Modus Doktrin Khilafah di Kampus

479

Oleh: Nurul Fatonah*)
Mahasiswa merupakan makhluk intelektual atau dengan kata lain kaum cendekia. Bagaimana tidak, namanya juga “maha” siswa merupakan kaum terdidik yang berkesempatan menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa dalam pandangan sosial pasti dianggap sebagai orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang baik dan banyak.

Namun demikian tak ada pengecualian secara khusus bagi kaum radikal untuk merekrut mahasiswa. Justru mahasiswa dianggap sebagai sasaran empuk target dalam mendoktrin mahasiswa. Karena mahasiswa selalu mengedepankan rasio, dan hal itulah yang dimanfaatkan oleh kelompok Islam radikal.

Dengan berwajahkan agama Islam, di dunia kampus kelompok radikal menyamar bagaikan sebuah embun penyejuk hati bagi orang yang kosong agamanya. Di awali dengan ayat-ayat suci dan penanaman sifat merasa paling benar, kemudian menjelma sebagai orang yang berani menganggap orang lain kafir.

Celakanya, sebagian merasa percaya karena target kelompok radikal justru menyasar kepada orang yang pemahaman agamanya kurang, tafsirnya kurang dan tidak memiliki pengalaman pernah mengaji dengan benar. Tidak sedikit ditemui orang dengan drastis tiba-tiba merasa paling alim, paling agamis, dan paling tahu urusan agama.

Penanaman perasaan paling benar terhadap ajarannya bukan hanya berujung pada berani mengkafirkan orang lain. Bahkan sampai pada kajian terhadap kegagalan negara Indonesia dalam menjadikan warganya sejahtera hingga munculah perasaan tidak percaya pada proses demokrasi, negara adalah thogut, negara dianggap gagal dan pada puncaknya diinisiasi untuk mengganti sistem negara menjadi negara khilafah.

Oleh karenanya, perlu adanya penguatan agama yang benar, belajar agama dengan jelas guru ngajinya, tidak belajar agama dari internet maka itu akan menjadi pondasi yang kokoh dalam membentengi diri dari kaum radikal.

* Penulis Merupakan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia juga Ketua PW IPPNU Jawa Barat