Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga

1401

Oleh: Abdul Qadir.SH.,MA. (Ketua LBH PP GP Ansor)

Ahli-ahli pidana terbaik Indonesia yang tergabung dalam beberapa tim penyusun mulai merancang RKUHP sejak tahun 1960-an. Belakangan hasil rancangan mereka ditambahkan dengan materi-materi baru oleh Panja RKUHP DPR RI dengan melibatkan dosen-dosen pidana, pengamat, LSM, lembaga penelitian, dll.

RKUHP itu sebenernya sudah cukup maju. Hanya saja, memang belum benar-benar tuntas. Masih ada sebagian delik yang kontroversial dan layak untuk diperdebatkan. Di sana- sini juga masih banyak perumusan pasal yg perlu dicermati redaksional kata dan istilahnya.

Pada kondisi RKUHP yg belum sempurna itu, anehnya pemerintah dan DPR ngotot ingin langsung mengesahkannya. Entah apa motifnya.

Isu pasal-pasal bermasalah di dalam RKUHP kemudian disorot dan menjadi perhatian khalayak luas. Tentu publik berhak merasa resah dan perlu mengkritik beberapa pasal yang memang dianggap bermasalah.

Namun yang terjadi selanjutnya, RKUHP yg sebenarnya sudah cukup maju dianggap sebagai salah total dan harus ditolak karena sebagian pasal itu. Karena nila setitik rusaklah susu sebelanga.

Padahal, kita butuh KUHP yang baru. Selain karena KUHP lama ketinggalan zaman, saat ini ketentuan pidana masih terserak di berbagai perundangan.

Idealnya, seluruh ketentuan pidana dikodifikasi di dalam KUHP. Semua yg terserak itu dikumpulkan dalam KUHP baru. Hanya melalui pasal-pasal dalam KUHP itulah idealnya warga negara dapat diancam delik dan sanksi yang bahkan potensial merampas kebebasannya. Tentu warga akan relatif lebih mudah untuk membacanya dalam satu kitab undang-undang, ketimbang harus menelusuri ketentuan dan sanksi pidana yang terserak di mana-mana seperti sekarang.

“Untuk memahami perundang-undangan tidak cukup melek huruf, tapi mesti melek hukum.”