Kang Nurjali Kiai Advokasi di Kampung Santri

250

INDRAMAYU – Merebaknya faham anti Pancasila dan mengganggu keutuhan NKRI yang perlahan masuk ke kampung-kampung, nyatanya dirasakan oleh wilayah yang dikenal desa santri Segeran Kidul dan Segeran Lor Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu.

Informasi yang berhasil dihimpun, dua desa yang pernah mencapai kejayaan sebagai penghasil jeruk terbesar di Kota Mangga itu juga daerah yang paling masif memberangkatkan anak-anaknya ke pondok pesantren (Ponpes), mulai dari Ponpes di Cirebon, Malang, Jombang, Kediri, Yogyakarta, Bogor, Tegal, Bandung hingga Probolinggo.

Akan tetapi kecenderungan generasi untuk berangkat ke ponpes kini makin berkurang seiring perkembangan zaman dan teknologi, bahkan pengajian di mushola-mushola perlahan ditinggalkan.

Hal itulah yang menggerakkan pemuda dan alumni pesantren serta santri-santri membentuk Jamiyah Perisai, yang rutin setiap pekan keliling dari mushola satu ke mushola yang lain. Agendanya diantaranya melakukan pengajian kitab kuning, istighosah dan membahas isue sosial kemasyarakatan kekinian yang berpotensi merusak lingkungan sosial budaya dan akhlak generasi yang kemudian dilakukan advokasi.

Inisiator sekaligus Ketua Dewan Pembina Jamiyah Pengajian Rutin Sabtuan Indonesia (Perisai) Kyai Nurjali mengungkapkan, banyak hal yang kini berpotensi merusak akhlak bahkan lingkungan sosial masyarakat, untuk itu perlu perisai untuk membentengi generasi dan masyarakat dari segala gerakan yang mengancam keutuhan masyarakat.

“Bahkan kita melakukan advokasi ketika masyarakat mendapatkan kesulitan, memberikan solusi atas segala yang terjadi dengan lowyer anggota Jamiyah. Karena bagi kami ulama kyai dan santri harus bisa memberikan manfaat keberadaannya ditengah masyarakat,” ungkapnya usai membacakan kitab Jawahirul Lamma’ah Jamiyahahan Perisai di Mushola Baiturrohmah Blok Pulak Desa Segeran Lor.

Dikatakan, besok dan dimas mendatang tertuang dalam hadis muqobalah (prediksi nabi dimasa depan, red) akan banyak fitnah, perbedaan khilafiyah dan banyak keributan-keributan. Pesanya, jika bisa jadilah orang yang berkorban dan berjuang untuk memperbaiki tatanan bangsa dan masyarakat yang sedang dirongrong ancaman hal-hal berdampak negatif.

“Dengan resiko apapun, berjuanglah untuk kebaikan masyarakat, itu pesan Kanjeng Nabi Muhammad Saw dalam kitab Jawahirul Lamma’ah,” ungkapnya

Putra Kyai NU Mukhit (Alm) itu menceritakan, Nabi Yusuf pada suatu ketika terdapat seorang raja bermimpi ada kerbau kurus memakan 7 kerbau gemuk, hal itu dita’wil Nabi Yusuf akan terjadi kelaparan 7 tahun berturut-turut, karena mengerti mimpi itu akan jadi kenyataan, Nabi Yusuf mengumpulkan masyarakat dan meminta menyisihkan hasil berdagang atau usahanya dan dikumpulkan demi persiapan masa tersebut terjadi.

“Itu ada dalam Ayat 43 Surat Yusuf, kelihatannya Nabi Yusuf terlalu memikirkan persoalan duniawi, padahal substansinya menjaga masyarakat keamanan dan perekonomiannya, karena hadis selanjutnya di kitab tersebut akan ada suatu saat nanti perekonomiannya masyarakat dikuasai oleh kelompok yang tidak beriman dan berefek pada serangan aqidah,” bebernya.

Banyak juga diakui Kyai Nurjali, suatu saat nanti akan terjadi dan dikirim pemimpin-pemimpin dzolim yang membodohi masyarakat, bertindak dan berbuat dzolim dimana masyarakat banyak menolak programnya. Untuk itu seluruh penggerak agama wajib hukumnya melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang didzolimi. “Penggerak agama, ulama dan tokoh masyarakat harus bisa memberikan solusi atas segala problem sosial, perisai ini in shaa Allah akan segera diresmikan menjadi yayasan,” kata dia.

Ditambahkan, kedepan juga dimungkinkan adanya peperangan antara masyarakat dengan kelompok tertentu yang malah didukung pemerintah dengan dalih pembangunan infrastruktur. “Padahal prakteknya banyak merusak tatanan sosial budaya dan ketenangan masyarakat, karena dilesatkan adu domba atas nama program negara, padahal kami ini warga NU yang sudah pasti cinta pada NKRI dan memahami aturan konstitusi bangsa ini,” beber pria jebolan Ponpes Alhuda Malang Jatim itu.

Selain itu, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Fajar Segeran Kyai Mu’adzom Idris tidak menampik kiprah Nurjali yang sangat istiqomah dalam melakukan pendampingan terhadap masyarakat, bahkan pernah ingin mempertaruhkan nyawanya untuk membela suatu kasus besar yang melanda masyarakat.

“Saya dengan Nurjali sudah membangun komitmen, soal keagamaan dan pesantren saya yang lebih banyak terjun, sementara yang menantang bahaya dan kelompok pelajar dan pemuda diluar pesantren Nurjali yang banyak terjun, karena dia sangat diterima oleh seluruh kelompok masyarakat,” bebernya.

Kyai Muadzom juga menegaskan dukungannya pada Jamiyah Perisai karena selama ini kontribusinya kongkrit untuk kemajuan pendidikan dan keagamaan hingga perbaikan akhlak warga serta generasi muda. “Bahkan banyak problem-problem sosial kemasyarakatan yang berhasil dipecahkan dan dicarikan solusinya, untuk itulah saya selalu hadir dalam pengajian kitab kuning dan diskusi isue kemasyarakatan yang kekinian setiap malam Minggu ini,” tandasnya.

Pria yang belasan tahun nyantri di Ponpes Jombang tersebut mengakui ancaman kelompok yang anti pancasila yang memiliki misi khilafah di wilayahnya sudah tidak main-main. “Bahkan seranganya melarang tahlilan dan segala amaliah Nahdliyyin mulai terang-terangan, sering mereka langsung datang ke pesantren kami dan mengajak berdebat, meskipun berulang kali pula mereka kalah karena minim referensi kitab kuning, hafalan hadisnya juga terbatas hanya baca dari google dan majalah-majalah kelompoknya,” kata dia.

Kordinator MTs Ma’arif NU Kabupaten Indramayu itu juga menceritakan, tidak kurang-kurang dikirimi majalah-majalah yang mengajak melarang mengikuti pemerintah, pancasila dan segala aturan konstitusi bangsa Indonesia, karena diyakini kelompok mereka hal tersebut perbuatan syirik. “Ancaman itu bukan lagi wacana, tapi fakta karena saya sendiri langsung yang mengalami dan merasakannya,” ujar Kyai Muadzom.

Ditambahkan, kondisi demikian harus diimbangi dengan kiprah kyai kampung dan penggerak agama juga generasi muda NU agar selalu hadir dalam kondisi apapun masyarakat sekaligus memecahkan segala persoalan yang terjadi di masyarakat. “Karena kalau tidak ummat NU akan lari dan memilih ikut ajakan kelompok yang malah menyesatkan,” kata dia.

Ia membenarkan sejak tahun 2001 berkiprah di pesantrennya, kecenderungan generasi untuk nyantri makin berkurang, hal itu berakibat sepinya mushola-mushola dan berkurangnya jumlah santrinya dari ratusan orang kini hanya tinggal 60 santri saja. “Padahal sistem pengajian dan pengajaran jauh lebih bisa bersaing dengan pesantren yang ada di Indramayu, mereka lebih senang belajar ke sekolah umum yang favorit, hal inilah yang membuat kami prihatin, semoga perpecahan ummat tidak terjadi pada bangsa ini,” harapnya. (Nurul)