Merugikan Madrasah Diniyah, Pergunu Jawa Barat Minta Mendikbud Kaji Ulang Kebijakan FDS

95

JAKARTA, (Ansorjabar Online) – Akhir-akhir ini, media dihebohkan dengan pernyataan Mendikbud mewajibkan guru berada di sekolah minimal 8 jam dengan proses KBM (kegiatan belajar mengajar) di sekolah harus diselenggarakan minimum 8 jam dalam sehari dari senin sampai jumat. Rencananya, aturan ini berlaku mulai tahun ajaran baru 2017/2018.

Terkait kebijakan tersebut, PW Pergunu Jawa Barat meminta Mendikbud mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut jangan sampai merugikan masyarakat pendidikan di tanah air.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Pergunu Jabar H. Saepulloh disela-sela Halaqoh Pendidikan 2, di Ruang Rapat Lantai 8 Gedung PBNU Jl. Keramat Raya No 164 Jakarta Pusat, Senin (13/06/2017).

Saepuloh mengemukakan, bahwa hasil komisi bahtsul masail dalam Kongres II PERGUNU yang diselenggarakan di Institut KH Abdul Chalim Pacet-Mojokerto, menyatakan bahwa dalam konteks Nahdlatul Ulama di mana masyarakatnya banyak yang menyelenggarakan kegiatan diniyah, TPQ dan lain sebagainya, Full Day School jelas merugikan karena eksistensi lembaga diniyah dan TPQ yang menjadi karakteristik NU terancam bubar.

“PERGUNU sudah menyatakan dalam Kongres II PERGUNU di Mojokerto, bahawa jika Full Day School didiberlakukan maka Madrasah Diniyah sebagai karakteristik NU terancam bubar” tutur Saepuloh.

Lebih lanjut Saepuloh berharap, Mendikbud melakukan kajian komprehensif dan mendengar pendapat dari para pihak yang terkait dan kena dampak dari kebijakan Full Day School tersebut.

“Mendikbud harus mengkaji kondisi geografis wilayah-wilayah Indonesia yang sangat beragam, sarana prasarana sekolah, kondisi fisiologis siswa ketika mereka berada di sekolah seharian penuh, kondisi ekonomi orang tua/wali siswa dan lain sebagainya” pungkasnya (akbar/edi)