondok pesantren yang sudah berjalan sejak lama,” tegas KH.Choerul Anam kepada Ansor Jabar Online saat ditemui di meja kerjanya kemarin (13/06/2017)

Ajengan kondang yang akrab disapa kang Anam itu berpendapat kementerian Pendidikan dan kebudayaan RI, harus belajar dari luar negeri namun tidak harus mengadopsi sepenuhnya, karena penomena pendidikan di Indonesia memiliki perbedaan yang sangat kontras dengan negara lain

“Di luar negeri ada full day school karena fasilitas sudah baik, segala perlengkapan sudah lengkap termasuk siswa diberi makan yang bergizi, Indonesian belum siap ksana, mendingan pemerintah memperbaiki fasilitas pendidikan saja,” ujarnya.

Selain itu, Lanjut Kang Anam,  dampak lain dari kebijakan tersebut akan ada perubahan kurikulum,menurutnya para pemangku kebijakan harus banyak belajar dari pondok pesantren dalam mencetak generasi yang beretika dan beradab.

“Pesantren sudah banyak mencetak generasi yang baik dan memiliki keilmuan maupun daya ingatnya karena sering menghapal intinya output yang bagus ,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPRD Kabupaten Cianjur H.Sapturo menjelaskan sebetulnya konsep Full day school di Cianjur sudah berjalan sejak dari dulu, sehingga wacana tersebut perlu ada pertimbangan dan pengkajian lebih jauh.

“ Adanya perda diniyah nomor 3 tahun 2014 sebetulnya  full day  School yang sudah berjalan. Bentuk pendidikan yang terintegrasi satu bukti jika Cianjur selama ini sudah menjalankan program itu secara tidak langsung,” katanya.

Kendati demikian, kedepan yang harus dipikirkan oleh semua pihak terkait penerapan full day school di tingkatan sekolah menengah pertama (SMP) sampai sekolah menengah atas (SMA) /sekolah menengah kejuuruan (SMK). Kebijakan full day harus disesuaikan dengan muatan lokal (Mulok)

“Jadi jangan sampai pihak sekolah memaksakan, kementerian harus menyesuaikan dengan keinginan. Peserta dididik mau belajar apa mereka yang memilih sesuai bakat,” terangnya (Muhammad Sopwan)