Ini Pandangan Fiqih PBNU Soal Shalat Jumat di Jalanan

241

NU Online Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengulas kembali pandangan ulama perihal aktivitas rangkaian ibadah shalat Jumat di jalanan. Pihak PBNU menyebutkan hukum ibadah shalat Jumat di jalanan yang dikemukakan para ulama mulai dari makruh, haram, bahkan tidak sah.  Demikian disampaikan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (21/11) malam.

Ulasan ini diangkat menyusul rencana gelar sajadah oleh sekelompok umat Islam yang dengan sengaja mengagendakan shalat Jumat di jalan protokoler di Jakarta pada 2 Desember 2016 mendatang.  Menurut Kiai Moqsith, aktivitas ibadah Jumat pada masa Rasulullah SAW selalu diselenggarakan di masjid. Dari sini para ulama kemudian menyimpulkan bahwa aktivitas shalat Jumat di jalanan hukumnya makruh.  “Meskipun kemudian hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Madzhab Maliki mewajibkan shalat Jumat di dalam masjid.

Tetapi kita tahu ada madzhab lain seperti Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanafi yang membolehkan shalat Jumat tidak di dalam masjid,” kata Kiai Moqsith. Kedua madzab ini tidak mensyaratkan shalat Jumat di dalam masjid. Madzhab Syafi’i di dalam kitab Al-Majemuk karya Imam An-Nawawi menegaskan bahwa shalat Jumat ini disyaratkan dilakukan di dalam sebuah bangunan meskipun terbuat dari batu, kayu, dan bahan material lain.

Karenanya tidak sah melakukan ibadah Jumat di jalanan. Karena tidak sah, maka shalat Jumatnya harus diulang dengan melakukan shalat Zhuhur.  “Kalau begitu, tidak boleh melakukan aktivitas shalat Jumat di jalanan. Bahkan ada ulama yang memakruhkan shalat Jumat dilakukan di jalanan. Apalagi masjid-masjid yang tersedia cukup lebar.

Sehingga praktis tidak ada alasan untuk melakukan shalat Jumat di tengah jalan,” kata salah seorang dosen pengampu mata kuliah tafsir di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.  Menurutnya, hal ini akan sangat baik kalau sekelompok umat Islam yang merencanakan aksi gelar sajadah melakukan kajian fiqih secara mendalam terlebih dahulu dengan melakukan telaah atas pandangan para ulama. (Alhafiz K)

Sumber : NU Online