PANCASILA ; Kristalisasi Perjuangan Bangsa

216

(Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945-2017)

Oleh : Kalamullah *)
Secara resmi pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945, hal tersebut menegaskan komitmen pemerintah terhadap pemeliharaan Pancasila sebagai dasar Negara yang harus dipupuk dan dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Keputusan Presiden tersebut tidak akan memberi dampak terhadap perubahan kehidupan kebangsaan kita jika tidak disambut oleh seluruh komponen bangsa dengan penyelenggaraan kegiatan formil dan non formil, semua pihak wajib mempromosikan dan memeriahkan perayaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945, yang notabene bagian dari rangkaian sejarah perjalanan bangsa yang fundamental dan heroik sebelum di proklamirkannya bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 1 Juni 1945, pertama kali Ir. Sukarno memperkenalkan Pancasila kepada bangsa Indonesia di hadapan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau disebut Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Sukarno atau dipanggil Bung Karno menguraikan lima dasar yaitu Nasionalisme, Perikemanusiaan, Musyawarah Mufakat, Keadilan Sosial dan Ketuhanan, yang pada tahapan berikutnya disempurnakan menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bung Karno kemudian dianugrahi sebagai Penggali Pancasila.

Pancasila merupakan kristalisasi perjuangan bangsa, bangsa yang memiliki nasib yang sama akibat penjajahan kolonialisme, sehingga perlu untuk bersatu untuk melawannya, bersatu dari segala macam perbedaan. Ada yang berbeda warna kulitnya, berbeda bahasanya, berbeda budayanya, berbeda wilayahnya dan perbedaan-perbedaan lainnya, akan tetapi memiliki persamaan nasib yaitu sama-sama dijajah oleh kolonialisme terutama kolonialisme Belanda dan Jepang, maka dari Sabang sampai Merauke perlu untuk melakukan spirit persatuan untuk mengusir penjajahan sehingga kemerdekaan pun bisa diraih.

Panjangnya derita penjajahan yang dialami bangsa ini, 350 tahun lamanya, bukan berarti selama itu bangsa kita tidak pernah melakukan perlawanan. Berkali-kali kita melawan, ada Pangeran Diponegoro melawan Belanda di Yogyakarta yang terkenal dengan Perang Jawa Tahun 1825-1830, ada perlawanan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar pada Perang Aceh Tahun 1899, ada perlawanan Kapitan Pattimura di Maluku, ada perlawanan Sultan Hasanudin di Makasar, dan ada banyak pejuang lainnya yang gugur dalam melawan kolonialisme Belanda. Karena perlawanan tersebut bersifat sektarian/kedaerahan, kolonialisme Belanda mengalahkan perlawanan para pejuang bangsa tersebut. Pada sisi yang lain, kolonialisme Belanda melancarkan strategi devide et impera yaitu politik yang memecah belah sehingga dengan mudah mereka mengalahkan perlawanan rakyat Indonesia.

Pada awal abad 20, mulailah muncul gerakan-gerakan politik kebangsaan dengan lahirnya organisasi Boedi Oetomo oleh Dr. Soetomo, organisasi SDI oleh H. Samanhudi, SI oleh HOS. Tjokroaminoto, PNI oleh Bung Karno dan Indische Vereeniging oleh Bung Hatta. Upaya-upaya untuk melawan kolonialisme Belanda mulai menemukan bentuknya, konsolidasi persatuan bangsa terus digemakan sehingga perlawanan seluruh kekuatan bangsa mampu mengusir kolonialisme Belanda dan Jepang, yang pada saat itu juga terjadi pergolakan politik internasional yang ikut melemahkan kekuatan kolonialisme Belanda dan Jepang dengan terjadinya Perang Pasifik.

Perjuangan panjang bangsa Indonesia tersebut adalah landasan dari lahirnya Pancasila, Pancasila lahir bukan sekedar untuk menyingkirkan kolonialisme pada saat itu, tapi juga menjawab keberlangsungan bangsa Indonesia pada hari ini dan kedepan. Bung Karno menjelaskan bahwa inti dari Pancasila adalah Gotong Royong, kenapa gotong royong? Karena gotong royong memiliki makna yang dinamis, tidak statis, gotong royong adalah segala aktifitas bahu membahu untuk melahirkan perubahan yang cepat, bergotong royong kita melawan penindasan, bergotong royong kita melakukan perbaikan, bahu membahu membangun bangsa. Dengan latar belakang yang berbeda-beda, dengan kemampuan yang berbeda-beda, dengan suku, agama, warna kulit dan golongan yang berbeda-beda, yang berjanggut atau yang tidak, yang sipit ataupun yang belo, yang mayoritas ataupun yang minoritas, satu tujuan bahu membahu menjadi bangsa yang kuat dan hebat.

Mengamati berbagai persoalan bangsa saat ini, tentu kita harus mengambil keteladanan dari para pendiri bangsa yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya demi tegaknya harga diri bangsa dari kolonialisme asing. Tidak elok rasanya bila masih ada kelompok-kelompok, golongan-golongan, tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpin yang masih mengedepankan perbedaan hanya karena politik kekuasaan, masih ada yang menggunjingkan Pancasila, masih ada yang mencoba-coba mengganti dasar Negara. Musuh kita hari ini adalah kebodohan, kemiskinan, korupsi, intimidasi dan intoleransi.

Kita ingin menjadi bangsa yang besar dan bermartabat, kita sedang berlomba-lomba dengan bangsa lain untuk menjadi yang terbaik, negaranya kuat dan rakyatnya sejahtera. Tidak perlu lagi menguras energi untuk hal-hal yang tidak baik bagi kemajuan bangsa ini.

Salam Pancasila..!!
Salam Bhineka Tunggal Ika..!!

* Anggota GP Ansor Kab. Garut dan Ketua Forum Komunikasi Alumni Gerakan Siswa Nasional Indonesia Provinsi Jawa Barat