Rais Am : Banser Itu Santun Bukan Galak

325

Prof. DR KH Makruf Amin, Rais Am PBNU menyempatkan hadir dalam acara Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) Banser Satkorcab Kabupaten Garut yang ke 15 di Pesantren As Saadah Kecamatan Limbangan – Garut. Kiai Makruf yang juga Ketua Umum PBNU memberikan amanat kepada 534 Banser yang baru saja diambil sumpahnya.

“Banser itu bukan galak, tapi santun. Kita mengajak itu harus dengan cara yang santun. Biar yang diajak sadar dengan sendirinya. Karena itu yang dilakukan oleh wali songo,” ujarnya.

Kiai Makruf menjelaskan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah bagi warga NU memiliki karakter khas yang membedakan dengan kelompok-kelompok Islam yang lain yang juga mengaku Ahlussunnah.

“Bagi warga NU itu Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyyah. Karena ada juga yang Ahlussunnah tapi mengkafirkan imam al Asyari. Itu Wahabi namanya. Itu Bukan NU,” jelasnya.

Menurut Kiai Makruf Islam Nusantara yang hari ini diwacanakan dan dipegang teguh oleh NU memiliki sifat tidak tekstualis dan juga tidak liberalis.

“NU itu moderat. Tidak tektualis seperti Wahabi yang gampang membidahkan. Tapi juga tidak liberalis yang menganggap bahwa teks itu tidak penting. Kalau terlalu tekstualis maka Ummat Islam tidak akan maju. Karena hukum itu justru banyak lahir dari ijtihad,” ujarnya.

Kiai Makruf yang juga masih keturunan Syeikh Nawawi Al Bantani menegaskan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah dan NKRI merupakan buah hasil dari perjuangan para Ulama.

“Pancasila itu dirumuskan oleh para kiai. NU itu pemilik sah NKRI. Karena menurut sejarawan sebelum ada tentara dan polisi, yang membuat gerakan melawan Belanda itu santri yang mencari ilmu di Makkah. Meskipun kalau lah NU itu pemilik saham republik ini, tetapi belum menerima deviden,” ujar Kiai Makruf yang disambut tepuk tangan hadirin.

Terkait dengan wacana Khilafah Islamiah yang di Indonesia diwacanakan oleh HTI, Kiai Makruf menganggap sudah tidak relevan.

“Khilafah Islam itu hanya sampai pada Khulafaur Rasyidun. Setelah itu bermacam-macam. Sekarang ada yang kerajaan seperti di Arab Saudi atau Republik seperti di Indonesia. Jadi sudah tidak relevan lagi. Kalau kita kembali mengusik dasar negara maka kita akan kembali kepada situasi sebelum 1945. Kapan Indoensia majunya,” jelasnya.