KHIDMAT BANSER SATKORYON SUKASARI – HARI BHAYANGKARA KE-74. (SESION-7)

89

KHIDMAT BANSER SATKORYON SUKASARI – HARI BHAYANGKARA KE-74.
(SESION-7)

Senin, 15 Juni 2020, Pukul 13:00 Tepatnya di balai desa Nanggerang sebagai titik kumpul awal kegiatan Satkoryon Banser Kecamatan Sukasari kembali membantu memberikan santunan kepada warga kurang mampu, disabilitas dan yang sedang sakit di wilayah kecamatan sukasari Kabupaten Sumedang meliputi Desa Sindangsari, Desa Nanggerang,Desa Mekarsari , Desa Sukasari dan Desa Genteng di 15 dusun yang berbeda kegiatan ini dikomandoi oleh Kasatkoryon Banser ( Asep Rustandi ) serta beberapa ketua ranting Ansor dan Kasatkorkel dari beberapa desa tersebut. Kali ini kegiatan dilaksanakan dalam rangka Hari Bhayangkara Ke-74 dengan tema “ Kamtibmas Kondusif Masyarakat Semakin Produktif” dalam kegiatan tersebut hadir pula dari Satbrimob Polda Jabar Bapak Kabagops SatBrimob Polda Jabar Kompol Bagus Amrulloh,SIK didampingi Bripka Dadan Hidayat,S.H beserta jajaran anggota lainnya. Santunan diberikan langsung oleh Ibu Bhayangkari, Ibu KabagOps SatBrimob Polda Jabar ( Ibu Veni Bagus Amrulloh) beserta jajaran.

MENGENAL SEJARAH BHAYANGKARA
Tanggal 1 Juli 2019 diperingati oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-73. Sejarah penamaan Bhayangkara sendiri berasal dari nama pasukan elite yang pernah dipimpin Mahapatih Gajah Mada pada zaman Kerajaan Majapahit di abad ke-14 Masehi. Istilah Bhayangkara pada akhirnya melekat dengan institusi Polri seiring berlakunya Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 yang diteken Presiden Sukarno. Sebelumnya, kepolisian dinaungi Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara dan hanya bertanggung jawab atas masalah administrasi, sedangkan untuk masalah operasional berada di bawah wewenang jaksa agung. Setelah Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 diterapkan, dikutip dari buku Perkembangan Kepolisian di Indonesia (1952) karya M. Oudang, kepolisian bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri terhitung sejak 1 Juli 1946. Maka itu, setiap 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara oleh segenap elemen Polri. Pasukan Elite Pengawal Raja Sebelum zaman Majapahit, istilah Bhayangkara sebenarnya sudah dikenal pada era Kerajaan Singasari, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Kertanegara yang dalam Kitab Negarakertagama disebut bertakhta sejak 1254 hingga 1292 Masehi. Namun, dalam riwayatnya nanti, Bhayangkara justru lekat dengan sosok Gajah Mada. Gajah Mada mengawali kariernya pada 1313 sebagai prajurit, kemudian ditunjuk sebagai bekel atau komandan Bhayangkara, pasukan elite pengawal raja. Di bawah komando Gajah Mada, Bhayangkara semakin kuat dan solid. Ia menanamkan empat prinsip yang disebut Catur Prasetya kepada para personel Bhayangkara. Catur Prasetya, dikutip dari Sejarah Kepolisian di Indonesia (1999) buku terbitan Polri, kemudian diadaptasi sebagai salah satu Landasan Kerja Kepolisian RI yang diresmikan pada tanggal 4 April 1961. Baca juga: Gajah Mada dan Kontroversi Dalang Pembunuhan Jayanegara Adapun bunyi dari Catur Prasetya yang dirumuskan Gajah Mada itu antara lain: Satya Haprabu (setia kepada pemimpin negara), Hanyaken Musuh (mengenyahkan musuh-musuh negara), Gineung Pratidina (mempertahankan negara), dan Tan Satrisna (sepenuh hati dalam bertugas). Purwadi dalam Sejarah Raja-Raja Jawa (2007) memaparkan, Gajah Mada yang memimpin kesatuan Bhayangkara beberapa kali berhasil mencegah ancaman dan upaya-upaya pemberontakan terhadap kekuasaan Majapahit, juga menjaga ketenteraman warga. (https://tirto.id/hut-bhayangkara-ke-73-polri-sejarah-pasukan-elite-majapahit-edpq)

PANTANG MENYERAH TAK KENAL LELAH

(Ket : Foto Medan tempuh, Ketua PAC Oma Komarudin & Bripka Ajat Sudrajat )
Hampir tepat jam 14:00 kami memulai kegiatan dimana sebelumnya kami melakukan dulu pendataan dan koordinasi dengan tokoh masyarakat termasuk pemerintah desa setempat untuk prioritas dan lokasi yang akan diberikan santunan. Santunan diprioritaskan bagi warga yang sangat membutuhkan bantuan terutama warga masyarakat yang kurang mampu, penyandang disabilitas dan orang sakit ketika ditemui Kasatkoryon Banser Kecamatan Sukasari mengatakan kurang lebih ada 45 Anggotanya yang terjun kelokasi terdiri dari beberapa anggota banser dan Ansor dan dibagi menjadi 4 Tim agar yang ditujukan ke tiap-tiap lokasi yang sudah ditentukan. Perjalanan yang dituju saat ini lumayan sangat berjauhan dari satu dusun kedusun lainnya sedangkan medan yang ditempuh tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat ataupun roda dua alhasil kami beserta Jajaran Ibu Bhayangkari termasuk Jajaran Anggota Denwatser harus berjalan kaki untuk sampai dilokasi tujuan Para Jajaran Ibu Bhyangkari benar-benar tidak mengenal lelah meski jalan begitu jauh dan terjal ini sungguh luarbiasa.
SEKILAS SEJARAH BHAYANGKARI
Bhayangkari merupakan organisasi istri anggota Polri yang lahir atas gagasan Ny. HL. Soekanto pada tanggal 17 Agustus 1949 di Yogyakarta, dan sebagai Ketua Pengurus besar dijabat oleh Ny. T. Memet Tanumijaya. Pada tanggal 19 Oktober 1952 dilaksanakan konferensi Istri Polisi yang dihadiri oleh 27 perwakilan daerah, dimana telah diputuskan untuk bersatu dalam gerak perjuangan melalui wadah tunggal organisasi persatuan istri Polri Bhayangkari dan tanggal tersebut ditetapkan pula sebagai Hari Anak-anak Kepolisian. Berselang empat tahun diadakan kongres kedua pada tanggal 25 Desember 1956, telah disahkan Cupu Manik Astagina sebagai lambang Bhayangkari. Kongres ketiga dilaksanakan tahun 1959, pada kesempatan tersebut disahkan Hymne Bhayangkari gubahan RAJ. Sudjasmin dengan syair oleh Ny. SA. Legowo. Kongres kelima tahun 1963 menetapkan bahwa tanggal 19 Oktober 1952 merupakan Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari. Lambang Bhayangkari merupakan identitas Organisasi Bhayangkari yang mencerminkan azas, tujuan dan tugas pokok Bhayangkari. Dimana lambang tersebut memiliki nama Cupu Manik Astagina, yang artinya Cupu berarti tempat, Manik berarti utama, Asta berarti bilangan delapan dan Gina berarti faedah atau manfaat sehingga sebagai anggota Bhayangkari harus mempunyai delapan sifat utama yang bermanfaat yaitu:
1. Beriman
2. Adil
3. Jujur dan Sederhana
4. Asah, Asih dan Asuh
5. Berjiwa Besar
6. Bersemangat dan Penuh Daya Cipta
7. Berteguh Hati dan Rela Berkorban
8. Mengabdi Tanpa Pamrih
9.
Pencipta makna lambang Bhayangkari adalah Prof. Dr. Prijono, sedangkan yang mewujudkan gagasan tersebut dalam bentuk lambang ialah Prof. Dr. Awaloedin Djamin. Ketentuan ini disahkan pada Kongres Bhayangkari II tanggal 21 sd 25 Februari 1956 di Bandung Jawa Barat.
Bhayangkari yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1949 adalah adalah wadah dari Persatuan Istri Anggota Polri, yang berdasarkan jiwa Pancasila dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin anggota Polri. Cita-cita tersebut tercapai dengan setiap gerak langkah yang dapat menyinarkan hikmah kebijaksanaan sesuai hakikat kewanitaanya.( http://bhayangkari.or.id/)

Ketua PAC Gerakan Pemuda Ansor ( Oma Komarudin,S.Pd ) saat dilokasi mengatakan, bahwa Kami Ansor Banser tidak akan pernah lelah untuk selalu belajar dan berusaha melakukan kebaikan terlepas berupa Moril maupun materil, karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa :
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya”, Tuturnya.
Kegiatan berakhir pada pukul 20:30.WIB malam hari dan kami singgah dan istirahat sejenak di rumah Kasatkorcab Denwatser ( Ayi Herlina) selanjutnya, perlahan mulai beranjak pergi dan kembali mulai merajut mimpi siapkan langkah untuk esok hari.

“Ansor itu mencerahkan dan menggerakan”
“Majulah Ketengah Peradaban Dan Buatlah Sejarah ”

Penulis : ( Suryana )
Editor :