M. Nur Kholis Setiawan: Puasa Ramadlon Strategi Kebudayaan Ala Waliyulloh

57

M. Nur Kholis Setiawan: Puasa Ramadlon Strategi Kebudayaan Ala Waliyulloh

Jakarta—Di samping kewajiban agama, puasa Ramadlon dalam implementasinya bisa di sebut sebagai strategi kebudayaan dalam kultur nusantara dari hasil kreasi para kekasih Alloh (auliya).

Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama M. Nur Kholis Setiawan saat memberikan kultum setelah dzuhur berjamaah di hari ke tiga Ramadlon, Rabu (8/5) di Musholla At-Tarbiyah Lantai VIII Gedung Kementerian Agama.

“Puasa tidak sekedar ibadah rutin tetapi menjadikan kita agar pandai bersyukur dan ridlo atas apa yang diberikan Tuhan”, kata Nur Kholis Setiawan.

Kata “al-shiyam” lanjut Nur Kholis Setiawan, di ambil dari Q.S Al-Baqarah 183: “Ya aiyuhal ladzina amanu kutiba ‘alaikumus shiyam …” diterjemahkan secara apik oleh para waliyulloh dengan bahasa Jawa “puoso” yang berarti mupus roso (memutus rasa).

Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta menerangkan hakikat puasa dengan menukil sepenggal kalimat Abu Hasan Assadzili, pendiri tasawuf Syaziliyah dalam kitabnya Almafakhirul ‘Aliyah fil Matsiril Syadziliya. “idza aradta an tandzura ila allahi bi-bashiratil imani wal-iqani daiman fakun lini’amillah syaakiran wa-biqodhoihi radliyan”

“Jika kamu ingin diberikan anugerah melihat Allah dengan basyirah keimanan dan keyakinan, maka teruslah senantiasa bersyukur atas segala anugerah nikmat dari-Nya dan selalu rela dan ridla atas segela ketentuan-Nya,”

Diterangkan oleh Nur Kholis Setiawan tatkala kalian ingin diberikan anugerah melihat Alloh maka harus dengan basyiroh keimanan dan keyakinan. Dalam konteks puasa maka kita harus menjadi orang yang mampu memanej hawa nafsu, marah sedih galau dan lain sebagainya.

Nur Kholis mengatakan kata basyiroh dimaknai sebagai mata batin, semakin di asah akan semakin bagus, berbeda dengan kata ainun yang diartikan sebagai mata dalam pengertian biologis. Makin tua bukan semakin bagus dan kadang mudah tertipu.

Hal lain yang dikatakan Nur Kholis Setiawan adalah agar kita bisa melihat kebenaran Tuhan adalah manusia harus rela (ridlo) atas segala hal yang telah ditentukan oleh Alloh Swt. “Kalau kita bisa memenej hawa nafsu dengan bersyukur atas nikmat Alloh dan rela akan ketentuan-Nya, maka menjadi indikator bahwa puasa yang kita lakukan menjadi berkualitas”.

Nur Kholis Setiawan mengingatkan agar kualitas puasa yang kita lakukan selalu meningkat bukan sebatas karena kita ingin mendapatkan pahala atau hadiah, tapi karena semata-mata mendapatkan keridloan Tuhan.(RB)