Kasus Ahok, Haruskah Kita Anti China

195

Bandung,- Dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok saat di Kepulauan Seribu Jakarta, telah menyeruak menjadi wacana publik dengan segenap pro dan kontranya. Dari mulai lapisan atas hingga “masyarakat bawah”.

Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa menjadi identitas yang melekat pada dirinya. Identitas sensitif inilah yang kemudian menjadi sasaran empuk sebagian kalangan tertentu untuk mengaduknya menjadi isu sektarian, terutama menghiasi ruang-ruang media sosial (medsos). Lalu, bolehkah kita anti China?

Menurut Budayawan Emha Ainun Nadjib isu anti China sangat tidak relevan dalam konteks Keindonesian. Bagi Cak Nun, Indonesia itu seperti gado gado. Ada Jawa, Sunda, Madura, Bali dan seterusnya. Itulah Indonesia.

“Suku, ras, dan agama merupakan komponen Indonesia. Tidak boleh memisahkan satu saja dari komponen itu. Karena komponen-komponen itu memiliki rasa cinta kepada tanah air nya dengan caranya masing masing”, papar Cak Nun dalam kesempatan Pengajian yang digelar di Kampus UIN SGD Bandung, Sabtu (19/11).

Ketika salah satu dari komponen itu dihilangkan,  dikatakan Kiai Mbeling ini, berarti mengambil salah sebagian komponen cinta Indonesia.

“Gak boleh kita anti China. Kita gak anti China. Gak boleh anti manusia. Anti iblis juga gak boleh ko. Yang gak Boleh mentaati Iblis. Tapi Kalo anti iblis, anti Ahok. Karena Alloh yang menciptakan Iblis. Alloh yang menyuruh Iblis jadi iblis.”, tegas Cak Nun.

Menurutnya, kita boleh benci pada kemungkaran, tapi bukan pada manusia yg ingkar. Yang boleh dibenci itu penistaannya, bukan Ahoknya dengan segenap unsur pembentuk Ahok (Sara). (Hendra/Rus).