Kapolri Memilih Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyyah

83

Kapolri Memilih Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyyah

Saya senang bukan kepalang ketika sebuah video menjadi viral. Cuplikan video Kapolri, Jendral Tito Karnavian di hadapan para mitra kerjanya. Pak Kapolri menegaskan kepada semua institusi Polri dari atas sampai bawah (Polsek) untuk memperkuat kerja sama dengan organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, bukan yang lain. Hahaha. Alhamdulillah.

Pilihan tegas Kapolri ini didasari setidaknya oleh dua hal–sebagaimana diungkapkan Kapolri sendiri dalam pidatonya, yakni NU dan Muhammadiyah merupakan pendiri bangsa ini. Itu yang pertama. Yang kedua, karena dari dahulu hingga sekarang NU dan Muhammadiyah yang paling teruji konsistensinya dalam menjaga NKRI. Itulah dasar logis-historis mengapa Kapolri memilih NU dan Muhammadiyah.

Saya perlu menyampaikan juga bahwa hari ini, 28 Januari 2018, masih sedang berlangsung acara Ijazah kubra dan pelantikan Pengurus Pusat Pagarnusa, PBNU di Cirebon. Ijazah kubro pencak silat nahdliyin ini diikuti ribuan penerima ijazah senasional. Selain Pagarnusa, NU juga punya GP Ansor dan Banser. Dua organisasi sayap NU yang siap jihad lahir-batin membela kemanusiaan dan NKRI.

Selain korupsi, musuh terbesar bangsa ini adalah intoleransi. Yang paling menyebalkan adalah intoleransi atas nama agama. Bahkan agama dipolitisir sedemikian rupa, dijadikan alat untuk membenci agama lain. Puncaknya adalah ketika masjid disalahfungsikan sebagai tempat provokasi kebencian kepada sesama saudara sebangsa dan setanah air. Ujaran kebencian bernada SARA dan fitnah begitu mudah kita jumpai.

Kita tidak ingin bangsa kita hancur dalam konflik perang saudara seperti bangsa-bangsa di Timur-Tengah. Mereka hidup dalam agama mayoritas Islam tetapi mereka hancur berkeping-keping, bom meledak tak kenal waktu, masyarakat sipilpun akhirnya menjadi korban. Itu semua gara-gara mereka tidak seperti Indonesia yang punya NU dan Muhammadiyah. Di Suriah, ulama terkemuka Syaikh Ramadan Al-Buthi dibom lalu kemudian wafat syahid ketika tengah melangsungkan pengajian di masjid.

Untungnya Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan punya resep untuk bagaimana Islam bisa bersinergi dengan nasionalisme. Prinsip keislaman yang dipadu-padankan dengan prinsip kebangsaan. Kita semua tahu bukan? Ada orang mengaku berwarga negara Indonesia, beragama Islam tetapi malah mengharamkan nasionalisme, menganggap Pancasila dan demokrasi sebagai thagut. Astaghfirullah.

Kapolri dan tentu Presiden Jokowi memahami betul bahwa Indonesia bangsa yang beragam. Tanpa nasionalisme kita akan sulit bersatu. Nasionalisme merupakan komitmen bersama dalam menyikapi perbedaan. Kita sudah sepakat perbedaan agama, suku, budaya dll bukanlah persoalan, perbedaan justru merupakan modal dan kekuatan untuk mewujudkan persatuan.

NU dan Muhammadiyah tidak boleh lengah dari gangguan ormas-ormas radikal. Mereka ini setara dengan musuh korupsi, keduanya sama-sama penyakit yang kalau terus dibiarkan akan terus menggerogoti ukhuwah wathaniyah (solidaritas kebangsaan) kita. Mereka harus ditindak tegas, karena di tangan mereka, Islam tercoreng kemuliaannya. Kapolri sangat tepat ketika memilih NU dan Muhammadiyah dalam bersama menjaga NKRI.

Wallaahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
GP Ansor Kabupaten Cirebon

Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 29 Januari 2018, 13.02 WIB