Semangat Harlah dan Tumpukan Pekerjaan Rumah Pemuda Ansor

126

Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada tanggal 24 April telah dilaksanakan Hari Lahir (Harlah) Gerakan Pemuda Ansor ke 84. Ragam kegiatan dihelat oleh masing-masing level kepengurusan baik ditingkatan pusat, wilayah, cabang, Pimpinan Cabang, Anak Cabang hingga Ranting sebagai wujud tanda syukur. 

Usia 84 tahun tentu saja bukanlah waktu singkat. Sebaliknya merupakan proses panjang yang menunjukan kematangan organisasi sayap pemuda ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) ini. Fase dan peran sejarah telah dilalui organisasi ini dalam setiap babak sejarah nasional kebangsaan Indonesia.

Yang tentu saja, pada setiap fase dan formasi sejarah tersebut menghadapi tantangannya sendiri. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, peran dan kontribusi penting gerakan pemuda ansor sudah cukup diakui oleh banyak kalangan.

Seiring dengan perayaan Harlah, hal yang terutama selain sujud syukur kita atas usia sejarah panjang ini tentu saja adalah kemampuan kita merefleksikan peran-peran tersebut dalam menghadapi sejumlah tantangan jaman masa kini dan ke depan.

Perayaan harlah bukan semata romantisme kebesaran sejarah masa silam.  Perayaan harlah bagi setiap kader merupakan panggilan untuk menangkap spirit zaman, gelora perjuangan dalam kerangka gerak dinamis organisasi sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri dan pejuang gerakan pemuda Ansor.

Sejak hampir satu dasawarsa ini, perkembangan organisasi Gerakan Pemuda Ansor telah menunjukan perubahan yang cukup signifikan. Sejak era kepemimpinan H. Nusron Wahid dilanjutkan oleh H. Yaqut Cholil Qoumas, keberadaan organisasi ini telah cukup menunjukan sebagai organisasi yang solid dan militan dalam merespon berbagai dinamika dan persoalan bangsa yang ada, terutama yang menyangkut eksistensi ideologi bangsa dan tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak sedikit pujian dari kalangan luar yang menyebut bahwa Gerakan pemuda Ansor beserta Banser (Barisan Ansor Serbaguna) saat ini sebagai komponen muda terdepan dalam mengawal isu-isu kebangsaan terutama dalam hal kebhinekaan, pluralisme, dan ancaman ideologi transnasional. 

Walaupun pada saat yang sama, posisi ini seringkali disalah fahami dengan menuai cacian dan makian dari sebagian kecil masyarakat lainnya. Dan itulah resiko yang harus ditanggung oleh Ansor dan Banser sebagai konsekuensi dari komitmen dan keteguhannya demi membela keutuhan bangsa dan negara.  

Seiring dengan dinamika itu semua, geliat kaderisasi tumbuh subur dimana-mana. Banyak anak-anak muda dari berbagai lapisan berbondong-bondong mengikuti berbagai pendidikan yang dilaksanakan oleh GP Ansor dan Banser, baik dari kalangan “masyarakat umum”, kyai muda, bahkan sejumlah pejabat dan selebritis ikut bergabung kedalam organisasi Ansor dan Banser.

Dalam lingkup wilayah Jawa Barat saja, saya seringkali memperhatikan Ketua PW Ansor Sahabat Deni Ahmad Haidar dalam setiap akhir pekannya tidak kurang menyinggahi lima titik kaderisasi yang digelar baik oleh Pimpinan Cabang maupun Anak Cabang seantro Jawa Barat. 

Dalam hal itu, tentu saja kita patut bersyukur betapa Ansor hingga detik ini masih dibutuhkan oleh masyarakat pemuda bangsa ini. Namun disaat yang sama, menuntut tanggungjawab dan Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemangku kebijakan organisasi Ansor (pengurus) dalam mengelola sumber daya yang ada, yang tak kalah besarnya dalam mengawal dinamika bangsa yang ada saat ini. 

Sejumlah pekerjaan rumah tersebut seringkali disampaikan oleh Ketua PW Ansor Jawa Barat Deni Ahmad Haidar dalam tiga varian utama. Pertama, konsolidasi organisasi. Konsolidasi organisasi mencakup kepemimpinan, sistem dan tata kelola organisasi secara utuh dan komprehensif.

Untuk mengelola organisasi pemuda sebesar Ansor saat ini tidak cukup hanya mengandalkan kepemimpinan yang kuat semata, namun juga harus dibarengi dengan sistem dan manajemen organisasi yang rapih dan lebih modern.

Sementara ini, sebagai organisasi yang mayoritas dari kalangan santri dan pedesaan organisasi Ansor masih identik dengan tata kelola yang alakadarnya. Seringkali disampaikan oleh Deni, PR itu salahsatunya menyangkut database keanggotaan beserta potensi sumber daya kader yang ada. 

PR Kedua, Pemberdayaan Kader. Pemberdayaan kader ini meliputi akumulasi pengetahuan dan teknologi serta pengembangan ekonomi. Dalam konteks pemberdayaan kader ini, maka tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi kita untuk membangun pergaulan seluas mungkin dengan berbagai kalangan dan institusi manapun untuk memperkuat kapasitas kader dan kemandirian organisasi.

Sebab bagaimanapun, organisasi yang hebat adalah organisasi yang telah sanggup menciptakan kemandirian dan nilai manfaat bagi lingkungannya. 

Ketiga, Mengawal para ulama NU dalam dakwah Islam Ahlussunnah Waljamaah An-Nahdliyah. PR ini telah melekat menjadi komitmen dan tanggungjawab utama setiap kader dan organisasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi NU.

Tantangan dakwah Ala Aswaja an-Nahdliyah yang digawangi para kyai kita saat ini semakin mendapatkan tantangan yang cukup serius terutama kaitannya dengan pemahaman ekstrem dan radikal yang bukan hanya mengancam Aswaja An-Nahdliyah iti sendiri, namun juga menjadi ancaman serius bagi keberadaan ideologi bangsa dan NKRI.

Berbagai pemahaman agama berhaluan keras berkelindan dengan kepentingan politik kekuasaan saat ini seringkali menciptakan disharmoni ditengah-tengah masyarakat.

Demikianlah sekedar rekaman catatan dalam rangka tasyakur harlah gerakan pemuda Ansor ke 84. Menjadi tanggungjawab kita bersama untuk berkhidmat agar organisasi ini kedepan lebih baik dan bermanfaat dengan mencicil sejumlah PR yang ada.

(Edi Rusyandi/Wakil Ketua Bidang Media PW GP Ansor Jawa Barat).