Nasib Madrasah Diniyah Makin Memprihatinkan

503

CIREBON – Pendidikan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) menjadi salah satu cara bentengi generasi dari masuknya pengaruh paham keagamaan yang buruk. Akan tetapi keberadaannya jauh dari sentuhan pemerintah.

Pasalnya, dengan alasan keterbatasan anggaran, pemerintah ditingkat daerah maupun provinsi minim memberikan bantuan, alhasil sarana dan prasarana madrasah diniyah menjadi makin memprihatinkan.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun, sedikitnya ada 977 lembaga DTA di Kabupaten Cirebon. Dari jumlah tersebut tidak sedikit yang belum memiliki badan hukum. Sementara untuk bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah maupun kementerian harus memiliki badan hukum.

Dan tercatat siswa sekolah dasar yang mengikuti pendidikan diniyah baru sekitar 26 ribu orang. Padahal menurut data Dinas Pendidikan, ada sebanyak 70 ribu siswa sekolah dasar. Artinya, yang baru mengikuti pendidikan diniyah baru sekitar 30 persen saja.

Hal itu dibenarkan Mantan Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon H Muntakhobul Fuad, Selasa (20/12).

“Peraturan daerah (perda) Kabupaten Cirebon mengenai Pendidikan DTA juga belum dilaksanakan secara maksimal. Padahal dalam perda tersebut dijelaskan bahwa persyaratan untuk masuk Sekolah Menangah Pertama (SMP) harus memiliki ijazah DTA,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon itu.

Pria yang akrab disapa Kang Fuad itu juga mengaku, pihaknya sudah sejak lama memperjuangkan nasib DTA, sejak sebelum produk hukum berupa Perda mengenai wajib belajar DTA itu disahkan.

“Perda itu belum diimplementasikan maksimal, padahal sudah disahkan sejak lama,” tukasnya.

Diakuinya, Guru DTA juga kesejahteraanya sangat kurang, kesadaran orang tua menyekolahkan anaknya ke DTA juga masih belum massif, padahal jika pemerintah benar-benar ingin memperkuat anak dan mempertahankan DTA harusnya bisa merealisasikan perda tersebut. “Sebab wajib belajar DTA sangat penting. Hal ini untuk membekali anak cucu kaitan dengan akidahnya sehingga tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman,” ungkapnya.

Kang Fuad ini memohon jangan punya anggapan madrasah diniyah adlah milik Kementerian Agama. Akan tetapi harusnya melihat bahwa di DTA ada kepentingan penguatan akidah islamiyah bagi anak cucu kedepan. “Miris saja kalau melihat anak-anak setelah lulus SD belum bisa baca surat-surat pendek dan doa-doa. Maka pendidikan DTA ini sangat penting,” kata dia.

Yang terpenting, sambungnya bukan untuk mengejar ijazahnya karena sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan formal. Namun demikian yang terpenting adalah mengikuti proses pendidikan di madrasah itu.

Pihaknya di Komisi IV DPRD akan terus mengupayakan agar sekolah madrasah ini di perhatikan pemerintah daerah. Apalagi eksekutif memiliki visi untuk menciptakan masyarakat yang religius. “Sementara jika banyak lulusan sekolah formal tidak bisa baca Alquran dan sekolah madrasah memprihatinkan di biarkan saja, kasihan guru madrasah sampai sengsara terus,” imbuhnya. (Rahman)