PELAJARAN KADERISASI DARI MBAH KH. HAMID PASURUAN

200

PELAJARAN KADERISASI DARI MBAH KH. HAMID PASURUAN

Suatu hari di sekitar tahun 60-an, salah seorang santri KH. Hamid Pasuruan yang menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor Cabang Pasuruan nyaris putus asa dalam kaderisasi di ranting-ranting. Pasalnya, dari 100 lulusan pelatihan, paling hanya ada 3-5 orang kader saja yang betul-betul bisa diandalkan. Dalam kegalauannya ini, si santri memutuskan sowan pada Mbah Kiyai Hamid dahulu untuk konsultasi.

Saat dia sowan, sembari menunjuk pada pohon-pohon kelapa yang berjejer di pekarangan rumah, Kiyai Hamid berkata panjang lebar:

“Aku menanam pohon ini, yg aku butuhkan itu buah kelapanya. Ternyata yang keluar pertama kali malah blarak, bukan kelapa. Setelah itu glugu, baru setelah beberapa waktu keluar mancung. Mancung pecah, nongol manggar, yang (sebagian rontok lalu sisanya) kemudian jadi bluluk, terus (banyak yang rontok juga dan sisanya) jadi cengkir, terus (sebagian lagi) jadi degan, baru kemudian jadi kelapa. Lho setelah jadi kelapa pun masih ada saput, batok, kulit tipis (yang semua itu bukan yang saya butuhkan tadi). Lantas, ketika mau diambil santannya, masih harus diparut kemudian diperas. Yang jadi santan tinggal sedikit. Lha itu sunnatulloh. Lha yang 95 orang kader itu, carilah, jadi apa dia. Glugu bisa dipakai untuk perkakas rumah, blarak untuk ketupat. Kalau inginnya mencetak orang ‘alim, tidak bisa diharapkan bahwa semua murid di kelas itu bakal jadi ‘alim semua. Pasti ada seleksi alam, akan ada proses pengerucutan. Meski begitu, bukan berarti pendidikan itu gagal. Katakanlah yang jadi hanya 5%, tapi yang lain bukan lantas terbuang percuma. Yang lain tetap berguna, tapi untuk fungsi lain, untuk peran lain”. (Dari Buku Percik-percik Keteladanan Mbah Kiyai Abdul Hamid Pasuruan).

Para Instruktur, mentor, dosen, guru janganlah berkecil hati dalam mendidik dan melatih peserta didiknya atau kadernya. Yakinlah dari sekian banyak orang yang kita kader, akan bermanfaat semua, walaupun tidak sesuai dengan tujuan semula, sebagaimana yang kita harapkan. Ribuan mahasiswa di kampus dan ratusan kader dalam sebuah organisasi mempunyai potensi. Untuk menjadi kader, orang yang unggul dan terpilih harus kita tempa, kita bentur-benturkan dan kita godok dalam sebuah kawah candradimuka kaderisasi. Dan itu menjadi keniscayaan kalau tidak ingin hanya disebut sebagai pentransfer ilmu pengetahuan.

Kampus dan medan diklat, bisa berfungsi menjadi kawah kaderisasi untuk lahirnya seorang pemimpin, manajer, profesional dan penggerak masyarakat. Asal terjadi perubahan paradigma dari sekedar mengajar berubah menjadi mendidik, dari sekedar memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) berubah ke transfer of value dan dari paradigma formalistik ke substansialistik. Pelajaran dari KH. Hamid Pasuruan adalah sangat berharga, belum tentu lahir dari seorang motivator ulung tapi justeru lahir dari pondok pesantren. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Pamulang, 5 Maret 2018

Ruchman Basori
Ketua Kaderisasi Pimpinan Pusat GP Ansor dan Kasi Kemahasiswaan Direktorat PTKI Kemenag RI.