Isu Agama dalam Pertarungan Calon Kapolri

139

Isu Agama dalam Pertarungan Calon Kapolri

Oleh: Abdul Hakim Syafi’i
Pengamat Politik UNPAD

Sebagai negara demokrasi, kita tidak boleh alergi terhadap non muslim. Begitu juga terhadap isu penunjukan presiden terhadap calon kapolri baru. Siapa pun yang terpilih nanti, dia adalah putra terbaik bangsa yang dipilih berdasarka hasil pertimbangan presiden ke komisi III DPR RI, yang diproses melalui Fit and Propper Test atau uji kelayakan. Masyarakat seharusnya lebih melihat dari sisi prestasinya yang telah dibuatnya bukan lagi hanya melihat dari sisi latar belakang agamanya saja. Karena ini berkaitan dengan tugas yang akan dijalaninya sebagai pembantu presiden dalam hal urusan keamanan negara yang harus sinergi juga dengan TNI sebagai mitranya. Secara psikologis juga harus sudah punya chemistry dengan presiden sehingga tugas dan langkah kebijakannya seirama, sehingga tidak mengganggu kinerja presiden yang bisa mengakibatkan terhambatnya tugas-tugas negara. Karena Presiden perlu figur Kapolri yang terbiasa berkoordinasi dan sudah paham karakternya. Hambatan isu agama sudah pasti akan menghadang yang berasal dari bukan internal institusi polisi. Isu Identitas agama memang akan berdampak buruk terhadap sistem keamanan ketika polisi menghadapi aksi massa yang mengatasnamakan Islam. Tapi sebenarnya situasi itu bisa disiasati dengan merangkul tokoh-tokoh agama juga, sehingga apapun agamanya jika nanti dihadapkan dengan situasi tersebut, pasti bisa diatasi dengan baik. Jadi masyarakat jangan terlalu mengkhawatirkan jika nanti yang terpilih bukan yang berlatar belakang agama Islam, yang notabene merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia.
Situasi politik saat ini dimana kelompok garis keras Islam sempat menguat di Pilpres 2019 tentu akan berdampak pada sistem keamanan yang akan diterapkan Polri dalam menghadapi aksi-aksi massa ke depannya, setidaknya akan bisa diarahkan untuk memojokkan kinerja kepolisian, apalagi dalam menghadapi isu-isu terorisme. Memang dari catatan sejarah kepolisian, hampir tak ada Kapolri dari nonmuslim. Hanya Jenderal Polisi Purnawirawan Widodo Budidarmo yang tercatat pernah memimpin Polri. Sepanjang sejarah Polri, baru satu orang itu saja. Akan tetapi faktor latar belakang agama bukan lagi menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang untuk menjadi pimpinan ditubuh Institusi Kepolisian. Melainkan yang dilihat adalah bagaimana masyarakat melihat trad recordnya calon kapolri, selagi rekam jejaknya sangat bagus kenapa tidak. Sangat miris sekali, ada salah satu calon kapolri yang berprestasi karena dia bukan dari kalangan Agama Islam lalu malah mendapat serangan mengenai isu agama. Ini kan tidak fair, bukan ciri-ciri dari masyarakat demokrasi yang berasaskan Pancasila. Seharusnya calon kapolri yang dinilai berdasarkan pada faktor loyalitas dan profesinalismenya, bukan lagi pada persoalan agama.
Diusungnya salah satu nama calon kapolri seperti Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo Sebagai salah satu calon Kapolri yang menggantikan Jendral Pol Idham Azis cenderung menjadi sasaran empuk kelompok teroris, karena latar belakang agamanya. Bagi kelompok teroris seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAD) yang berpandangan bahwa polisi halal darahnya atau boleh untuk diserang. Apalagi jika pemimpin polisi bukan dari kalangan islam, sudah tentu akan menambah marah kelompok mereka. Jadi masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh kelompok kaum radikal yang menghembuskan isu mengenai SARA, karena hal yang utama bagi calon kapolri saat ini adalah bagaimana jajarannya dapat bekerja secara profesional dalam melakukan pembenahan internal agar bisa melakukan penegakan hukum secara tegas, humanis, transparan, bisa memberikan rasa aman dan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan untuk masyarakat, dan lebih dipercaya masyarakat.