Maklumat Untuk Warga Nahdlatul Ulama

325

Oleh: KH. Yahya Cholil Tsaquf
(Katib Aam PBNU)

1. Seruan-seruan menolak radikalisme sering dimentahkan oleh politisi-politisi oportunis yang sengaja memanipulasi isu agama untuk menggalang dukungan politik, kemudian melancarkan disinformasi massif untuk memberi kesan seolah-olah Islam sedang terancam dan harus dibela dengan cara memusuhi pihak lain.

2. Ada kelompok yang tidak rela dengan keseluruhan proses reformasi yang telah terjadi, termasuk terhadap amandemen-amanden UUD, karena amandemen-amandemen tersebut melucuti semua “saham politik” mereka dan membuntu atau mempersempit akses mereka kedalam politik praktis.

Mereka ingin membatalkan amandemen-amanden itu dengan harga apa pun, termasuk bilamana perlu mengembalikan Piagam Jakarta. Buat mereka tidak penting Indonesia mau jadi negara macam apa asalkan mereka tetap punya kesempatan untuk berkuasa.

Kelompok ini mengipas-ngipas dan mendorong-dorong penguatan gerakan-gerakan Islamis untuk memicu benturan politik sambil menggalang gerakan-gerakan Islamis itu untuk mendukung kepemimpinan mereka. Harapannya, saat terjadi benturan politik, UUD 1945 tanpa amandemen atau kalau perlu dengan Piagam Jakarta akan menjadi “jalan keluar”.

Dari situlah asal-usul pernyataan seorang tokoh bahwa “HTI adalah solusi kebangsaan”.

3. Lahirnya “Poros RRC-Saudi Arabia” sebagai aliansi ekonomi-politik strategis dengan agenda “Jalur Sutera Maritim” menciptakan tekanan geopolitik terhadap kedaulatan RI.

“Jalur Sutera Maritim” tak punya alternatif selain menembus perairan RI, dan hal itu akan menjadi lebih mudah dan murah jika negara ini lemah.

Strategi melemahkan Indonesia itu dilancarkan dengan dua cara.

Pertama, dengan Memelihara elemen-elemen yang merupakan bibit keributan politik, termasuk memanipulasi isu-isu agama, sehingga kepemimpinan negara disibukkan oleh keributan-keributan yang berkelanjutan lantas kurang memperhatikan kebutuhan penguatan pertahanan negara.

Kedua, dengan iming-iming bantuan ekonomi pragmatis sehingga pimpinan negara menjadi permissif terhadap manuver-manuver agresif RRC dan Saudi Arabia dalam menancapkan pengaruh geopolitik di kawasan ini, baik secara militer maupun ideologis.

4. Ulama perlu menegaskan setuntas-tuntasnya sikap pemihakan terhadap keutuhan bangsa dan negara sehingga mampu menanggapi berbagai masalah secara jernih tanpa tergoda tipuan isu “Islam sedang terancam” maupun godaan “memenangkan Islam”.

5. Saya meminta GP Ansor agar segera mengambil langkah-langkah inisiatif untuk membangun suatu gerakan penyadaran bagi keutuhan bangsa dan negara dengan jangkauan sosial yang luas melibatkan semua elemen masyarakat.

GP Ansor harus mengembangkan makna kehadirannya lebih dari sekedar perwujudan aktivisme Islam, tapi juga aktivisme kebangsaan dan kemanusiaan, menuju harmoni peradaban.