Pra Konfercab GP Ansor Kabupaten Bogor ; Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas

607

Pra Konfercab GP Ansor Kabupaten Bogor ; Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas

Saat Negara Kesatuan Republik Indonesia ini didirikan, konsesus semua founding father adalah Negara ini diijinkan untuk diinjak oleh Agama manapun dan oleh suku apapun. Begitu juga saat Gerakan Pemuda Ansor, yang lahir dari rahim NU memiliki semangat perjuangan dan Nasionalisme yang begitu tinggi. Gerakan Pemuda Ansor lahir dari suasana keterpaduan antara kepeloporan pasca sumpah pemuda dan semangat kebangsaan. Berawal dari perbedaan sudut pandang antara tokoh tradisionalis dan tokoh modernis di kalangan Nahdhiyyin saat itu. Namun, bisa disatukan perbedaan persepsi tersebut oleh dua tokoh sentral, KH. Abdul Wahab Hasbulloh yang tradisional dan KH Mas Mansur yang berhaluan modernis, pada akhirnya munculah harokah Pemuda Nahdhiyyin yang memiliki konsep kebangsaan dan kecintaan yang teramat dalam akan Negara Indonesia.

Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila mempunyai makna demokrasi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Demokrasi yang dijiwai oleh nilai Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang cocok dengan bangsa Indonesia sebab bersumber pada tata nilai sosial budaya bangsa yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu. Asas atau prinsip utama demokrasi Pancasila. Dan demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas.

Istilah Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas menjadi jargon terkenal saat Nusron Wahid, mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor mengucapkannya di salah satu media Televisi Nasional terkait mulai terkikisnya toleransi umat beragama di Indonesia.

istilah dominasi mayoritas adalah di mana pihak mayoritas mendominasi sehingga pihak minoritas terkalahkan kepentingannya. Contohnya adalah di suatu negara di mana penduduk aslinya yang mayoritas mungkin saja mengabaikan kepentingan penduduk pendatang yang jumlahnya jauh lebih sedikit.

Sedangkan di sisi sebaliknya, istilah yang benar adalah tirani minoritas, di mana pihak yang sedikit jumlahnya, tapi karena terlalu kuat menjadi sewenang-wenang dan menekan pihak yang jumlahnya lebih banyak. Contohnya adalah kediktatoran. Seorang diktator, meskipun suaranya tidak mencerminkan mayoritas rakyat tapi karena kekuatannya, dia menekan mayoritas rakyat.

Darisini kita harus menyadari bagaimana hidup berdampingan dan ada tantangan kultural pada nasional kita. Dimana pada saat ini juga Gerakan Pemuda Ansor di bawah kepemimpinan Gus Yaqut membuat gebrakan membangun kebangsaan dengan Rumah Toleransi. Dengan maksud dan tujuan memberikan pemahaman kepada seluruh kader khususnya, umumnya kepada Masyarakat Indonesia bahwa Saudara yang bukan seagama denganmu, maka ia adalah saudara dalam kemanusiaan.

Didalam salah satu pembekalan kader, disampaikan oleh Deni Ahmad Haidar, Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat menyebut bahwa Komitmen Ukhuwan Kader harus bersumber pada tiga hal. Pertama, Ukhuwah Islamiyah, bersaudara karena kita satu Agama. Kedua, Ukhuwah Wathoniyah, bersaudara karena kita satu Kebangsaan dan Ketiga, adalah Ukhuwah Basyariyah, bersaudara karena kita sama-sama manusia atau bersaudara karena kemanusiaan.

Darisini sangatlah jelas bahwa Gerakan Pemuda Ansor adalah Organisasi yang tidak mengenal Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas, kesepakatan kita adalah semua yang sudah mengikuti PKD adalah Kader Ansor yang memiliki Hak dan Kewajiban yang sama antara satu dengan yang lain. Jangan hanya karena berbeda kulit, suku, bangsa atau Organisasi terdahulu maka hak dan kewajibannya menjadi berbeda. Jangan karena minoritas maka tidak memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan mereka yang mayoritas. Terlebih, jangan hanya karena kepentingan Konferensi Cabang, maka segala cara harus dilakukan bahkan sampai harus muncul dikotomi si junior dan senior, apalagi si minoritas dan mayoritas.

Jika itu terjadi, narasi yang selama ini dibangun oleh Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor hanya sebatas ucapan. Teriakan saudara dalam kemanusiaan hanya sebatas jargon yang tanpa makna. Karena ditingkat cabang wacana itu tersampaikan tapi tidak diindahkan oleh para pengurusnya.

Pengabdian hanya diukur oleh mereka yang memiliki kepentingan, tanpa mengakomodir keinginan kader ditingkat bawah. Demi kepentingan satu golongan, organisasi sebesar ansor seperti pemilihan ketua panitia tingkat OSIS. Bahkan, bahayanya adalah para pengurus elit menggunakan Narasi Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas hanya untuk, sekali lagi kepentingan melanjutkan tampuk kekuasaan.

Seharusnya kita sudah tidak lagi mengenal Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas, jika ingin sama-sama membangun dan memajukan Organisasi, kita hapus Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas jika memang kita mau melanjutkan konsep rumah toleransi yang selama ini sudah digagas oleh Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor.

Bukankah Gerakan Pemuda Ansor sebagai Badan Otonom dari Organisasi Besar Nahdhatul Ulama tidak mengenal Politik Identitas, lalu mengapa Narasi ini dimainkan oleh para pengurusnya hanya untuk kepentingan jabatan yang sesaat.

Setinggi apapun jabatannya, sebanyak apapun gelar yang ia punya jika masih menggunakan Narasi Politik Identitas apalagi Dominasi Mayoritas dan Tirani Minoritas maka pemikirannya masih kerdil.

Kedepannya, mudah-mudahan masih ada kader Gerakan Pemuda Ansor yang memiliki kedewasaan dalam berpolitik sehingga tidak perlu mengikuti salah satu Partai Politik yang kerap menggunakan Politik Identitas dalam kampanyenya. Atau baiknya pindahkan saja kader yang menggunakan Politik Identitas ke salah satu parpol tersebut.

( Azizian – Kader Ansor yang lahir dari rahim HMI )