PRINSIP KEADILAN DALAM PENEGAKAN HUKUM

150

PRINSIP KEADILAN DALAM PENEGAKAN HUKUM
“Ius Curia Novit / Curia Novit Jus”

Seorang menjadi Hakim memang tidak mudah, harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas dan berkepribadian “Nasionalis Religius” – Mahbub Djunaidi (pendekar pena) serta memiliki gaya seni tersendiri dalam memutuskan perkara di pengadilan. Tidak semua hakim memiliki kepekaan hati nurani yang tangguh memegang prinsip kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Sekalipun dalam berita acara pemeriksaan di kepolisian atau penyidik KPK nama saksi tidak tercantum, Hakim yang visioner dan progresif dapat mengembangkan kasus berdasarkan keterangan saksi lain yang terungkap dengan memerintahkan jaksa untuk menghadirkan saksi tambahan demi mengungkap kebenaran materil.
Dalam teknis menyidangkan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat timor timur pasca penentuan pendapat tahun 1999 di pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta 2003-2004. Majelis persidangan mendatangkan saksi kunci mantan presiden Bj. Habibie dari jerman untuk memberikan penjelasan persidangan terkait pemberian “opsi merdeka” kepada masyarakat Timor timur. Kala itu presiden Bj. Habibie tidak dimasukan sebagai saksi dalam BAP oleh komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dalam menjatuhkan putusan (vonis) pun, hakim yang memegang prinsip kejujuran, kebenaran dan keadilan tanpan membedakan orang yang di adili itu miskin/kaya, pejabat atau pengangguran, sekalipun harus berbeda pendapat dengan majelis lain (dissenting opinion) tentu dengan berbagai alasan pertimbangan hukum yang jelas. Dia selalu dinamis dan proaktif dalam menerobos dan memperjuangkan kebuntuan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat demi keadilan sekalipun harus bertentangan dengan undang-undang.
Model hakim diatas merupakan perpanduan antara sistim Civil Law dan Common Law, alasannya menurut system civil law yang dianut di Indonesia, walaupun hakim dilarang mencipatkan atau membuat hukum, karena menurut system ini hakim hanya bisa menerapkan hukum/undang-undang setelah mencari undang-undang yang sesuai dengan fakta sebagai landasan hukumnya, namun dalam persolan teknis, jika hakim tidak menemukan undang-undang atau undang-undang tidak jelas mengatur kasus tersebut, justru haki harus menerobos civil law, artinya hakim harus secara professional menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan penemuan hukum oleh hakim. Disini hakim telah menggunakan system common law. Dia tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya sekalipun undang-undang tidak mengatur akan kasus tersebut, tetapi wajib menyelesaikannya.
Kemudian mengenai asas hukum dibawah judul menurut yahya harahap dalam bukunya huku acara perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian dan putusan pengadilan (hal. 821) Ius Curia Novit/Curia Novit Jus berarti Hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
Adapun prinsip Ius Curia novit ditegaskan dalam pasal 10 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman)
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya.
Ketentuan sebagai mana di maksud pada ayat 1 tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Pada dasar prinsip Ius Curia Novit/Curia novit Jus hanya teori, karena bagaimanapun luasnya pengalaman seorang hakim tidak meungkin mengetahui segala hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun adagium itu sengaja dikedepankan untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar-benar mengadili perkara yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan diluar hukum,
Implementasi system civil law pada teknisnya tidak bisa dipertahankan, semata harus mengsublimasi system common law. Menurut system common law sekalipun hakim terikat dengan dengan putusan-putusan hakim terdahuu sebagai sumber hukum sesuai prinsip stare decisis (doktrin preseden) namun hakim juga memiliki kewenangan untuk membuat hukum (rechts vinding) dan menciptakan hukum (rechts scheeping)
Kesimpulan
Hakim mempunyai Indepedensi yang dijamin undang-undang untuk membuat suatu keputusan, berarti hakim bebas memadukan antara system civil law dengan common law demi penegakan hukum yang berkeadilan dengan menerobos kebentuan hukum dan undang-undang yang selama ini tidak mampu mengimbangi hukum yang begitu pesat.
Apapun keputusan hakim, asalkan didasarkan pada fakta, hati nurani keyakinan sekalipun hukum yang mengatur belum jelas, sebaiknya hakim menggunakan hak progresifnya membuat hukum dan menciptakan hukum demi penegakan hukum yang berkeadilan, dengan begitu lahirlah mutiara keadilan dari putusan hakim.

Buah Inspirasi,
Binsar M Gultom
Yahya Harahap

Penulis,
Fahmi Nurfathul Alim H
Pengurus Cabang PMII Kabupaten Bandung